Part 18

33.2K 2K 29
                                    

Matanya kembali menyoroti beberapa kotak susu ibu hamil yang teronggok tak berdaya di lantai kamar. Merasa kesal, Binar kembali menendangnya menjauh. Sementara itu, perempuan itu semakin erat meremas notes kecil di tangannya lalu melempar kertas itu sembarangan.

Abang gak tau kamu suka rasa apa. Jadi Abang beli semua varian rasa. Minum teratur. Biar bayi kita sehat.

Beberapa penggalan kalimat itu ditulis tangan pada kertas putih yang dibuangnya tadi. Nanda sudah cukup nekat sekarang ini. Binar sama sekali tidak menduga jika pria itu berani menitipkan sebuah kotak berlapis kertas kado pada ayahnya untuk diberikan padanya. Walaupun sebenarnya Nanda telah memberikan benda itu pada orang yang tepat karena jika Nanda menitipnya pada Mirna atau bundanya maka kotak itu akan sampai ke tangannya dalam keadaan terbuka. Isi di dalamnya pasti akan langsung ketahuan oleh seluruh anggota keluarganya. Untungnya ayahnya bukanlah orang yang terlalu campur tangan atau penasaran terhadap hal-hal yang demikian.

Binar tidak suka Nanda memberi perhatian seperti ini. Akan lebih baik kalau Nanda bersikap tidak peduli. Dengan begitu dia akan lebih mudah membenci pria itu. Semakin membencinya.

"Kak....buka pintunya dulu!"

Terjengit kaget, Binar segera memungut semua susu yang berserakan lalu memasukkan kembali semuanya kedalam kotak yang dibalut kertas kado bewarna merah itu. Dengan paksa didorongnya kotak itu kebawah tempat tidur. Merasa semua sudah aman, Binar berjalan membuka pintu.

"Ada apa, Bun?" Tidak ada jawaban. Irna hanya menariknya menuju tempat tidur. Raut wajahnya terlihat gelisah.

"Kenapa sih, Bun?"

Semakin penasaran, Binar mendesak bundanya untuk segera mengatakannya. Tingkat ketakutan dan rasa was-wasnya semakin hari semakin parah. Binar selalu dihantui rasa takut jika orangtuanya mengetahui tentang kehamilannya itu.

"Eum, jadi gini. Bi..." Perkataan Irna terhenti saat pandangannya menemukan kertas kecil di dekat kakinya.

Binar mengernyit bingung. Namun matanya segera melotot ketika Irna menggapai note laknat yang dibuangnya tadi dengan tangannya. Belum sempat dicegah, wanita itu telah membacanya dengan suara keras.

"Abang gak tau kamu suka rasa apa," Selanjutnya Irna membaca tulisan itu dalam hati. "Perhatian sekali." Komentarnya sambil menimang-nimang kertas di tangannya itu.

Mampus Binar! Umpat perempuan itu dalam hati.

"Hahahah." Binar tertawa keras. Perempuan itu segera merebut kertas kecil itu dari tangan bundanya lalu melemparnya ketempat sampah.

"Apa itu?" Tanya Irna penasaran.

"Sekarang, aku lagi belajar nulis novel gitu, Bun. Eum... jadi kadang-kadang kalau ada ide yang mampir, aku iseng aja nulis dialog di kertas kecil-kecil gitu biar gak lupa." Binar sempat deg-degan saat menemukan raut tidak percaya di wajah bundanya itu. Namun Binar langsung bernapas lega ketika Irna hanya mengangguk dan memilih tidak mengulik lebih dalam.

"Tadi bunda mau bilang apa?" Binar segera mengalihkan pembicaraan.

"Bi, besok Rey mau kesini." Irna semakin gelisah.

"Woahhhhhh, seru dong!" Binar meloncat senang. Pasalnya kalau abang sepupunya itu datang mereka pasti akan mendapat banyak oleh-oleh dari Surabaya.

"Tapi Dian juga ikut." Irna melemparkan berita buruk pada Binar.

"Apa?"

"Iya Dian ikut juga. Mereka berdua rencananya akan nginap di sini selama empat hari. Abang mu itu ada tugas penelitian dari kampusnya yang harus dikerjakan di sini." Irna memberi penjelasan. Wanita itu menghela napas berat saat menemukan raut keruh di wajah anaknya.

Broken Touch (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang