Ini adalah hari ke-17 sejak Binar membuka matanya. Agak sedikit mengecewakan bagi perempuan itu. Tuhan berkali-kali menipunya dengan kematian. Ini entah sudah ke berapa kalinya dia memohon agar dia tidak lagi di dunia yang sama ketika membuka mata. Tapi tetap saja dia selalu terbangun dalam keadaan yang sama. Kecewa. Karena pada dasarnya apa yang dia inginkan adalah semua yang dilaluinya hanya mimpi dan dia akan baik-baik saja saat dia terbangun. Kembali ke saat di mana dia sedang meniup angka ke 18 di atas kue ulang tahunnya. Tapi nyatanya dia harus menghabiskan usia 18 dengan tragedi yang membuatnya ingin mati setiap saat.
Binar terus memasukkan semua pakaiannya dalam koper. Nanti sore dia akan berangkat ke Jakarta. Tinggal bersama adik ayahnya yang bekerja di sana. Hal yang rencananya akan dilakukan berbulan-bulan yang lalu nyatanya baru bisa dilakukan sekarang. Harusnya dia sudah berada di Jakarta berbulan-bulan yang lalu. Seandainya Nanda tidak datang kerumahnya malam itu. Tidak, seandainya dia tidak mempersilahkan Nanda mampir di rumahnya dan mengakhiri mimpinya sendiri dengan dua garis di testpack. Sangat mengecewakan.
Binar menghentikan kesibukannya mengemas segala benda yang akan dibawa ke Jakarta. Menghampiri tempat tidur dan membaringkan tubuhnya dengan hati-hati di kasur. Bekas jahitan di perutnya masih sakit begitupula dengan bagian dalam perutnya. Seluruh organ di sana terasa bagai saling memelintir hingga luka. Tapi daripada perutnya ada tempat lain yang lebih sakit. Tepat berada di dadanya. Tepat di hatinya. Tapi Binar sendiri tidak dapat memastikan apakah ketika dia sedang dalam keadaan seperti ini organ kecil itu yang benar-benar sakit atau itu hanya perumpamaan saja tapi yang pasti dia merasa sakit hingga sesak dan berakhir dengan jatuhnya bulir-bulir kecil dari kedua matanya.
Rasa sakit di berbagai bagian tubuhnya itu membuatnya perlahan masuk dalam tidurnya. Tidak menyadari kehadiran sosok lain membuka pintu kamarnya pelan lalu menghampiri tempat Binar berbaring. Nanda menatap Binar yang tertidur. Mata perempuan itu sembab. Dua jalur basah di pipinya masih kelihatan. Ini adalah pertama kalinya dia melihat perempuan itu lagi setelah Binar di pindahkan ke ruang rawat dan mengatakan bahwa perempuan itu tidak ingin melihat dirinya lagi. Nanda bahkan belum sempat minta maaf dengan benar. Irna melarangnya menemui Binar baik ketika masih berada di rumah sakit maupun ketika Binar sudah dipulangkan ke rumah.
Nanda datang setiap hari kerumah mertuanya itu. Meninggalkan anaknya di rumah sakit bersama mamanya yang sudah kembali dari kampung halaman. Nanda ingin melihat Binar walau hanya sekali lagi saja. Namun dia selalu mendapat penolakan dari ibu mertuanya itu. Syukurnya hari ini setelah memohon berkali-kali akhirnya Nanda punya kesempatan menemui Binar untuk terakhir kalinya. Nanti sore perempuan itu akan pergi meninggalkan kota ini.
Nanda duduk di samping kaki Binar. Mencium satu persatu kaki perempuan yang disakitinya hingga luluh lantak itu. Berkali-kali. Kaki itu pernah membawa Binar mendekatinya. Kaki itu pernah membawa Binar lari darinya namun berakhir gagal karena terlalu kecil dan tak sanggup mengambil langkah lebih jauh melampaui langkah lebarnya. Kaki yang dia paksa berhenti untuk membawa Binar menempuh hidup yang lebih baik. Itu adalah kaki yang selalu dia kekang agar tak jauh dari tempatnya berada. Dan sekarang dia akan membiarkan kaki itu bebas. Membawa Binar jauh-jauh dari dirinya. Membawa Binar menuju hidup yang perempuan itu inginkan. Nanda berhenti ketika merasakan kaki Binar bergerak tak nyaman di tangannya.
Binar terbangun. Menatap Nanda yang berada di ujung tempat tidur. Binar menatap pria itu. Lurus tepat ke bola gelap di seberang sana. Nanda melakukan hal yang sama. Untuk beberapa saat kedua pasang mata itu saling terpaku. Mereka sama-sama diam. Membiarkan hanya mata mereka saja yang berbicara. Tatapan adalah respon paling jujur dari semua organ lainnya. Ada kekecewaan di mata Binar dan penyesalan di mata Nanda. Semua tumpah dalam satu tatapan itu. Ada dua hati yang saling bergelut di sana. Membagi semua cerita tentang rasa sakit dan kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Touch (Tamat)
Random"Buka mata kamu. Jawab sambil liat abang! Kamu hamil?" "Emangnya kenapa kalau aku hamil?" Binar mendongakkan kepala lalu membuka matanya. Mencoba menghilangkan rasa takut dan memberanikan diri menatap mata tajam Nanda. Namun sejatinya dia tidak send...