Part 12. Luka Gus Rayhan

15 3 0
                                    

"Betapa indahnya jika kamu surga dan takhta cintaku, Gus." Keinginanku untuk menjadi istri Gus Rayhan semakin menggebu saat tak sengaja melihatnya mengaji di kamar.

"Shodaqallahul a-zim." Gus Rayhan menutup kitabnya, mengakhiri mengaji, lalu mengusap wajah. Masih kuamati dengan baik paras tampan dan sederhananya dalam balutan sarung putih dan baju koko serta kopyah hitam. Hingga terdengar suara serak Abi.

"Bagaimana dengan keinginanmu mengkhitbah Nora, Nak?" Suara Abi terdengar jelas.

"Dia menyetujuinya, Abi, tetapi setelah agenda satu bulan ini selesai." Gus Rayhan beranjak duduk ke tepi ranjang, di samping Abinya.

"Alhamdulillah, jaga kesuciannya, ya, Nak." Gus Rayhan mengangguk sembari tersenyum. Sedangkan aku sedari tadi mengintip dari pintu yang terbuka sedikit.

"Iya, Abi. Aku bahagia kalau Ning Nora jawaban dari semua doaku selama ini. Siapa pun dia nantinya, hatiku tetap memilihnya," ucap Gus Rayhan dengan mantap, sungguh sebuah kebanggaan bagiku dicintai pria taat agama dan baik sepertinya.

"Abi senang kamu tidak lagi terbayang masa lalu, tapi saran Abi jika benar dia Ning Naura, putra Ustaz Ravi, akan lebih baik jika diberitahu. Maksud Abi kalau memang lupa ingatan coba kembalikan ingatannya secara perlahan. Bagaimana pun masalah di masa lalu harus diselesaikan," tutur Abi yang membuatku menunduk.

"Apa benar aku lupa ingatan? Apa yang terjadi di masa lalu?" Pertanyaan itu selalu singgah di benakku sejak pertama menginjak pesantren ini.

"Rayhan paham Abi, tetapi tidak mudah untuk menerima masa lalu itu. Jadi, Rayhan serahkan kembali ke Ustaz Ravi dan Ning Nora serta Allah." Mendengar jawaban dari Gus Rayhan aku tersenyum puas, tetapi kalimat berikutnya membuatku tercengang.

"Tapi, Bi, ada keraguan di hati Rayhan tentang Ning dan pria yang dicintainya sekarang, Nazil."

Deg!

Jantungku terpompa lebih cepat rasanya mendengar itu, aku tak bisa mengelak dari kebimbanganku selama ini. Walau aku ingin sekali membina rumah tangga secepatnya dengan Gus Rayhan, tetapi di hatiku masih ada Nazil yang tak bisa dihilangkan.

"Ada apa? Ceritakan ke Abi, Nak."

"Empat tahun bukan cinta yang lemah bagi seorang perempuan, Bi. Rayhan sendiri mendengar ketulusan dan dalamnya cinta Ning Nora kepada Nazil selama itu."

"Nak Nora sendiri yang mengatakannya?" tanya Abi, tetapi mendapat gelengan dari Gus Rayhan.

"Nazil sendiri," jawabnya yang membuat Abi menarik napas, lalu mengembuskannya kasar. "Tapi, Bi, Ning Nora juga pernah mengatakannya kepadaku secara tidak langsung."

"Rayhan," panggil Abi dengan lembut sembari merangkul pundak putranya.

"Bi, motivasi terbesar Ning Nora menempuh pendidikan hingga meniti karier adalah Nazil. Waktu itu, saat di rumah sakit kami sempat berbincang."

"Nazil menjauh untuk menjaga Ning Nora, begitu pula yang diterapkan Ning Nora sekarang. Dia memperlakukan Rayhan seperti Nazil memperlakukannya."

"Sungguh, bukan seperti itu maksudku, Gus." Ingin sekali aku menjelaskan, tetapi niat hati tak sampai. Hanya kugelengkan kepala, lalu memilih pergi dari sana. Hingga sampai di halaman luas dalem yang sejuk.

Sedikit menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya, tak lupa merentangkan tangan dan memutar badan guna menghilangkan lelah. Lega rasanya. Aku memandang sekitar, hingga sebuah tangan menepuk pundakku.

"Mbak Nora!" Suara Nur mengagetkan, sontak aku menatapnya tajam dan memasang wajah kesal.

"Kamu ini! Dari mana saja? Saya sudah bosan tahu di dalem mulu enggak ada yang diajak bercanda," omelku sembari mengerucutkan bibir.

Cinta Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang