Jieun memasukkan potongan besar kesemek ke dalam mulutnya dan mengeluarkan ponsel. Pukul 9.10 malam. Pekerjaannya dimulai 20 menit lagi. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja dan ia tidak ingin terlambat.
Pipi Jieun disandarkan ke jendela bus yang dingin. Titik-titik air menempel di sana. Di luar gerimis ringan. Ia memperhatikan lampu-lampu jalan yang berjejer sembari memikirkan kejadian pagi tadi di kafetaria. Ia tidak melihat Jungkook lagi setelahnya.
Bus berhenti di halte yang kosong dan Jieun segera turun. Kelab tempatnya bekerja agak terpencil, tapi cukup ramai pengunjung setiap malam. Pintu depan terlihat belum dibuka sepenuhnya saat ia berbelok menuju pintu belakang. Kelab ini terbilang baru. Jieun sudah pernah bekerja di sini sebelumnya. Waktu itu, bosnya pergi keluar negeri dan ia diberhentikan untuk sementara.
Jieun sebenarnya tidak suka bekerja sebagai bartender di kelab. Ia tidak suka dengan tatapan melecehkan yang dilayangkan oleh beberapa pengunjung. Atau mereka yang menggodanya, atau berusaha menyentuhnya. Untungnya, bosnya cukup baik untuk tidak membiarkan pengunjung bertindak kelewatan terhadap para pekerjanya. Masalahnya, Jieun juga tidak punya pekerjaan lain yang gajinya lebih besar.
Jieun mulai menyusun gelas-gelas yang baru dibersihkan ke dalam rak. Ia mengelap meja bar, kemudian menempatkan beberapa buah yang sudah dipotong di masing-masing sudut. Ia berbalik untuk mengecek persediaan beberapa alkohol, memastikan ia tidak perlu pergi ke gudang untuk mengambil minuman lagi sampai shift kerjanya selesai.
"Satu gelas koktail, Nona."
"Baik, Tuan—" Jieun mendadak terdiam. Kepalanya berputar dengan cepat dan ia membelalak melihat sosok yang tidak ingin dilihatnya malam ini, tengah duduk santai di kursi sambil menopang dagu. Seulas senyum manis terukir di bibirnya yang robek di bagian bawah.
Jieun memperhatikan penampilannya yang tampak kacau. Rambutnya acak-acakan dan keringat mengalir di lehernya. Bagian atas kaos abu-abu dibalik jaket denim yang dipakainya tampak basah. Selain bibirnya yang berdarah, dia juga memiliki lebam samar di pelipisnya. Apa dia baru saja ikut tinju liar?
Jieun menahan dirinya untuk tidak bertanya ataupun terlihat peduli.
"Satu koktail, Nona Manis. Apa kau mendengarku?" ucap Jungkook dengan suara yang sengaja dimanis-maniskan. Ekspresinya datar. Iris hitam kelamnya menyorot langsung ke dalam iris cokelat terang milik sang gadis yang menatapnya dengan saksama.
"Kenapa kau di sini?"
"Ini kelab. Aku datang ke sini untuk minum dan ... bersenang-senang." Jungkook menyeringai saat mengatakan dua kata terakhir.
Jieun sama sekali tidak percaya. "Benarkah? Kukira kau tidak suka kelab murah seperti ini."
Jungkook terkekeh. "Oh, kau sangat mengenalku, Sayang," katanya main-main.
"Ya, aku sangat tahu betapa antinya seorang borjuis sepertimu datang ke sini."
Jungkook mendengus, ekspresinya terlihat seolah dia tersinggung dengan perkataan Jieun. "Aku hanya ingin minum. Jadi, kau tidak akan membuatnya?"
Jieun menghela napas pendek. Ia mulai mengambil gelas, beberapa botol alkohol, jus buah, dan telur. Dari sudut matanya, ia melihat Jungkook melepas jaket denimnya dan tiba-tiba meringis saat menarik tangannya. Jieun sekilas mendongak, tapi Jungkook sudah memasang wajah datarnya.
Ia menyodorkan minuman Jungkook yang telah selesai tanpa kata. Dia mengambilnya dengan tangan kiri, alih-alih tangan kanan seperti biasa. Jieun bisa menyimpulkan kalau tangannya pasti terluka lagi.
Jungkook mengangkat minumannya, tapi saat bibirnya menyentuh pinggiran gelas, dia kembali meringis. Kali ini Jieun melihat bagaimana wajahnya berkerut kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Love
FanfictionLee Jieun sempat berpikir kalau perjanjian yang ia lakukan dengan Jeon Jungkook hanya akan berlangsung singkat. Ia tidak pernah menyangka hubungan mereka akan menjadi lebih kompleks, terlebih ketika Jungkook membawanya kembali ke Busan. Lambat laun...