|8

762 103 0
                                    

Terik matahari semakin menjadi, seperempat tugas telah selesai terlaksana. Saatnya merebahkan tubuh yang lelah, memejamkan mata sejenak, mengistirahatkan diri di ruang persegi bercat-kan warna favoritnya. Ditemani wangi khas kopi dari pengharum ruangannya dan pendingin udara yang akan menurunkan suhu tubuhnya yang kian memanas. Itulah yang diinginkan Kanara saat kakinya melangkah keluar dari pintu kelasnya, menuruni anak tangga.

Namun, tidak semudah yang dibayangkan. Perjalanan Kanara untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, Kanara harus melewati beberapa rintangan yang akan dihadapi. Salah satunya, menunggu angkutan umum, berdesakkan dengan anak-anak sekolah lainnya di dalam angkutan umum. Berkeringat, penuh sesak. Membayangkannya saja membuat Kanara menghembuskan nafas berat.

Hilda tidak masuk sekolah hari ini. Flu. Itu jawaban yang Kanara dapatkan dari Hilda ketika tahu temannya itu tidak masuk sekolah.

Hilda : flu🤧

Kanara : flu apaan sampe ga masuk lu? Flu burung?

Hilda : jahatnya temen! ngedoain lu? kaga, flu biasa

Kanara : elaah lenjeh lu-_-

Hilda : jahat:( sini jengukin kek

Sakitnya Hilda membuat Kanara harus pulang menggunakan angkutan umum. Bisa saja Kanara meminta Dimas untuk mengantarnya pulang tetapi Kanara merasa segan karena posisi rumah Dimas yang berlawanan arah dengan rumahnya. Sebelumnya Dimas juga mengatakan bahwa ia ada sparing futsal dengan teman-temannya.

Sudah mendekati Ujian Nasional band yang dinaungi Dimas untuk saat ini vakum. Dua personelnya yang akan melaksanakan UN harus fokus dan akan menyibukkan diri untuk masuk perguruan tinggi.

Tak kuat menahan teriknya sinar matahari Kanara berjalan menunduk, menyembunyikan wajahnya dan memasang tudung hoodie-nya. Tapi tak membuatnya tidak dapat dikenali. Seorang laki-laki berlari kecil mengejarnya, setelah yang diteriaki namanya tidak jua berpaling karena telinga tersumpal earphone memainkan lagu-lagu yang telah dipilihnya untuk situasi yang pas ketika harus melewati keadaannya saat ini. Tepukkan ringan pada pundaknya menghentikan langkah kaki Kanara.

"Nara!"

"Eh Kak Bara."

"Hhmm pantes dipanggil daritadi gak nengok-nengok."

"Hehhehe. Kenapa Kak?"

"Mie ayam yuk."

"Hah? Mie ayam?"

"Iya."

"Di traktir nih?"

"Yeeee."

"Heheh bercanda...bercanda. Tapi abis itu anterin pulang yaa."

"Oooh jadi sekalian nebeng nih ceritanya?"

"Hehhe iya!"

"Yaudah ayok."

Seiring berjalannya waktu Kanara dan Bara semakin dekat. Tak jarang ada saja yang memasang tatapan sinis kepada Kanara dan Kanara tahu akan hal itu. Namun, tidak diambil pusing oleh Kanara, toh ia hanya berteman dengan Bara.

Tak ada perbincangan apapun diatas motor yang kini sedang melaju ke tempat mie ayam langganan Bara. Kanara yang hanya terfokus pada hal-hal yang dilaluinya selama perjalanan, dan Bara yang sesekali tersenyum dibalik kaca helm-nya kala ia sesekali mencuri pandang pada Kanara yang hanya duduk diam diboncengannya melalui kaca spion motor.

'Cantik.'


Bara

'Cantik.'

Aku yang membantin kagum melihat makhluk indah ciptaan Tuhan sedang asik dalam diamnya. Sesekali gerak bibirnya melantunkan lirik-lirik lagu yang sedang didengarnya tanpa suara. Sedang duduk manis diboncenganku. Tak ada perbincangan selama aku menjalankan sepeda motorku menjauhi gerbang sekolah. Hingga sampai pada lampu merah pertama, kusandarkan lengan-ku pada kaki kiri-nya, berbalik badan, berbasa-basi bertanya padanya.

"Temen lo kemana Ra?"

Tahu akan gerak bahasa tubuhku yang sedang mengajaknya berbicara, dengan senang hati dilepasnya earphone yang tersangkut pada telinga kiri-nya.

"Kenapa Kak?"

"Temen lo kemana? Kok gak barengan tadi?"

"Ooh Hilda? Gak masuk, sakit."

"Oooohh."

"Kak, ijo."



S A G ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang