|13

589 81 0
                                    

Hari demi hari berlalu, selesai sudah tugas Kanara sebagai seorang siswa. Sebentar lagi dirinya akan menyandang status sebagai seorang mahasiswa.
Begitu senangnya, hal-hal yang dibayangkannya ketika nanti menjadi mahasiswa begitu terasa menggelitik perutnya, geli.

Sedang asik membereskan barang-barangnya untuk dibawa ke tempat perantauannya ke dalam koper dan beberapa kotak kardus, Tara adik Kanara masuk menghampiri Kanara di dalam kamarnya.

"Bajunya dibawa semua tuh? Udah kayak orang mau pindah gak bakal pulang-pulang kak." Tanya Tara sambil mendudukkan dirinya di atas ranjang Kanara.

"Ini namanya sedia payung sebelum hujan."

"Emangnya itu baju gak bakal kakak cuci?"

"Iyaa yaa Dek..."

"Terus entar kalo pulang, kakak mau pake baju apaan di rumah?"

"Idih... belom juga pergi udah mikirin pulangnya aja kamu. Ciiiee kamu sedih yaa Dek, kakak tinggal?" Goda Nara pada adiknya.

"Engga ya! Tara malah senenglah, gak ada yang ngomel-ngomel lagi."

"Keluar!"

"Hahhahhahah. Novel 'Harry Potter'nya jangan dibawa juga kak." Sembari keluar dari kamar Kanara, Tara berpesan dengan sedikit berteriak ketika menuruni anak tangga.


"Kak, nanti kalo udah sampe langsung telpon Bunda atau engga Ayah yaa."

"Iyaa Bunda..."

"Kalo ada apa-apa langsung kabarin Bunda."

"Iyaa..."

"Terus..."

"Iyaa Bunda... iyaaa."

Hari itu Kanara sendiri berangkat ke kota tempat dimana ia akan bermukim untuk beberapa tahun kedepan.
Setelah berjanji dengan Hilda untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi yang sama, nyatanya hanya Kanara yang lolos di universitas yang mereka inginkan. Dan Hilda lolos di universitas pilihan ketiganya.

"Kak..." dengan sedikit berteriak bunda mendekatkan tangannya ke telinganya dengan gestur layaknya sedang menelpon kepada Kanara. Dan dibalas dengan anggukkan oleh Kanara, tanda ia paham dengan apa yang di maksud oleh bundanya.


Dengan telinga tersumpal earphone Kanara asik memandangi pemandangan di luar jendela. Kereta sudah cukup jauh meninggalkan stasiunnya. Lorong-lorong kereta dipenuhi para penumpang yang sebagian besar diisi oleh para mahasiswa yang akan kembali ke kota masing-masing, tempat mereka menimba ilmu.

Dengan sebungkus snack keripik kentang yang dibawanya, Kanara masih asik dengan pemandangan di luar jendela yang masih menampakkan lalu-lalang jalanan.
Tak terasa tiba di stasiun pemberhentian pertama. Sebagian penumpang baru saja memasuki gerbong kereta. Dengan tas punggung besar yang sangat khas dengan tas gunung, sekelompok laki-laki melewati gerbong dimana kursi Kanara berada. Hingga dibarisan paling akhir, seorang laki-laki tinggi meletakkan carrier-nya di bagasi tempat meletakkan barang-barang yang berada diatas kepala para penumpang. Di samping laki-laki itu dari arah berlawanan seorang laki-laki dengan tas ransel sedang juga meletakkan tas-nya ditempat yang sama.


Seminggu sebelum keberangkatan, ada sebuah notifikasi chat masuk di hp Kanara. Nomor asing dan tanpa display name yang tertera, Kanara membuka chat tersebut.

+62xxxx : haii, kanara? aku intan... kakak kelas kamu di SMA. Aku mau ketemu sama kamu bisa?

Kanara : kak intan yg mana yaa?

+62xxxx : intan pacarnya saga....

Kanara : oh... iyaa kenapa yaa kak mau ketemu aku?

+62xxxx : ada yg mau aku sampein. Bisa?

Kanara : bisa kak

Entah apa yang merasuki Kanara sehingga akhirnya mengiyakan ajakan Intan untuk bertemu, perempuan yang pernah membuatnya patah hati dulu.


"Hai... aku Intan. Kamu Kanara kan?"

"Iyaa kak..."

"Maaf yaa aku minta ketemuan sama kamu, padahal kita gak kenal hehhe."

"Iyaa kak, gak apa-apa. Kenapa yaa kak?"

"Oh, kamu buru-buru yaa?"

"Iyaa kak, ada janji lain juga soalnya. Hehhe."

Berbohong, saat yang tepat untuk berbohong menurutku. Disaat aku tak ingin berlama-lama dengan seseorang yang telah membuatku patah hati. Bagaimana bisa aku dengan seksama asik mendengarkan kata-kata yang akan disampaikannya.

"Ooh, yaudah. Ini aku cuma mau titip ini buat Saga. Tolong kasihin ke Saga yaa..."

"Kok dititipinnya ke aku?"

"Iyaa, aku denger kamu masuk di kampus yang sama kayak Saga. Aku tau dari Hilda. Aku gak ada temen yang kuliah disana soalnya."

Ah, iya Hilda berada di ekstrakulikuler yang sama dengan kak Intan. Aku hanya tahu wajah kak Intan, tanpa pernah tahu siapa namanya.
Saat aku tahu Saga berpacaran dengan kak Intan, aku pun tidak memberitahu Hilda, bahwa teman dari ekskul-nya yang menjadi kekasih Saga.

"Kenapa gak langsung di kirim aja kak ke Saga?"

"Hhmmm gak apa-apa. Aku sekalian mau titip pesan juga buat Saga, gak apa-apa yaa?"

"Ooh iya kak, gak apa-apa..."

"Iyaa, tolong bilang ke Saga. Aku udah maaf-in dia. Aku gak nyalahin dia sama sekali kok, kalo emang dia gak punya perasaan ke aku."

"Kak Intan... sama Saga....??"

"Iyaa, kita udah putus." dengan sedikit tersenyum Intan melanjutkan. "Waktu itu Saga bilang kalo dia cuma anggep aku temen aja. Dan dia nge-iyain ajakan aku buat pacaran karena ngerasa gak enak kalo nolak aku. Hahah, Saga sebaik itu emang anaknya."

Dengan tawa yang terisyaratkan ada keperihan didalamnya, aku bisa merasakan bagaimana sakit hatinya seorang Kak Intan yang perasaannya tak berbalas. Seperti apa yang aku rasakan, dengan satu orang yang sama.


"Halo???"

"Ga, tiket kereta lu yang jam berapa? Barengan dong."

"Jam 5 sore."

"Seat?"

"Seat D-6."

"Oke sip, gua booking tiket dulu."

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
S A G ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang