Binar bersandar pada pintu kulkas. Jantungnya berdebar bukan main. Tidak cukup Nanda saja yang membuatnya hampir kehabisan napas kini kedatangan sekelompok ibu-ibu yang bahkan belum sempat dia hitung berapa jumlahnya membuat dadanya sesak. Entah apa maksud dan tujuan para tamu itu tapi yang pasti Binar harus menghindar.
"Dek buatin minum, ya." Nanda muncul di ambang pintu.
"Berapa orang?" Tanya Binar. Tidak hanya untuk mempersiapkan berapa jumlah minuman yang harus disediakan tapi juga untuk menghitung seberapa mental yang harus dimilikinya.
"Sepuluh." Nama mengangkat kedua tangannya. Binar tercekat mendengarnya.
"Oke."
"Bang nanti ambil minumnya ya." Kata Binar sedikit keras ketika Nanda meninggalkan dirinya.
"Kamu aja dek. Itu ibu-ibunya pada nanyain kamu kemana. Disuruh bergabung ke ruang tamu. Mereka bawa kue." Nanda menatap lurus kearah Binar kemudian berjalan cepat kearah perempuan itu. Nanda menaikkan kerah baju Binar lebih tinggi. Nanda mendengus ketika usahanya tidak begitu berhasil menutupi tanda-tanda yang dibuatnya. Bercak bercak merah dengan jumlah tak terhitung di sekitar leher dan dada atas terlihat jelas sekali. Mungkin mereka dapat mengatakan bahwa Binar digigit nyamuk atau sedang alergi kalau yang bertanya nanti adalah anak kecil namun naasnya yang mereka hadapi sekarang adalah ibu-ibu rumah tangga yang punya insting kuat dan pengalaman yang tak perlu diragukan lagi. Memberikan alasan klasik seperti itu jelas sama saja dengan bunuh diri.
"Coba dilepas aja ikatannya!" Perintah Nanda. Binar hanya diam tak mengerti dengan apa yang dilakukan dan dikatakan Nanda.
Melihat Binar hanya berdiri saja. Nanda menjulurkan tangannya kebelakang kepala Binar lalu menarik ikatan rambut perempuan itu hingga rambutnya terurai menutupi bahu. Nanda mencoba mengatur rambut Binar agar menutupi bagian leher dan dada atasnya. Nanda sedikit menjauh lalu tangannya menggapai wajah Binar. Memutar kepala perempuan itu kekiri, kekanan, mendongak dan menunduk.
"Abang kenapa sih?" Binar menghentak tangan Nanda. Dia kesal karena sedari tadi pria itu memperlakukannya seperti sebuah boneka. Nanda tidak menjawab tapi pria itu mengeluarkan ponsel dari saku celana lalu membuka fitur kamera depan kemudian mengarahkan pada perempuan yang berdiri di depannya. Tangannya mengangkat tinggi rambut Binar menunjukkan bagaimana penampilan istrinya itu.
"Kurang ajar!" Desis Binar.
" Aku punya turtle neck kalau kamu mau."
"Aku disini aja."
"Nanti mereka akan lebih curiga."
"Ini salah Abang. Kelakuan Abang berlebihan."
"Sekarang ga ada waktu untuk berdebat. Kalau kamu mau pakek bajunya biar aku ambilkan."
"Tadi ada yang liat aku pakek baju ini. Kalau ditanya kenapa ganti aku jawab apa? Lagian kalau pakek baju Abang takutnya perutku keliatan."
"Terserah kamu aja. Abang keruang tamu lagi." Ucap Nanda. Binar menekuk mukanya kesal. Nanda yang salah tapi kenapa dirinya yang harus menanggung semua kepentingan ini.
Binar meletakkan semua minuman di atas nampan. Setelah menggerai rambutnya kedepan Binar segera menuju keruang tamu. Menarik napas dia segera tersenyum lalu menyapa para tamu.
"Silahkan diminum, Tan." Binar mempersilahkan dengan ramah. Perempuan itu masih menunduk agar lehernya tidak kelihatan.
"Makasih, Bi."
"Iya, Binar pamit ke dapur. Mau masak bubur buat bang Nanda." Pamit Binar. Nanda sedikit kaget dan ingin melarang namun Binar telah lebih dulu mendelik kearahnya. Binar segera menuju dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Touch (Tamat)
Random"Buka mata kamu. Jawab sambil liat abang! Kamu hamil?" "Emangnya kenapa kalau aku hamil?" Binar mendongakkan kepala lalu membuka matanya. Mencoba menghilangkan rasa takut dan memberanikan diri menatap mata tajam Nanda. Namun sejatinya dia tidak send...