2 - [Baby]

4.9K 443 11
                                    

Jangan lupa vote dan komennya

Typo : Anugerah

Happy Reading

***

Beberapa waktu berlalu dari saat Jaemin bertemu dengan Mark. Jaemin menghela nafas, kepalanya terasa sakit dan berdenyut akhir-akhir ini banyak pikiran yang merasuki kepalanya.

"Kau baik baik saja? Lembur lagi? Sudah kubilang jangan bekerja terlalu keras.." Sebuah suara terdengar masuk ke telinganya.

Jaemin mengangkat kepalanya, hidungnya mencium wangi teh yang membuat kepalanya terasa lebih baik. Senyumnya terkembang, "Terimakasih, Renjun.."

Jaemin menyeruput teh itu pelan, menyesapnya perlahan, menikmati sensasi hangat yang mengalir di tenggorokannya. "Jika aku tidak bekerja keras bagaimana hidup Jisung? Dia pasti tidak bisa hidup nyaman.." balas Jaemin sambil menatap cangkir tehnya.

Renjun menghela nafas, "kau masih bisa menggunakan warisan butik milik ibumu.. kenapa kau tidak menggunakannya dan malah bekerja kantoran?" Tanya Renjun bingung, dari suaranya Jaemin tahu Renjun kesal karenanya.

"Karena aku tidak berbakat dibidang itu, Renjunie sayang.. jika iya aku meneruskan butik itu, Butik itu justru akan bangkrut.." balas Jaemin dengan senyumnya. Renjun berdecak kesal.
"Kalau begitu biar aku yang mengurusnya.." cetus Renjun.

Jaemin terdiam, mengangguk angguk. Ide bagus.. "Tapi jika kau mengurus butik milik ibuku, bagaimana dengan cafe ini?" Tanya Jaemin bingung.

"Aku bisa menyerahkan pada Yangyang... Dia menganggur kok atau Haechan.. kecuali kalau kau mau menyerahkan butik ke Haechan dan aku tetap di Cafeku.." Renjun tersenyum manis.

Jaemin refleks menggeleng.

Senyum Renjun melembut. "Biar aku yang mengurus butik ibumu. Makanya, Jangan terlalu keras pada dirimu ya? Kau bisa berhenti bekerja dan kembali kuliah.."

Jaemin kembali menggeleng tidak setuju. "Tidak, itu artinya aku menyerahkan hidupku padamu.. Aku tidak suka dengan hal itu, kau tahu sendiri.." balas Jaemin.

"Bukan, tentu saja bukan.. aku yang bekerja padamu, ini butik bisa dikatakan milikmu makan otomatis keuntungannya akan masuk kedalam rekeningmu.." jelas Renjun.

Jaemin menghela nafas, "Maaf, Renjun.. aku akhir akhir ini sedikit kacau.."

Renjun hanya bisa terdiam untuk sesaat menatap sahabatnya dalam, "Aku akan kembali ke dapur, nikmati makananmu.." Renjun menyodorkan sepiring kue kering untuk menemani secangkir teh milik Jaemin.

Jaemin mengangguk, tersenyum. "Terimakasih lonjon-ssi"

Renjun melotot. "Renjun, Jaemin! Renjun!" Renjun mengoreksi lalu berlalu dengan mulut mengerucut sebal. Cengiran muncul di wajah Jaemin. Selalu menyenangkan menggoda si kecil itu.

Ponselnya bergetar, menampilkan nama Mark di layar ponselnya. Baru saja ia melupakan orang ini karena kesibukannya, Orang ini muncul membuat Jaemin mengingat semuanya, Termasuk perjanjian mereka.

Jaemin menarik nafas, mari kita mulai. Jaemin menggeser tombol hijau.

"Halo?" Sapanya malas.

'Aku belum mendengar dokter membawa hasil pemeriksaanmu. Kau belum pergi ke dokter?' tanya Mark di ujung sana.

Oh, dokter yang Mark rekomendasikan karena dia adalah kenalan Mark. Membuat Mark bisa memantau tubuhnya? Begitu?

"Aku tidak punya keluhan apapun, kenapa harus pergi ke dokter?" Jaemin menyuapkan potongan biskuit ke mulutnya.

Responsibility [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang