Part 3: Bertemu

2.8K 368 16
                                    

Jika ditanya apakah Lisa antusias akan keberangkatannya ke Pulau Jeju, tentu saja jawabannya tidak. Ia bahkan ingin waktu berjalan lebih lama dari biasanya—tetapi justru sebaliknya.

Sepekan berlalu, ia akhirnya akan berangkat, bahkan sekarang sudah berada di ruang tunggu keberangkatan. Ingatannya masih sangat segar ketika ibunya memeluknya tadi. Jisoo pun demikian. Jisoo bukan orang yang senang menunjukkan emosi dan perasaannya, tetapi tadi, Jisoo memeluk Lisa erat, seolah Lisa akan pergi dan menetap di Pulau Jeju untuk waktu yang lama.


Tak lama kemudian, panggilan boarding pesawat yang akan dinaiki Lisa telah terdengar. Lisa melirik lagi tiket pesawat yang berada dalam genggamannya untuk melihat nomor bangku tempat ia akan duduk. Ia kemudian beranjak dari duduknya dan mulai mengantri.

Lisa bukan orang yang suka terlambat, ia tidak suka membuat orang lain menunggu. Menurutnya, menunggu itu adalah hal yang paling menyebalkan—maka dari itu, ia selalu menghindari datang terlambat.

Berhadapan dengan petugas bandara, ia meminta Lisa untuk mengeluarkan kartu identitas dan menyerahkan tiket untuk diperiksa. Ia mematuhi hal tersebut dan segera menaiki pesawat.

Saat ia hampir sampai pada baris bangku yang ia akan duduki, ia sudah dapat melihat seorang wanita yang sudah duduk dekat jendela. Memandang arah luar, belum menyadari kedatangan Lisa.

Baru lah setelah Lisa menaruh tas di atas kabin, wanita itu kemudian menoleh, "uh, sorry"

Lisa kemudian memandang wanita tersebut setengah kebingungan. Seolah tahu apa yang Lisa pikirkan, wanita itu kemudian membuka kedua belah bibirnya, "maaf, seharusnya kau yang duduk di dekat jendela"

Mengingat wanita tersebut seperti lebih menyukai duduk di dekat jendela, Lisa kemudian tersenyum dan menggeleng pelan, "tidak apa, kau saja"

Wanita bermata cokelat tua itu memandang Lisa dengan tidak enak hati, "benar, tidak apa?"

Lisa segera mengangguk, lalu mengambil duduk di sampingnya.

Wanita itu kemudian mengulum senyumnya dan mengatakan, "terima kasih"

"Sama-sama"

Beberapa saat kemudian, pesawat telah terisi penuh dan siap untuk take off.

Lisa melirik ke arah jendela, ia lalu menghela napasnya pelan. Ia memperhatikan wanita yang duduk di sampingnya, memandangi awan dengan tenang—Lisa bersumpah, ia bahkan memergoki wanita itu mengulum senyum tipisnya, menikmati pemandangan indah di luar sana.

Jika ditanya apakah Lisa suka duduk dekat jendela pesawat, tentu. Itu merupakan tempat favoritnya. Ia bisa memandang putihnya awan dan birunya langit. Lisa suka ketenangan, dan berada di atas awan seperti ini, menenangkan dirinya. 

Jika saja ia bisa terbang...

"Awannya bagus," cetus wanita itu. Masih memandang ke arah jendela.

Lisa tertegun sejenak, terlebih saat wanita itu menoleh memandang Lisa.

"Ah, iya... kau suka awan?" tanya Lisa. Entah ia bodoh, atau memang ia polos.

Wanita itu mengangguk, "ya. Jika saja manusia bisa terbang," ungkapnya.

Lisa terkekeh, karena hal itu baru saja terlintas dalam benaknya.

Keduanya kembali terdiam. Lisa bukanlah orang yang senang basa-basi dan sepertinya wanita itu pun demikian. Setelah percakapan singkat mereka, tidak ada satupun diantara keduanya yang kembali memulai percakapan.

Lisa memasang earphone pada kedua telinganya dan mendengarkan playlist yang ia buat. Ia sudah tidak peduli lagi dengan sekitarnya dan memutuskan untuk memejamkan kedua matanya.

——


Waktu berlalu, mereka akhirnya sampai di Bandara Internasional Pulau Jeju. Setelah pramugari pesawat mengumumkan kalau mereka sudah bisa turun dari pesawat, satu persatu penumpang mulai berjalan keluar. Wanita yang duduk di samping Lisa menoleh ke arah Lisa yang masih terlelap tidur sambil mendengarkan musik.

"Hey..."

Diguncangkan sedikit tubuh Lisa, mencoba membangunkannya, untung saja Lisa mudah dibangunkan. Perlahan ia membuka kedua matanya dan segera terbelalak saat mengetahui kalau pesawat sudah hampir kosong.

"Maaf, aku ketiduran," katanya cepat.

"Tidak apa"

Lisa cepat-cepat berdiri dan mengambil tas ransel miliknya. Ia pun turut mengambil tas milik wanita itu dan memberikannya.

"Chanel. Selera yang bagus," ungkap Lisa.

Wanita itu terkekeh, sedikit tersipu, "ah, terima kasih. Tapi ini milik mamaku," jawabnya.

Lisa mengangguk, ia lalu berjalan perlahan, "selera ibumu bagus berarti"

Lisa tidak mendengar jawaban lain dari wanita itu, ia tetap berjalan menuju ruang pengambilan koper, diikuti wanita itu di belakangnya.

"Hey, sepertinya kita belum berkenalan?" ungkap wanita berambut hitam pekat itu kepada Lisa.

Butuh sejenak untuk Lisa melirik ke arahnya. Ia mencoba mengingat nama wanita itu namun ia gagal—ia tidak mengingat siapa wanita ini. Meski sekarang ketika ia lihat lagi, ia seperti pernah melihat atau bahkan bertemu dengannya. 

Namun, Lisa tidak ingin ambil pusing dan segera menjawab, "sepertinya begitu. Aku tidak ingat siapa namamu—dan aku tahu, ingatanku masih bagus."

Wanita itu terkekeh, ia lalu menjulurkan tangannya untuk berjabat, "aku Jen—"

Belum sempat wanita itu menyebutkan namanya, koper Lisa sudah tiba dan ia segera menariknya, "maaf, tadi siapa namamu?" tanya Lisa. Sekarang perhatiannya sudah tertuju pada wanita itu.

"Jennie. Jennie Kim."

Lisa terdiam. 

Jennie Kim?

"Jennie?"

"Iya"

"Aku Lisa. Kau ingat?"

Jennie terbelalak saat Lisa menyebut namanya, "kau... Lisa dari tim desain?"

Wajah Lisa terpancar, senyuman indahnya terlihat. Ia kemudian mengangguk cepat, "Ya! Ya Tuhan... pantas saja saat aku melihat dirimu, rasanya seperti tidak asing. Bagaimana bisa aku terlalu bodoh untuk tidak menyadari kalau kau adalah Jennie"

Jennie tertawa, tawanya melengking merdu masuk ke dalam kedua telinga Lisa.

"Wajar saja, kita hanya melihat satu sama lain melalui foto profil"

"Yeah..."

"Oh! Itu koperku!" Seru Jennie hendak mengambil koper Chanel yang ukurannya dua kali lipat dari koper milik Lisa.

Tanpa pikir panjang, Lisa segera meraih koper milik Jennie dan menarik koper tersebut, "wow..."

Seolah mengerti apa yang sedang Lisa pikirkan, Jennie mencetus, "berat ya? Aku tahu. Tapi mamaku..."

Lisa terkekeh, "tentu saja," timpalnya.

Jennie tersenyum, ia lalu mengulurkan tangannya karena tadi belum sempat bersalaman dengan Lisa. Lisa dengan senang hati menyambut tangan mungil Jennie.

"It's nice to finally meet you, Lisa"

"Nice to meet you, Jennie." Balasnya.

Lucky We Met [JENLISA] [GXG] [BAHASA INDONESIA / ID]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang