"Mereka bilang, nikmatilah hidupmu sebentar saja. Bahagiakanlah dirimu sendiri. Pedulikan perasaanmu. Cintai dirimu sendiri. Tapi bagaimana bisa aku melakukannya ketika duniaku seperti ini? Merana dan dipenuhi kesulitan?"
Sudut bibir Jieun tertarik membentuk senyum sinis saat dia meletakkan gelasnya di atas meja. Jungkook hanya diam, menanti apa yang akan gadis itu katakan selanjutnya.
"Menurutmu, kapan setidaknya aku bisa merasa bahagia? Aku tidak pernah mempedulikan diriku sendiri. Mereka selalu melihatku sebagai perempuan yang bisa menanggung bebannya sendiri. Tapi itu tidak benar. Tidak ada yang peduli-"
"Aku peduli," sela Jungkook cepat. Ia menegakkan tubuh dan menggeser meja kecil di antara mereka. Diraihnya kedua tangan Jieun dan Jungkook mengecup jari-jemarinya dengan lembut. "Aku peduli padamu, Sayang."
"Benarkah?"
"Tentu saja."
Bibir Jieun bergetar, matanya tampak berkaca-kaca. Jungkook menggeleng dan segera menangkup pipi Jieun. "Sudah, jangan menangis," ucapnya lembut, kemudian memberi kecupan seringan bulu di dahi, hidung, dan sudut bibir Jieun. Ia lalu menepuk puncak kepala Jieun dengan sayang. "Kau sudah berusaha keras."
Jieun meremat jemarinya. "Aku sudah berusaha keras?"
"Ya. Kau adalah gadis yang kuat dan pantang menyerah. Aku kagum padamu."
Wajah Jieun berubah sendu. Ia menunduk dan meremas kaosnya berulang kali. "Kau ..." ia bergumam, tapi tampaknya kesulitan untuk melanjutkan kata-katanya.
Hampir semenit berlalu, Jieun akhirnya mengangkat kepala dan menatap Jungkook. Tangannya terulur untuk menyentuh wajah Jungkook, mulai dari pipinya, hidungnya, turun menuju rahang, dan lehernya yang kuat. Jieun menghentikan gerakannya di sana, kemudian jemarinya berpindah ke bibir Jungkook yang terbuka.
Jungkook tak bisa menyangkal kalau ia suka saat Jieun menyentuhnya seperti ini. Ketika ibu jari gadis itu mengelus bibir bawahnya sampai ke tindiknya, napasnya berubah menjadi berat.
Ini pertama kalinya Jieun menjelajahi wajahnya dan ia ingin gadis itu melakukannya lagi.
Sayangnya sedetik kemudian, Jieun sudah menarik tangannya. Tapi di luar dugaan, Jieun justru memberinya kecupan ringan di leher. Bibirnya menyapu dengan sangat lembut hingga Jungkook tertawa karena geli. Jieun kembali mendaratkan kecupan di rahangnya, pipinya, dan terakhir bibirnya.
Jungkook tidak tahu apa yang Jieun lakukan, tapi ia menyambut ciuman gadis itu dengan bahagia.
Jieun menjauhkan wajahnya dan menghela napas. "Kau tidak tahu betapa aku ... betapa aku ..."
Betapa apa? Apa yang sebenarnya ingin Jieun katakan?
Jieun tidak kunjung melanjutkan kalimatnya, malahan kembali menunduk.
Jungkook mengangkat dagu Jieun. "Ada apa, Sayangku?"
"Tidak, aku hanya ..." Jieun menggigit bibir bawahnya, kemudian menggeleng. "Tidak, lupakan saja. Ayo pergi tidur."
Jungkook menghela napas dan mengangguk. Ia sebenarnya ingin tahu apa yang Jieun hendak katakan, tapi ia tidak ingin memaksa. "Baiklah, ayo." Ia membuka tangannya dan Jieun dengan riang melompat ke dalam pelukannya. Lengannya melingkari lehernya, sementara kakinya meliliti pinggangnya.
"Aku tidak terlihat seperti koala 'kan?" Tanya Jieun sambil membenamkan wajahnya di leher Jungkook.
Jungkook terkekeh. "Kau koala yang cantik."
Jieun merengut. "Aku bukan koala."
"Baiklah, kau bukan koala tapi kelinci, bagaimana?"
"Dan kau kelinci juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Love
FanfictionLee Jieun sempat berpikir kalau perjanjian yang ia lakukan dengan Jeon Jungkook hanya akan berlangsung singkat. Ia tidak pernah menyangka hubungan mereka akan menjadi lebih kompleks, terlebih ketika Jungkook membawanya kembali ke Busan. Lambat laun...