17

153 32 20
                                    

"Elllll! Elestaa!!" Lula melihat El dari jauh.
"Ya Allah, El. Lu ngapain dikuburan hampir tengah malam begini astagfirullah untung nih makam terang benderangnya ngalahin masa depan gue, masih banyak orang dagang didepan sono El. Lagian lu aneh - aneh aja" Lula sejujurnya merinding namun di pemakaman ini ramai karena berseberangan dengan lapangan, orang dagang pun masih banyak di pinggir jalan.

Lula tiba disebelah Elesta.
"El? Ini elu kan?"

"La.. " El manatap Lula dengan mata yang sudah bengkak.

"Heh buset lu kenapa? Ditinju Billy? Pantesan dia berdarah - darah. Lu diapain? El kita harus lapor polisi"

"Nangis, La. Bukan dianiaya" Untung saja El cepat menjawab. Lula sudah mengambil Hpnya ingin memaki Billy sebelum lapor polisi.
"Gue kangen banget sama ibu"

"Ibu gak suka lu begini. Pulang kuy, El. Gue serem lo kerasukan. Ayo pulang, nanti cerita ke gue ya" Bujuk Lula.

"Gue gak mau pulang ke apartemen dulu, pasti Billy bisa temuin gue disana"

Lula greget ingin bertanya apa masalahnya tapi minimal pergi dulu darisini.

"Lo bisa bawa mobil? Atau kita titip dulu?"

"Bawa aja. Beberapa hari temenin gue di hotel ya La. Trus ntar gue nginep rumah ayah"

"Kita kuliah juga Billy bisa nemuin kaliii" Heran Lula dengan Elesta.

Sampai di hotel, El meringkuk duduk dibalkon.
"Ini baju gue ada dimobil. Mandi El, gue cari makanan kebawah ya"

"Duduk sini, La" El menepuk sisi sebelahnya.

Lula sebenarnya iba, tapi ia yakin pasti El belum mengisi perutnya. Begitu panjang tutur cerita El pada Lula, semua kejadian ia ceritakan tanpa berkurang sedikitpun bahkan ia menunjukkan isi chatnya untuk Billy.

"Gue tanya sekali lagi. Lu sebenernya cinta Hanan gak?"

El menggeleng.
"Gue janji mulai saat ini gue bakal belajar buka hati untuk Hanan. Kasian dia gak tau apa - apa kalau harus gue sakiti dengan kata pisah tiba - tiba"

"Lu mutusin Hanan, cuma dia yang sakit hati. Keluarganya ntar aja belakangan. Nah kalau lu mutusin Billy  yang sakit bukan cuma dia tapi lu juga. Lagian dari awal cinta sama siapa, lamaran ama siapa. Kelamaan menata hidup sama ibu sampe menata hati jadi gamang lu kan? Gak pernah deket laki - laki, sekalinya deket pusing"

Mereka terdiam, dipecahkan suara riuh dari perut Lula dan El bersamaan.
"Tuh denger? Cacing lu aja pusing. Gue cari makan dulu sumpah gue gak mau mati meletoy disini karena kelaperan. Inget, El. Jangan coba - coba lompat dari balkon. Mandi buruan!" Lula menarik paksa Elesta agar masuk kedalam toilet.

-

-

-
Tak ada lagi pilihan Elesta.
Kalau dulu alasannya adalah Ibu, maka kini sudah tiada. Mau tak mau ia mengikuti apa kata Mira, tantenya.

Perihal kuliah, ia bisa melakukan transkip ke universitas di Sulawesi.

Pernikahannya dengan Hanan tentu sangat mudah mereka atur sendiri mengingat ini adalah tempat kelahiran dan keluarga Hanan semuanya ada disini.

Saat ini Hanan dan Elesta duduk di teras cafe karena sore tadi mereka mengendarai sepeda motor untuk keliling kota.
"Seru?" Tanya Hanan.

El mengangguk.
"Apalagi ini kopinya sedap betul"

Hanan memperhatikan wajah Elesta dengan seksama.
"Selalu cantik" Pujinya.

"Apa sih? Gak akan salting tau gak?"

"Iya - iya, Nona anti salting" Kekeh Hanan sambil menggenggam tangan Elesta.

"Eh apa nih?" Mendapat perlakuan demikian tentu El terkejut.

"Kamu sudah 100% cinta aku?"

El melepaskan genggamannya dan gugup. Ia lebih memilih memegang erat gelas kopi didepannya.
"Cinta akan tumbuh seiring waktu. Kita baru ketemu dan baru kenal, masih hitungan bulan. Emang gak yakin?"

"Aku selalu berusaha meyakini apapun yang sudah ku jalani termasuk kamu pasti mencintai aku dengan sangat"

"Turunkan sedikit percaya diri anda, tuan. Itu berlebihan" Batin Elesta tertawa kecil.

El mengangguk.
"Kita baru kenal, ketemu juga dalam sebulan paling cuma 2 kali. Komunikasi juga kalau kamu lagi disini jarang banget. Sama - sama sibuk juga kan? Kamu ngelamar saya padahal waktu itu kita belum genap sebulan kenal. Saya ulur jawaban, saya yakini bahwa kamu memang serius, saya lihat usaha kamu dan pada akhirnya saya terima lamaran kamu. Artinya saya juga kedepan akan ada effort untuk mencintai kamu kan? Jujur saya sulit, lebih ke canggung karena saya gak pernah pacaran, gak pernah mencintai dengan sungguh apalagi bucin. Jadi tolong kalau mengenai perasaan, jangan paksa saya harus detik ini cinta banget banget banget sama kamu ya"

Hanan mengerti, seperti cerita tante mira, ponakannya ini masih belum pernah pacaran, dekat dengan pria pun tidak karena dulu hanya ada Mila di hidup Elesta.

Billy resah, sudah 1 bulan lamanya ia mencari Elesta namun tak juga ketemu. Yang membuat ia semakin gila adalah kabar bahwa El sudah pindah ke luar kota. Semakin rumit saja rasanya hidup Billy.

Yang bisa Billy kejar saat ini hanya Lula.  Wen sudah lost contact, begitu juga dengan Alya. Elesta tau, Billy akan mencari informasi tentang dirinya pada kedua dokter itu sehingga dengan berat hati El memutuskan kontaknya dengan mereka.

"Saya gak tau, Dok. Beneran" Lula menggigit bibir bawahnya sambil berjalan sedikit cepat menuju parkiran.

"Oke kalau kamu gak tau keberadaan Elesta. But, kenapa kamu lari? Bahkan saya bisa baca gerak - gerik kamu, La"

Lula seketika menghentikan langkahnya.
"Tolong dong, Dok. Saya takut nih, beneran. Saya orangnya gampang banget kelepasan, gak bisa di intimidasi dikit gitu. Bawaannya mau cepu. So, please ya dokter melipir menjauh. Dadaaaahhh bye" Panik Lula dengan kencang berlari masuk kedalam mobilnya.

Billy lelah, ia pasrah dengan keadaan sekarang. Kemana Elesta akan ia cari? Sudah 15 menit Lula mengintai, selama itu pula ia melihat Billy melamun di salah satu bangku taman kampus.

"Nih" Lula menyodorkan ponselnya yang sedang menampilkan foto undangan pernikahan El dan Hanan.
"Kalau berkenan silahkan hadir" Ujar Lula.
"Tapi kalau mau baku hantam sih ini saatnya" Sambungnya sambil nyengir menunjukkan 2 jari sebagai tanda damai.

"Menurut kamu apa saya perlu baku hantam kalau sudah seperti ini? Persiapan pernikahan sudah pasti daru jauh hari mereka cari, semuanya mereka mau yang terbaik. Dan kamu suruh saya menghancurkan? Saya tidak mau selama hidupnya, El membenci saya"

"Elah Dok, saya juga bercanda. Masih ada 1 minggu buat mikir, ikut saya kesana atau enggak. Ntar kalau ada dokter yang lagi bedah organ, suruh tuh ambil hatinya. Untuk cadangan dokter Billy sih haha, kali aja hatinya sakiiittt" Lula mendramatisir keadaan.

"For my sister. Of course, saya ikut!" Putus Billy mantap sambil berlalu.

"Whoooah, gue mesti bawa kameramen banyak nih" Gumam Lula keheranan.

ELMOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang