5

30 9 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Keesokan hari setelah percakapan yang dilakukan Saeko dan Haruna, mereka berdua pun kembali ke aktifitas masing-masing. Saeko dangan aktifitas bangun tidurnya, sedangkan Haruna dengan kegiatan menonton latih tanding dari tepi lapangan.

Gadis itu dengan tatapan datar tanpa emosi berusaha mengikuti kemanapun arah bola bergerak. Sesekali ia mengintip ke dalam catatan yang Shimizu tulis. Kemudian mengembalikan lagi fokusnya ke arah pemain.

Sudah bermenit-menit berlalu sejak Hinata dan Asahi bertabrakan gara-gara Hinata yang tanpa sadar ingin mencuri umpan yang diberikan Kageyama terhadap sang ace. Selama itu pula suasana tegang meliputi para pemain inti Karasuno. Ditengah suasana yang terbilang aneh itu, tidak ada satupun yang menyadari senyuman janggal yang tercetak di wajah Haruna untuk sesaat tatkala Hinata berkata pada Kageyama untuk tidak lagi memukul bola dengan mata tertutup, yang tentunya ditolak mentah-mentah oleh si pemuda penyuka susu. Semua orang hanya terfokus terhadap adu mulut duo serangan cepat tersebut.

Secara kebetulan, pertandingan melawan Nekoma hari itu sudah mencapai akhir. Karasuno yang berada dalam posisi kalah poin pun melakukan diving sebagai hukuman. Hinata yang sudah selesai melakukan hukuman ditarik oleh Sugawara beserta Kageyama untuk berdiskusi tentang hal yang terjadi di lapangan.

Coach Ukai yang melihat ketiganya berjalan menuju luar gymnasium pun mengambil kesempatan untuk mengajak bicara Hinata mengenai masalah yang sama. Sampai di sini, Haruna yang sedari tadi mengawasi sambil memberikan botol minum pada pemain lain pun dapat menebak hal apa yang akan terjadi kedepannya. Dia memutuskan untuk meninggalkan empat orang itu sendiri dan beralih pada anggota lain.

Dua mata biru Haruna menangkap keberadaan Asahi serta sang kapten, Sawamura Daichi di satu titik. Mereka nampak tejebak dalam keterdiaman yang terlihat serius, terbukti dari dahi masing-masing yang mengerut dengan pandangan yang hanya mengarah ke bawah. Haruna berniat mendekati mereka, berjalan dengan langkah kaki yang super pelan. Sengaja hendak mengejutkan keduanya.

Ketika sudah berada pada posisi dimana dirinya berdiri tepat diantara punggung dua senpai, Haruna bergerak sedikit untuk mencondongkan tubuh bagian atasnya pada Asahi. Menjinjitkan ujung kaki yang terbalut sepatu sambil mendekatkan bibirnya pada telinga pemuda dengan gaya rambut diikat setengah itu.

"Senpai tidak takut dilahap Hinata, kan?" bisik Haruna mengejutkan Asahi dan Daichi. Keduanya reflek melompat ke samping untuk menghindari objek yang membuat mereka terkejut.

"Wah! I-Itsuki!" pekik Asahi dengan raut wajah jelek. Sebelah tangannya bergerak untuk mengusap bekas bisikan Haruna yang masih terasa di telinganya. "Berhenti mengejutkan kami. Jantungku seperti mau copot, tahu!"

"Benar, jangan ulangi ya, Itsuki." timpal Daichi sambil mengelus dada.

Mendapat reaksi demikian tidak membuat Haruna merasa bersalah. Justru gadis itu malah terkekeh dengan wajah tak berdosa, "Gomen gomen, senpai tachi. Aku tidak bermaksud, maafkan aku ne?" ujar Haruna sembari memasang senyum manis.

Daichi dan Asahi yang sempat merasa kesal pun menjadi lemah begitu diperlihatkan senyuman manis oleh Haruna yang sebelas duabelas dengan Shimizu (baca: jarang tersenyum). Dua pemuda itu saling bertatapan lalu mengangguk dengan pasrah, "Asal jangan diulangi saja." kata Daichi diangguki Asahi.

"Hehe, arigato." Haruna mengangguk sedikit sembari cengar-cengir.

Daichi yang memperhatikan tingkah tak biasa Haruna yang ditujukan padanya dan Asahi pun tak dapat menahan mulutnya yang gatal untuk sekedar bertanya, "Ne, apa suasana hatimu sedang baik, Itsuki?"

Missunderstanding [HAIKYUU!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang