Ketika sedang jatuh cinta, segalanya terlihat sangat mudah dan sangat indah. Jennie belum pernah merasakan hal ini sebelumnya—tidak dengan orang-orang yang pernah menjalin hubungan dengannya. Lisa berbeda. Setidaknya menurut Jennie.
Bersama dengan Lisa, seperti dirinya sedang naik roller-coaster. Lisa dapat membawanya seperti sedang terombang-ambing—bukan dalam konotasi yang buruk. Jennie bahkan tidak bisa menjelaskan secara detail apa yang saat ini sedang ia rasakan. Satu-satunya kata yang ia yakin dapat ia katakan adalah, Jennie bahagia dan tidak ingin kebahagiaan tersebut hilang dengan cepat.
Jennie tahu, semua ini terlalu cepat, tetapi ia juga tahu kalau perasaannya dengan Lisa bukan perasaan yang timbul secara tiba-tiba dan akan hilang seketika. Bahkan mungkin tanpa ia sadari, ia sudah memperhatikan Lisa jauh sebelum mereka bertemu langsung dan kenal dekat—Lisa si anak baru dari tim desain.
Jennie orang yang mudah berkawan. Sebagian kecil dari dirinya selalu ingin coba mendekati Lisa—untuk mengenal dirinya lebih jauh. Dari hal kecil seperti pembuatan poster, hingga desain brosur. Kendati demikian, ia tidak pernah menyadari—tidak saat sudah mengenal Lisa, jika ia ingin lebih dari sekedar teman dengannya.
———
Lisa membaringkan tubuh Jennie seraya mengecup lembut kedua belah bibirnya beberapa kali. Keduanya seolah tidak perduli jika ada salah seorang pelayan di rumah nenek Jennie memergoki keduanya.
Saat Lisa mulai menjulurkan lidahnya, untuk dapat mengeksplor lebih jauh, Jennie membuka kedua matanya dan perlahan menarik dirinya. Kedua lengannya masih beristirahat di bahu Lisa. Lisa memandang Jennie heran, ia pun menarik dirinya dan duduk.
"Ada apa?" Tanyanya.
Jennie beranjak dan duduk berhadapan dengannya, "ini kali pertama"
Lisa tersenyum, "tidak apa-apa. Aku tidak keberatan"
"Ini kali pertama aku dengan wanita"
"I know, Jen. Yang aku heran, kenapa? Kenapa berhenti? Apa kau takut? Atau tidak nyaman? Atau—"
"Aku takut ini semua akan berakhir ketika kita sudah tidak lagi tinggal bersama" Tukas Jennie, memotong pertanyaan demi pertanyaan Lisa.
Lisa tersenyum lega. Ia lega saat Jennie tidak meng-iya-kan terkaan Lisa. Bayangkan jika ia mengatakan kalau ia tidak nyaman dan semua ini salah dan tidak seharusnya mereka melakukan ini—tetapi tidak. Jennie hanya takut semua ini tidak akan sama lagi, dan Lisa mengerti sangat jelas akan hal itu. Jika ditanya, ia juga terkadang memiliki kekhawatiran serupa karena Jennie belum pernah memiliki hubungan intens dengan wanita, tidak seperti Lisa dan Lisa juga memiliki ketakutannya sendiri akan hal itu.
"Aku juga memiliki ketakutan serupa denganmu"
Jennie menaikkan sebelah alisnya, kebingungan.
"Ini kali pertama aku menjalin hubungan dengan orang yang baru pertama kali menjalin hubungan dengan wanita. Bagaimana jika nanti kau akan kembali menyukai orang lain, laki-laki?"
"Oh... Lisa..."
"Jen, kita semua memiliki rasa takut. Tetapi alih-alih memikirkan hal terburuk, bukankah seharusnya kita bisa fokus dengan apa yang ada di sekitar kita? Fokus dengan orang-orang yang kita sayang. And gosh, I fucking like you that I care less about what is going to happen in the future—Karena aku ingin selalu bersamamu. Apakah aku gila? Mungkin. Tetapi aku tidak ingin mengganti semua ini. I am happy. Are you happy, Jen?"
Jennie menggigit bibir bawahnya. Tentu saja ia sangat bahagia dan Lisa ada benarnya. Untuk apa memikirkan hal terburuk, ketika ia sedang bahagia?
"Kau benar. Tetapi aku ini orang yang sangat overthink dan terkadang aku lupa diri untuk tidak terlalu memikirkan hal yang tidak seharusnya dipikirkan. Aku ingin bisa spontan sepertimu, aku ingin bisa selalu merasa aman-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky We Met [JENLISA] [GXG] [BAHASA INDONESIA / ID]
Fiksi PenggemarLisa si ceroboh dan berantakan, hobinya makan permen asam dan gummy bear, bertemu dengan Jennie si perfeksionis. Keduanya memiliki kebiasaan yang saling bertolak belakang, namun harus tinggal bersama selama 6 bulan di sebuah villa di Pulau Jeju, tem...