Blurb:
"Brakk!" aku terjatuh karena menabrak seseorang, itu karena salahku sendiri, mengapa juga harus lari-lari di koridor segala.
"Kamu tidak apa-apa," tanya seseorang yang tadi kutabrak.
"Aku tak apa, maaf sudah menabrakmu," kataku dengan rasa b...
Tak ada yang lebih indah selain cinta pada pandangan pertama _oOo_
Aku berlari kencang, di sepanjang jalan menuju sekolah baruku. Pagi itu, aku terburu-buru karena sudah terlambat. Sopir pribadiku juga sedang meminta cuti beberapa hari yang lalu, karena istrinya sedang melahirkan.
Tadinya, aku ingin memesan taksi, tapi diriku pikir akan lama menunggu nantinya. Karena itu kuputuskan untuk lari saja.
Saat di tengah-tengah perjalananku yang begitu melelahkan waktu itu, Tak terasa akhirnya aku sampai juga . sekolah baruku, hampir saja Pak Satpam ingin menutup gerbangnya.
“Tunggu Mang!, jangan di tutup dulu gerbangnya,” kataku memohon pada Pak Satpam, yang kupanggil Mang itu.
“Punten neng, waktosna lebet,”
“Tapi Mang, saya baru telat 30 detik saja mang, saya boleh masuk ya?,” kataku dengan memasang wajah memelas, agar Mamang itu membuka gerbang untukku. Dan pada akhirnya, ia pun luluh denganku.
“Terima kasih Mang!,” kataku dengan girang, Mamang itu hanya geleng-geleng kepala, melihat tingkahku.
***
Waktu itu, aku masih siswi SMA, sebagai siswi baru, aku bersekolah di SMA N BANDUNG. Waktu itu, aku masih kelas 10, hari pertama masuk sekolah masih terasa menyenangkan bagiku. Dan ini awal aku mengenalnya, dia ARHANKA PRAHADI. Aku dengar ia asli Jakarta, karena ayahnya dari sana. Tetapi ibunya asli Bandung. Kata orang ia baru pindah satu minggu yang lalu, itu yang kudengar.
“Brakk!” aku terjatuh karena menabrak seseorang, itu karena salahku sendiri, mengapa juga harus lari-lari di koridor segala.
“Kamu tidak apa-apa,” tanya seseorang yang tadi kutabrak.
“Aku tak apa, maaf sudah menabrakmu,” kataku dengan rasa bersalah.
“Tidak masalah,” katanya dengan tersenyum menatapku.
Ya Tuhan!, mengapa tatapannya seperti itu, dan lihat senyumannya, manis sekali!.
“Hai kamu kenapa?,” suaranya membuyarkan lamunanku.
“Oh maaf, tidak aku tak apa-apa,” kataku gugup, ia kembali tersenyum.
“Ya sudah aku Pergi dulu,” aku mengangguk dengan spontan, tanpa berkata sepatah kata pun, sampai lupa mengajaknya untuk berkenalan terlebih dahulu.
Aku menepuk jidatku sendiri, “Ya ampun!, harusnya tadi aku ajak kenalan dia,”
***
Saat, waktu seseorang itu telah pergi dari pandanganku, tiba-tiba seseorang memanggil namaku.
“Cita!,” aku tahu siapa orang ini pasti Rita, Rita adalah teman mainku sejak kecil dulu, dan kini sepertinya ia satu sekolah denganku.
“Rita, bisa tidak kalau memanggilku itu tidak perlu teriak seperti itu!,”
“Tidak tahu, aku belum sempat mengajaknya berkenalan,”
“Laki-laki?,” tanya Rita.
“Iya, bagaimana kau tahu,”
“Asal tebak saja,”
“Apa..., dia memiliki senyum yang manis?,”
“Tebakanmu benar lagi,” kataku.
“Ya Tuhan!, kau menabrak Arhan!,” kata Rita sedikit berteriak, tentu membuatku terkejut.
“Apa itu namanya?,”
“Iya, dia Arhanka Prahadi, pindahan dari Jakarta, Ayahnya asli sana, seorang pengusaha, dan ibunya, asli Bandung, dan seorang ibu rumah tangga,” jelas Rita padaku.
“Terus, kau mengapa tahu semua tentang dia?,” tanyaku heran.
“Kata orang,” jawab Rita sambil tertawa, tapi ya sudahlah tak penting Rita tahu dari mana, yang terpenting, aku sudah tahu namanya.
Saat, aku dengan Rita memasuki kelas baru kami, tiba-tiba diriku terkejut, dengan siapa yang kulihat, lelaki yang barusan kutabrak.
“Rit, itu bukannya orang yang kutabrak?,”
“Mana?,”
“Itu,” kataku sambil menunjukkan arah di mana ia berada.
“Wah, ternyata ia satu kelas dengan kita,” kata Rita sambil menggodaku, aku hanya memutar bola mataku malas melihat tingkah Rita.
***
Saat itu jam istirahat tiba, aku bersama Rita menuju kantin untuk sekedar membeli makanan atau minuman, kudengar semua siswi di yang berada di are kantin itu berteriak heboh, kutanya pada Rita apa yang sebenarnya terjadi.
“Itu ada apa ya Rit?,”
“Apanya yang apa?,”
“Orang-orang, mengapa pada heboh seperti itu,”
“Karena ada Arhan,” aku mengernyit heran.
“Arhan?,” Rita mengangguk menanggapinya.
“Iya, karena ia tampan jadi mereka pada heboh,” Rita menjelaskan.
“Oh,”
“Kau bilang Cuma oh?,” kata Rita tak habis pikir.
“Lalu aku harus bagaimana?, berteriak seperti mereka?,”
“Begitu juga boleh,” Rita tertawa.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.