[1] Sebuah Proposal

380 67 41
                                    

Benteng Rosario, Kerajaan Arendith.

Di sebuah kamar yang sangat luas dan mewah, beberapa pelayan tampak sedang membersihkan ruangan sambil berbincang-bincang. Sesekali ketiga pelayan itu menatap sinis ke arah seorang pemuda yang terbujur kaku di atas sebuah kasur.

"Tunangan apanya?! Omong kosong!" dengus salah satu pelayan yang tidak bisa menahan keluhannya. "Pemuda liar itu hanyalah penghuni Benteng Aresa yang di pungut oleh Pangeran secara acak!"

"Kamu benar. Bahkan pelayan lebih baik dari pemuda itu!!" Pelayan di sebelahnya melotot ke arah Erza yang terlihat masih pingsan.

"Bau pemuda itu sangat busuk!" keluh pelayan berambut hitam. "Berada di ruangan yang sama dengannya untuk 1 jam ke depan, mungkin saja aku akan mati karena terlalu banyak menghirup baunya."

"Aku juga tidak tahan dengan baunya!" dengus pelayan berambut coklat.

"Apa kalian lupa? Pemuda itu hanyalah gelandangan! Tentu saja ia tidak memiliki air bersih untuk membasuh wajahnya," cibir pelayan berambut pirang.

"Aku tidak menyangka, Pangeran menyukai laki-laki, bahkan yang memiliki bau tidak sedap." Pelayan berambut coklat menanggapi.

"Sssttt!! Kamu tidak boleh berbicara omong kosong!" Pelayan berambut hitam melotot. "Jika ada yang mendengarnya, kamu akan dipenggal!"

Pelayan berambut coklat menggigit bibirnya dengan gugup. "Maaf," ringisnya pelan.

"Tapi bagaimana pun, aku tidak setuju dengan pilihan Pangeran Kelima," ucap pelayan berambut pirang. Nada suaranya terdengar penuh kecemburuan. "Gelandangan ini sangat beruntung!"

Apa yang tidak mereka sadari sedari tadi adalah, sudah hampir tiga menit Erza sadar dari pingsannya dan mendengarkan makian para pelayan itu. Erza akui tampilannya seperti gelandangan. Tetapi ia tidak seburuk itu! Erza tampan. Hanya saja ketampanan itu tertutupi oleh pakaiannya yang lusuh. Ditambah lagi ia belum mandi hampir dua bulan lebih.

Bukannya ia jorok. Hanya saja ia terlalu miskin untuk mendapatkan lebih banyak air bersih. Erza tidak rela menggunakan air yang dimilikinya untuk mandi. Karena menurutnya, air bersih yang ia miliki lebih baik untuk ia minum. Daripada harus dipakai membersihkan tubuhnya yang seratus persen kemungkinan akan kembali kotor, mengingat lusuhnya pemukiman di Benteng Aresa.

"Sungguh sial! Kenapa aku yang terpilih untuk merawat gelandangan ini?!" keluh pelayan berambut hitam dengan kesal.

"Mungkin ini hari sial kita," ucap pelayan berambut coklat dengan nada pasrah.

Erza mencibir dalam hati. Pelayan-pelayan di Istana ternyata sangat bodoh! Bisanya hanya memaki, menghina, dan mengeluh! Jika saja tulang pinggangku tidak patah, sudah kuberi pelajaran pelayan sialan itu!

"Aku harap gelandangan busuk ini tidak tertolong dan mati. Agar aku terbebas dari tugas ini," sahut pelayan berambut pirang.

"Lancang!!"

Teriakan itu membuat ketiga pelayan itu berjengit kaget dengan mata yang melotot. Ketika mereka menoleh, matanya bersitatap dengan sepasang manik biru tajam milik sang Pangeran.

Pa-Pangeran Kelima?! jerit ketiga pelayan itu di dalam hati, merasa panik.

PLAK! PLAK! PLAK!

"Beraninya kalian menghina tunanganku?!" teriak laki-laki bermata biru itu setelah memberikan masing-masing satu tamparan keras di setiap wajah pelayan di depannya.

"Mohon ampun, Pangeranku!!" ucap ketiganya spontan sambil bersujud dengan penuh ketakutan.

Laki-laki bermata biru itu hanya menatap pelayan-pelayan itu dengan tidak acuh. "Prajurit!! Tangkap mereka dan penggal kepalanya! Lalu beri tubuh mereka untuk dijadikan pakan monster!!" teriak laki-laki itu.

2557 : Became The Crown Prince's FianceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang