3

42 8 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ukai Keishin memijit pangkal hidungnya pelan. Kelopak matanya terpejam. Dia berusaha memproses segala yang terjadi dengan perlahan. Baru setelah otaknya dapat menerima dan merangkai apa yang terjadi, ia bisa menatap gadis di depannya dengan tenang.

"Chotto, telingaku tidak salah dengar, kan?"

"Aku mengerti jika dirimu sedang ada masalah dengan ayahmu, tapi... menginap di rumahku... apa kau yakin, Itsuki?"

Tanya Ukai memastikan yang diberi sebuah anggukan oleh Haruna.

Iya, gadis yang Ukai Keishin ajak bicara saat ini, atau malam ini memanglah Itsuki Haruna. Beberapa menit lalu, gadis tersebut datang secara tiba-tiba ke toko milik Ibu Ukai. Secara terang-terangan mencari pelatih dan berkata bahwa dia butuh tempat menginap karena sedang bermasalah dengan sang ayah.

"Aku bisa saja pergi ke rumah yang lain, tapi itu akan membuatku harus menjelaskan segala hal yang sudah terjadi. Aku tidak menginginkan itu, Ukai-san."

"Lagipula aku tidak ingin mereka semua tahu. Hal yang terjadi padaku, itu bukan hal normal yang biasa terjadi oleh anak seperti mereka. Tidak akan ada dari mereka yang bisa mengerti apa yang aku lalui." jelas Haruna dengan suara kecil, tersirat nada sendu yang tersembunyi oleh senyum yang gadis itu tunjukkan.

Ukai peka. Karena ia orang dewasa yang sudah banyak menemui berbagai macam konflik, Ukai memahaminya. Meski begitu, ia tetap bergeming. Mencoba untuk tidak terlalu ikut campur jika Itsuki Haruna sendiri tidak ingin jika permasalahannya melibatkan orang lain.

"Nee. Apa masalahmu sekarang berhubungan dengan lebam yang tercetak di wajahmu?"

Haruna diam sambil menunduk memainkan ujung lengan seragamnya, tidak berniat membenarkan ataupun menyangkal. Helaan napas yang disertai asap rokok pun keluar dari bibir Ukai, pria itu merontokkan abu yang menempel di ujung puntung rokok pada asbak. Kemudian dia menyesap kembali sembari berbicara,

"Kau hanya perlu jawab iya atau tidak. Setelahnya aku tidak akan bertanya lebih jauh. Ini juga memengaruhi keputusanku untuk membiarkanmu menginap atau tidak."

Si gadis mendongakkan kepala menatap lekat wajah Ukai, terlihat sedang berpikir. Lalu kemudian ia mengangguk kecil.

Ukai melihatnya. Haruna mengangguk, itu sudah lebih dari cukup untuk Ukai mengerti permasalahan yang Haruna alami. Tanpa bertanya lebih jauh, Ukai berdiri dari posisi awal yang sedang terduduk di bangku khusus kasir.

"Duduklah di sana. Ada beberapa hal yang harus ku lakukan lebih dulu di dalam." perintah Ukai sambil menunjuk meja dan kursi di tengah ruangan menggunakan dagu.

Tanpa babibu, Haruna menuruti perintah si pelatih. Dia menunggu sembari memainkan jemari tangan. Kedua matanya yang nampak kosong terarah kepada pintu. Menghitung detik demi detik yang terasa lambat demi menunggu sang pelatih kembali muncul.

"Ii yo. Kau boleh menginap, tapi hanya untuk sehari. Kaa-san ku sudah mengijinkanmu." ujar Ukai setelah sekian lama tak keluar dari pintu yang tersambung antara rumah dan tokonya.

Perkataan Ukai otomatis membuat Haruna merasa senang. Gadis itu tersenyum lebar sembari membungkuk, tanda berterima kasih. Selanjutnya kedua orang itu pun masuk ke dalam rumah keluarga Ukai seusai menutup toko.

"Ara ara, jadi ini murid yang kau maksud, Keishin?" ujar Nyonya Ukai memastikan kepada sang putra.

Ukai mengangguk lalu menyuruh Haruna untuk memperkenalkan diri. Haruna menuruti perintah Ukai dengan senang hati, ia pun memperkenalkan diri pada ibu sang pelatih yang sekilas memiliki temperamen baik.

Missunderstanding [HAIKYUU!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang