10

22 4 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Di hari berikutnya setelah membuat kegaduhan yang menjadi pusat perhatian hampir seluruh peserta summer camp, Haruna dan Kuhu pun dipinta untuk menemui para sensei di ruang guru sekolah Shinzen. Sepanjang jalan Haruna selalu menghela nafas gusar. Pikirannya pun turut melanglang buana, menciptakan berbagai macam halusinasi berlebihan terkait hukuman yang akan dirinya serta Kuhu terima lantaran keributan yang mereka buat.

Haruna acap kali menggigit pipi bagian dalamnya guna meredakan perasaan gugup yang melanda. Berbeda dengan Haruna, Kuhu nampak berjalan santai. Sesekali gadis bersurai kecoklatan itu melirik kesana-kemari atau melangkah mengikuti garis ubin lantai secara iseng. Terlihat cenderung biasa saja tanpa merasa khawatir sedikitpun

Sesampainya di ruang guru, keduanya pun masuk tanpa harus menunggu dipersilahkan. Dengan canggung Haruna melangkah mendekati Nekomata-sensei, Pelatih Ukai, serta Takeda-sensei yang tampak sedang berbincang serius. Tanpa mengulur waktu lebih lama, Haruna memutuskan untuk menginterupsi dengan sopan sebelum langsung bicara ke inti mengenai kelakuannya semalam.

Untungnya, hal ini tak dianggap masalah serius oleh Nekomata-sensei. Beliau berkata bahwa ini hanya masalah anak muda yang bisa saja terjadi pada siapapun. Terlebih, Nekomata-sensei sendiri tahu kalau Haruna memiliki maksud yang baik pada cucunya. Mendengar ini Takeda-sensei dan Pelatih Ukai pun bernafas lega dengan kebijakan Nekomata-sensei. Meski begitu, Ukai tetap memberikan tatapan dengan sorot peringatan pada Haruna agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.

Si gadis raven yang diberi warning seperti itupun praktis mengangguk cepat dengan disertai tatapan bersalah yang sekilas terlihat seperti tatapan anak anjing, membuat Ukai yang menatap Haruna harus menahan diri untuk tidak goyah dan melonggarkan ketegasan yang ia tunjukkan.

Usai menghadap Nekomata-sensei dengan segudang rasa nervous yang ternyata sia-sia, akhirnya Haruna bisa pergi dan bernafas dengan ringan. Sekilas diliriknya Kuhu yang berjalan di belakang dari sudut matanya, dahi Haruna nampak berkerut lantaran bingung dengan sikap Kuhu yang selalu diam sejak awal. Gadis itu juga bertingkah acuh tak acuh dengan sekitar, lebih-lebih kepada Haruna sendiri.

Si gadis dengan manik sebiru permata topaz tersebut menyadari bila ini adalah efek dari perbuatannya semalam yang memaksa Kuhu untuk bicara. Haruna jelas mengetahui kalau sahabatnya itu masih merasa marah sampai saat ini meskipun semalam Haruna sudah meminta maaf setelah berulah.

Dirinya pandangi Kuhu terus-menerus tanpa putus-putus walaupun hal ini membuatnya berhenti melangkah tanpa sadar, serta meninggalkannya berdiri terdiam seperti orang bodoh sambil menatap punggung Kuhu yang sudah mendahului Haruna tanpa melirik sama sekali.

"Kuhu!" seru Haruna yang membuat langkah kaki Kuhu terhenti. Gadis bersurai panjang itupun berbalik menghadap Haruna masih dengan bibir terkunci, tanda tak mau bicara. Dia hanya mengangkat sebelah alis dibarengi dengan tatapan mata yang seolah bertanya.

"Maafkan aku. Sampai kapan kau mau diam terus!" ujar Haruna melanjutkan dengan raut wajah memelas.

Kuhu mengalihkan pandangan ke samping sebelum menyahut, "Untuk apa minta maaf lagi, semalam kan sudah."

"Tapi kau masih marah."

Mendengar kalimat bantahan yang dikeluarkan Haruna sontak membuat Kuhu terdiam. Haruna mendecakkan lidah sebelum berjalan menghampiri Kuhu. Berhenti tepat di depan si gadis tawny sambil mengatupkan kedua telapak tangan tanda meminta maaf dengan sungguh-sungguh yang masih saja tak diindahkan oleh sang sahabat.

Hal ini berlangsung cukup lama hingga sepenggal kalimat terakhir yang diluncurkan Haruna mencuri perhatian Kuhu sampai membuat bulu matanya bergetar lantaran menahan reaksi tertarik yang bercokol di hatinya.

Missunderstanding [HAIKYUU!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang