[4] Bertarung Di Atas Kasur

345 59 0
                                    

Mansion Welsh, Kerajaan Arendith.

"Apa yang kamu lakukan?!" seru Erza panik ketika melihat Arthur melepaskan pakaiannya, bertelanjang dada.

"Tentu saja melepaskan pakaian. Apalagi?" Arthur menjawab dengan nada acuh tak acuh. Tanpa melirik ke arah Erza yang terbenam di atas kasur, dengan selimut-selimut tebal yang menutupi wajahnya yang memerah.

"A-aku tahu kamu melepaskan pakaian!" Erza melirik Arthur yang memiliki tubuh yang sangat proporsional. Tatapannya tersirat akan kecemburuan. "Maksudku adalah, kenapa kamu melepaskan pakaianmu?"

Arthur meliriknya sekilas. "Aku terbiasa tertidur tanpa mengenakan baju," jawabnya santai sambil berjalan mendekati kasur.

"Ja-jangan mendekat!!" teriak Erza sambil menggulung tubuhnya dengan selimut.

Alis Arthur terangkat. Menatap gumpalan selimut berisi Erza dengan senyuman mencurigakan. "Apa yang kamu pikirkan?" tanya Arthur curiga sambil mengulum senyum.

"Tidak ada!" balas Erza sengit.

"Hm." Arthur mendekat ke arah kasur. Lalu menunduk ke arah gumpalan itu, dan berbisik dengan nada rendah. "Sekarang malam pertama kita. Apa pantas untuk tidur begitu cepat?"

Erza merinding di sekujur tubuhnya. Seolah-olah seperti mendengar suara hantu, tubuhnya langsung meringkuk sambil menutupi telinganya.

Arthur menatap gumpalan itu dengan tatapan penuh minat. Tangannya yang usil segera menarik selimut secara tiba-tiba. Membuat Erza terkejut.

"Kyaa!!! Dasar mesum!!" jerit Erza histeris.

Beberapa Prajurit yang berjaga di luar kamar tampak tersipu mendengar jeritan itu. Kedua Prajurit itu saling pandang diam-diam. Merasa malu mendengar suara istri Pangeran kelima.

"Pangeran kelima luar biasa," komentar salah satu Prajurit.

"Benar. Baru beberapa jam menikah, sudah bertarung di atas kasur," ujar Prajurit di sebelahnya dengan penuh pemujaan.

Di dalam kamar, Erza menatap Arthur dengan ganas. Kedua tangannya terlipat di depan dada, seolah tengah melindungi tubuhnya dari para mata keranjang. Meski faktanya, laki-laki di depannya sudah sah menjadi suaminya.

"Bajingan mesum!!" Erza melotot. "Hubungan kita hanya pura-pura! Tidak ada yang namanya malam pertama!"

"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Arthur pura-pura polos. Memasang wajah tanpa rasa bersalah.

"Bajingan tidak tahu malu!!" seru Erza marah sambil mengambil bantal guling. Lalu menerjang Arthur dengan ganas.

"Argh!! Ampun! Hentikan!!" teriak Arthur yang kepalanya tertampar oleh bantal guling. Seketika pening melanda kepalanya. Namun sayang, Erza tidak memberinya pengampunan.

Remaja laki-laki bermata emerald itu mencurahkan seluruh amarahnya yang tertahan sejak insiden tulang patah. Ia merasa sudah tidak bisa menahan kemarahannya.

"Hentikan!"

Sepanjang malam teriakan Arthur terdengar di seluruh Mansion Welsh. Membuat beberapa Pelayan dan Prajurit tersipu sepanjang malam.

"Aku tidak menyangka, Pangeran Kelima akan berada di pihak bawah," gumam seorang Pelayan sambil tersenyum dengan mata yang menerawang.

"Tuan Muda Erza sangat hebat," puji Oliver dari kamarnya. Memandang langit-langit penuh pemujaan.

Sementara orang-orang di luar kamar salah mengira. Kedua sejoli yang membuat heboh sepanjang malam itu akhirnya terbaring kelelahan.

Erza melirik ke arah Arthur yang terbaring di sebelahnya. "Mengapa kamu diam saja?! Apa kamu masokis?" tanya Erza dengan raut jijik.

"Omong kosong!" Arthur memutar bola matanya malas. "Aku hanya tidak ingin menyakitimu," jawabnya.

"Wow? Takut menyakitiku?" Erza memberikan tatapan menghina. "Apa kamu geger otak karena pukulanku?"

"Huh?" Arthur mendengus.

"Ngomong-ngomong. Aku tidak akan pernah mau melakukan 'itu' denganmu," ujar Erza dengan nada serius. Lalu mengalihkan pandangannya pada langit-langit di kamar. "Aku adalah seorang pemuda berintegritas, bermoral, dan berakal sehat. Maka dari itu aku tidak akan melakukannya dengan seorang pria."

"Mengapa?" tanya Arthur tidak bisa menahan denyutan di hatinya.

"Tentu saja karena aku normal! Dasar bodoh! Apa kamu tidak mengerti dengan kalimat yang simpel seperti itu?!" seru Erza marah.

"Mengapa kamu marah-marah terus? Apa kamu titisan banteng?" tanya Arthur sambil bangkit berdiri, lalu melompat ke atas kasur yang empuk.

"Beraninya kamu mengataiku sebagai titisan banteng!" pekik Erza marah dengan suara yang serak. Akibat terlalu sering berteriak. Namun tidak ada tanggapan dari Arthur.

Dengan enggan Erza bangkit, lalu naik ke atas kasur yang sama. Kini keduanya bersebelahan di atas kasur. Saling memandang untuk beberapa detik sebelum Erza membuang muka.

Keheningan melanda untuk beberapa menit. Mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing. Merasa tidak tahan dengan itu, Arthur menarik Erza ke dalam pelukannya.

"Lepaskan!" teriak Erza panik karena dipeluk secara tiba-tiba.

"Sssttt! Jangan bersuara!" ujar Arthur pelan.

Pipi Erza yang menempel di dada bidang Arthur bisa merasakan detak jantung Arthur yang berirama. Diam-diam Erza menelan ludahnya dengan jantungnya yang ikut berdebar kencang. Ditambah wangi yang terpancar dari tubuh Arthur entah mengapa membuat Erza merasa nyaman.

"Ada sesuatu yang salah," bisik Arthur.

Dengan tidak rela, Erza mendongak. Menatap Arthur dengan jarak yang sedekat itu. Ketika melihat Arthur yang sedang menatapnya, Erza merasa tertarik dengan sepasang mata safir itu. Ia merasa dirinya dihisap ke dalam lautan luas. Tenggelam ke laut terdalam, dan sulit yang kembali ke permukaan.

Cup!

Mata Erza melotot seketika. Seolah diberi energi yang sangat banyak, ia langsung mendorong Arthur dari kasur. Menyebabkan remaja laki-laki bermanik safir itu terjengkang.

"Bajingan!" Erza meraung sambil mengelap bibirnya yang basah. "Bisa-bisanya kamu mencuri kesempatan untuk mengambil first kiss-ku?!"

"Hehe. Maaf." Arthur terkekeh. "Tidak kusangka bibirmu manis."

"Bajingan!" raung Erza sambil mengambil benda apapun yang bisa diraihnya. Melemparkannya secara acak ke arah Arthur.

"Maaf! Aku minta maaf!" Arthur menahan semua benda-benda itu dengan punggung tangannya.

"Aku tidak mempercayaimu!" Erza mengangkat sebuah meja dan melemparkannya ke arah Arthur.

"Ampun!"

Kejadian itu terus berlanjut sampai beberapa jam ke depan. Keesokan paginya, Pelayan yang bertugas membersihkan kamar langsung tersipu ketika melihat pemandangan di dalam kamar.

Bantal yang sudah tidak berbentuk dengan busa-busa yang bertebaran. Banyak benda pecah yang berserakan di lantai. Meja yang hancur, dan kasur yang sudah bobrok.

"Mereka bermain sangat ganas," gumamnya dengan wajah yang memerah.

2557 : Became The Crown Prince's FianceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang