Adiknya bunuh diri dengan melompat dari jendela kamarnya.
Adiknya selalu memperhatikan pemandangan di luar jendela bukan untuk mengamati laki-laki yang sedang melakukan senam, tapi ... untuk rencana bunuh dirinya.
Itu bukan kecelakaan seperti apa yang dikatakan oleh Perawat Cha.
Sama sekali bukan.
Adiknya bunuh diri.
Jihyun telah meninggal.
Jihyun meninggalkannya.
Jihyun telah meninggalkannya ... untuk selamanya.
JIHYUN MENINGGALKANNYA UNTUK SELAMANYA!
Kalimat itu terngiang-ngiang dalam kepala Jieun seperti teriakan yang tidak ada habisnya.
Matanya menatap kosong ke arah pemakaman, di mana Jihyun baru saja dikuburkan.
Adiknya telah meninggal.
Udara terasa menghilang dan dadanya sesak luar biasa. Segala kenangan yang ia miliki bersama Jihyun terbayang-bayang di depan matanya, terasa seperti ratusan duri yang menusuk-nusuk hatinya.
Perasaannya hancur. Hidupnya sudah hancur.
Jieun menatap nama Jihyun yang tertulis di batu nisan dan rasa sakit terasa merobek dadanya.
Adiknya. Adiknya yang malang dan menderita. Kenapa ini harus terjadi pada Jihyun setelah semua kepahitan yang mereka lewati? Setelah tahun-tahun yang menyedihkan, apakah ia dan adiknya tidak bisa bahagia sebentar saja?
Jieun meremas pakaiannya, tubuhnya gemetar, merasa marah dan kecewa pada dirinya sendiri. Kenapa jalan hidupnya seperti ini? Ketika ia memperjuangkan kesembuhan Jihyun dengan susah payah, kenapa akhirnya seperti ini?
Rasanya begitu menyakitkan. Perjuangannya selama ini terasa sia-sia saja.
"Jieun."
Sebuah sentuhan lembut terasa di pundaknya. Jieun menoleh dan matanya kembali terasa perih saat melihat wajah Jungkook yang sendu.
"Jung ... adikku ... adikku ..."
Jungkook meraih tangan Jieun dan menggeleng pelan. Gadis itu berhenti bicara, tetapi tubuhnya semakin gemetar. Bibirnya cemberut dan matanya sembab karena menangis. Dia mencoba untuk terlihat tegar, tapi rasa sakit dan penyesalan yang terpancar di matanya tidak bisa disembunyikan.
Semua orang telah pergi setelah pemakaman Jihyun selesai, tapi Jieun masih tidak bergerak di tempatnya. Jieun meneleponnya beberapa jam yang lalu sambil menangis, ia tidak menyangka ini yang akan terjadi.
Gadis itu jelas begitu terpukul. Tampak rapuh dan tidak berdaya. Jieun tidak mengatakan sepatah kata pun saat pemakaman berlangsung. Matanya terus menatap kosong, bahkan ketika bunga telah diletakkan. Dia berusaha keras untuk tidak menangis lagi, meski tubuhnya gemetar hebat.
"Anginnya sangat kencang," gumam Jieun tiba-tiba, suaranya serak. Ia sudah menarik tangannya dari genggaman Jungkook dan menoleh ke arah lain.
Tidak ada semilir angin pun yang melewati mereka.
Jungkook menatap Jieun, tapi gadis itu langsung menundukkan kepalanya.
"Kenapa anginnya sangat kencang? Mataku sakit."
"Jieun—"
"Anginnya sangat kencang, Jung ..." gumam Jieun sekali lagi dan kali ini, Jungkook kehilangan kata-kata saat Jieun mulai terisak kecil.
Jieun buru-buru menghapus air matanya, tapi sedetik kemudian tangisnya kembali pecah. Wajah adiknya terus terbayang dan ketika ia menoleh ke arah pemakaman, pertahanan dirinya hancur sudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Love
FanfictionLee Jieun sempat berpikir kalau perjanjian yang ia lakukan dengan Jeon Jungkook hanya akan berlangsung singkat. Ia tidak pernah menyangka hubungan mereka akan menjadi lebih kompleks, terlebih ketika Jungkook membawanya kembali ke Busan. Lambat laun...