Blurb:
"Brakk!" aku terjatuh karena menabrak seseorang, itu karena salahku sendiri, mengapa juga harus lari-lari di koridor segala.
"Kamu tidak apa-apa," tanya seseorang yang tadi kutabrak.
"Aku tak apa, maaf sudah menabrakmu," kataku dengan rasa b...
Seperti kalah sebelum berperang, itu yang sedang kurasakan _oOo_
Saat itu jam pertama KBM Sedang berlangsung, walau aku sudah mengenal beberapa teman di kelas, aku masih canggung berinteraksi dengan mereka. Hanya Rita yang kukenal, alhasil, aku duduk di bangkutengah, baris kedua, dan bersama Rita tentunya.
Waktu itu aku sedang mendengar wali kelasku menjelaskan materi. Tiba-tiba seseorang menghampiri ke arah mejaku. Dia Arhan aku bingung maksud ia menghampiriku. Ia hanya tersenyum memandangku, entah mengapa aku seperti terpana oleh senyumannya, tetapi aku berusaha menyembunyikan itu semua dan mencoba bersikap biasa saja.
“Lihat Cit, dia tersenyum padamu,” bisik Rita, sambil senyum-senyum sendiri.
“Diamlah Rit!,” kataku kesal, ia selalu saja heboh.
“Iya-iya, tapi nanti kalau kau menjadi kekasihnya, ceritakan padaku ya,”
“Terserah kau saja,” kataku mulai jengah.
Akan tetapi saat, teman-temanku melihat kejadian tadi, mereka menyorakiku dan Arhan. Aku sedikit malu, bagaimana tidak, satu kelas yang melihat itu semua.
Dan parahnya teman perempuanku yang kutahu bernama Anggi, dia memberi Arhan sepucuk kertas yang berisi nomor ponselku, pada Arhan. Aku kesal! Karena Anggi tak ijin dulu padaku. Tapi ya sudahlah, sudah terlanjur juga.
“Itu Anggi Cit, dia mau apa?,” bisik Rita padaku.
“Aku tak tahu,”
“Sepertinya ia memberi surat,”
“Sudahlah Rit, jangan ikut campur urusan mereka,” tegurku pada Rita.
“Baiklah- baiklah,”
***
Ketika jam istirahat tiba, aku lihat Rita berbincang dengan Anggi entah apa yang di perbincangkan aku tak tahu. Sepertinya Rita sedang marah pada Anggi. Karena semakin penasaran aku menghampiri mereka berdua.
“Rita, Anggi, ada apa dengan kalian, dan kau Rita kenapa seperti menahan marah?,” tanyaku heran.
“Tidak, aku tak apa-apa, aku hanya berbincang biasa dengan Anggi,” “Apa itu bebar Anggi,” aku beralih bertanya pada Anggi.
“Iya benar, ya sudah aku nau ke kelas ya,” katanya sambil tersenyum.
“Baiklah,”
Setelah Anggi pergi aku segera memaksa Rita untuk jujur padaku, aku tahu dia sedang berbohong.
"Jujur padaku Rit,"
“Jujur apa Cit,”
“Tidak perlu pura-pura Rita Andarina!,” kataku kesal.
“Aku hanya bertanya padanya Cit, tidak lebih,”
“Seharusnya kau tak perlu seperti itu,” kataku dengan menghela nafas panjang.
“Ya maaf Cit, aku kan hanya ingin tahu, kau juga kan?,”
“Tapi caramu salah Rita,” kataku, dan Rita hanya menatapku jengah.
***
Waktu itu, tiba-tiba aku ingin ke toilet, dan ketika di toilet aku bertemu dengan Anggi, ia tiba-tiba ingin berbicara hal penting padaku.
“Cita?, bisa kita bicara?,”
“Oh Anggi, bisa ingin bicara apa?,”
“Ini tentang di kelas, waktu aku kasih surat untuk Arhan, itu sebenarnya bukan surat,”
“Lalu?,” tanyaku.
“Itu isinya adalah, nomor ponselmu,”
Hampir saja jantungku loncat mendengar perkataan Anggi saat itu, “Maksudmu?,”
“Iya, aku minta maaf ya, aku pikir kalian berdua sangat cocok,”
“Duh, bagaimana ya, ya sudahlah, sudah terlanjur juga kan, semoga saja tak ada salah paham nanti,” Anggi tersenyum menanggapi ucapanku.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.