Lisa benar akan keadaan Jennie. Ia merasa terganggu dengan kenyataan neneknya menelpon hanya untuk memberitahu kalau ibunya ada di sana dan ingin mengajak Jennie untuk makan malam. Padahal jika saja neneknya tidak menelpon, Jennie akan tetap berkunjung, tetapi sekarang, seolah rencananya telah dirusak oleh ketidaksukaan dirinya terhadap ibunya.
Jennie memejamkan kedua mata namun tidak kunjung terlelap, pikirannya berkutat, enggan untuk beristirahat. Ia memutar arah tubuhnya, memandang Lisa yang sudah terlelap, pasti Lisa bingung dengan perubahan sikapnya. Seharusnya Jennie tidak boleh seperti itu, pun selama ini ia selalu mencoba bersikap tenang setiap kali sedang bersama dengan teman-temannya. Namun entah mengapa saat bersama Lisa, rasanya berbeda, rasanya seperti ia siap untuk terbuka dengannya, menjelaskan semua hal yang nampak sulit untuk ia utarakan.
Setelah beberapa saat, Jennie memantapkan dirinya untuk bangun dari tempat tidurnya. Ia mengendap-endap berjalan mengambil jaket dan keluar dari kamar mereka. Ia menoleh ke arah jam tangannya yang menunjukkan pukul sebelas malam. Dirinya menelpon supir pribadi neneknya, berharap ia masih terjaga—dan kelegaan terpancar dari wajahnya saat panggilannya diangkat.
Jika ditanya apakah Jennie gugup, ya. Sudah dua tahun lamanya ia tidak mengunjungi neneknya. Jennie tidak pernah punya masalah dengan neneknya meski hubungan Jennie dengan ibunya sedang tidak baik-baik saja, tetapi kalau nenek Jennie menghubunginya hanya karena agar Jennie dan ibunya menghabiskan waktu bersama, Jennie tidak tahu harus bersikap seperti apa?
Selama ini ia memberikan perlakuan dingin kepada ibunya dan hal itu tidak akan berubah meski ia mengunjungi neneknya—kecuali jika ibunya bisa membawa kembali ayahnya yang kabur entah ke mana.
"Sudah sampai."
Lamunan Jennie disadarkan oleh supir pribadi neneknya, ia kemudian menoleh ke luar jendela mobil, memandang rumah mewah bernuansa minimalis. Dirinya kemudian keluar dari mobil dan berjalan perlahan ke dalam rumah. Sebelum ia sempat mengetuk pintu, dirinya sudah disambut oleh salah seorang kepala pelayan pria, juga dua orang pelayan wanita. Satu diantaranya meminta izin untuk mengambil jaket yang dipeluk Jennie, dan yang lainnya mengantar Jennie menuju lantai dua.
Dirinya langsung disambut oleh ruangan dengan jendela lebar yang menghadap langsung ke arah pantai Jeju. Ia dipersilakan duduk oleh salah satu pelayan di sana, namun, alih-alih duduk, ia justru berdiri memandang langit di malam hari yang kosong tanpa ada bintang.
"Jennie, kau datang," ucap nenek Jennie dari arah belakang. Merentangkan kedua tangan dan memeluk cucu semata wayangnya.
Jennie membalas pelukannya, "maaf aku terlambat," ujarnya sedikit menyesal.
Neneknya kemudian melepas pelukan dan menggeleng cepat, "tidak apa, kau sudah makan?"
"Sudah"
"Jennie"
Jennie seolah enggan menoleh ke sumber suara, mengetahui dengan jelas siapa orang tersebut. Namun dihadapan neneknya, ia berusaha untuk bersikap dewasa. Maka ia menoleh ke arah ibunya yang baru saja tiba di lantai dua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky We Met [JENLISA] [GXG] [BAHASA INDONESIA / ID]
FanfictionLisa si ceroboh dan berantakan, hobinya makan permen asam dan gummy bear, bertemu dengan Jennie si perfeksionis. Keduanya memiliki kebiasaan yang saling bertolak belakang, namun harus tinggal bersama selama 6 bulan di sebuah villa di Pulau Jeju, tem...