Part 41

26.3K 1.6K 101
                                    

Nanda tertegun. Apa yang dilihatnya sungguh membuatnya sesak napas. Dia berkali-kali menelan ludah karena tenggorokannya kering. Dia seperti sedang menerima pukulan terberat dari Tuhan. Semua dosanya seperti sedang dipampang di depannya dalam bentuk malaikat kecil yang sedang terbaring dalam inkubator. Kecil dan rapuh hingga Nanda takut menatapnya lama-lama karena takut akan menghancurkan tubuh lemah itu.

Athaya Pradipta. Bayi itu terbaring lemah dalam inkubator dengan berbagai alat bantu hidup terpasang di tubuhnya. Terlahir prematur dengan usia baru 25 Minggu membuat bayi malang itu nyaris tidak hidup. Organ-organnya belum berkembang sempurna. Paru-paru, jantung dan hatinya belum mampu berfungsi dengan baik. Anaknya sulit bernapas, detak jantung selalu naik turun dengan mengkhawatirkan, belum lagi 'kuning' yang harus di keluarkan karena hatinya belum berfungsi dengan baik.

Anaknya sudah tidak dalam kondisi prima sejak dalam rahim dan kondisinya tak kalah mengenaskan setelah keluar dari perut ibunya. Nanda tidak akan menyalahkan Binar dengan kondisi anak mereka. Dia tidak akan menyalahkan Binar karena bayi itu harus lahir sebelum waktunya. Untuk selang di hidung, dada, lambung, kedua tangan dan suntikan antibiotik serta nutrisi di kaki kecil bayi itu adalah salahnya. Apa yang terjadi pada Binar dan anak mereka adalah salahnya. Ini salahnya.

Nanda melangkah keluar. Meninggalkan anaknya bersama belasan anak lainnya dengan kondisi yang sama. Nanda keluar dari ruang NICU, tempat di mana para bayi-bayi berusaha menolak mati. Semoga anaknya mampu, begitu juga dengan anak-anak lain yang ada di sana. Langkahnya ditujukan ke tempat lain. Nanda menghampiri ruang pemulihan. Ini sudah 13 jam tapi istrinya belum bisa dikeluarkan dari sana. Kondisi Binar tak kalah memperihatinkan dari anaknya. Perempuan itu belum sadarkan diri hingga sekarang. Istrinya itu butuh perawatan intensif dan pemantauan ketat dari dokter. Nanda sudah berkali-kali bolak balik antara ruang NICU dan ruang RR. Berharap mendapat kabar baik dari salah satunya.

Di depan ruang pemulihan duduk kedua orang tua Binar. Menunggu dengan raut cemas. Kedua orang itu melirik Nanda sekilas. Jelas ada udara dingin yang membelenggu di sana. Tidak ada yang membuka suara. Irna dan Suwardi kembali memfokuskan matanya pada pintu yang tak kunjung terbuka itu. Nanda pun serupa, hanya duduk dalam hening tanpa berani bersuara.

"Bagaimana keadaan bayinya?" Irna yang pertama kali membuka pembicaraan. Wanita itu masih emosi pada Nanda tapi dia juga khawatir dengan keadaan cucunya.

"Dia baik, Bunda. Dokter bilang organ tubuhnya sudah mampu menerima antibiotik dan nutrisi dengan baik. Dokter bilang akan lebih bagus kalau ditunjang dengan asi juga."

"Kita akan coba lagi setelah Binar sadar." Ucap Irna. Putrinya itu sama sekali tidak mampu memproduksi ASI. Trauma tubuh dan hormon yang kacau membuat kelenjar susunya tidak bisa berproduksi dengan baik padahal bayi itu butuh.

"Kalau bunda liat sekarang apa dikasih?" Tanya Irna. Mereka memang harus secara bergantian saat mendatangi ruang NICU karena pengunjung dan waktu kunjungan yang dibatasi cukup ketat. Irna sudah kesana sebanyak dua kali. Bukan main sedih hatinya saat melihat bayi kecil itu. Dia benar-benar ingin mengamuk pada Nanda. Namun perempuan itu juga sadar bahwa ini tak sepenuhnya Nanda yang bersalah. Putrinya juga ikut andil. Berbagai tindakan berbahaya yang dilakukan Binar untuk mencoba membunuh bayinya serta kelalaian dalam menjaga gizi, nutrisi, serta kesehatan bayi saat masih dalam kandungan mungkin berakibat fatal pada bayinya hingga terjadi hal seperti ini. Irna tidak bisa menampik bahwa putrinya terjebak dalam kondisi tidak menyenangkan hingga berimbas dengan tindakannya mengabaikan bayi itu. Tapi tetap saja saat melihat kondisi memprihatinkan bayi itu di dalam sana, Irna juga tidak bisa mewajarkan tindakan putrinya pada bayi malang itu.

Irna bangkit dari tempat duduk bersamaan dengan dibukanya pintu yang sudah mereka tunggui dari tadi. Ketiga pasang mata itu langsung saja menuju ke titik yang sama. Napas mereka tertahan ketika brankar didorong keluar. Binar terbaring di atasnya. Nanda menelan ludah ketika matanya menatap Binar. Perempuan kecil itu, Nanda benar-benar akan melepasnya. Setelah 13 jam menunggu Binar, akhirnya dia bisa melihat perempuan itu. Mau dilihat dari segi manapun jelas perempuan itu tidak pantas hidup dengan orang seperti dirinya yang hanya bisa menyakiti Binar.

Broken Touch (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang