7 - Ibu

53 12 2
                                    

Aku duduk di kelas dan tidur dengan kedua tangan terlipat di atas meja. Aku menunggu Bang Malik membuka gerbang sekolah dan diam-diam menyelinap ke kelas. Aku tidak mau, dia bertanya cara aku masuk ke sini. Aku bahkan berusaha tidak terlihat dari anak-anak asrama belakang.

Pagi ini, aku tidak melihat Kaivan, juga makanan yang ia hidangkan. Tidak, bukan berarti aku berharap makan makanan setan. Tetapi, kupikir dia akan melakukannya.

Masih terlalu pagi untuk anak-anak kelas malam bermunculan. Tetapi sebagian telah menampakkan diri. Misalnya, nenek tua tanpa kaki di kantin. Yeah, sebagian minoritas dari roh-roh remaja yang mendiami sekolah. Lalu, siswi aneh yang duduk dekat tong sampah dan roh-roh lain yang berseliweran di koridor.

Mulanya, aku bisa tertidur dengan nyenyak. Kemudian, suara Otniel memaksa kesadaranku kembali.

"Suri, kamu semalam di mana?"

Ternyata, apa yang dikatakan Kaivan benar. Sapu tangan miliknya, membuat keberadaanku tersamarkan.

"Bagaimana dengan besok? Apa kita bisa berkencan?"

Rasanya kesal. Mendengar Otniel masih memikirkan itu. Tetapi, karena dirinya. Aku bisa tinggal di sini. Kuputuskan untuk mengangkat wajah dan menatapnya yang berjongkok di depan mejaku.

"Aku dapat tempat."

"Kamu tidak bermalam di rumah utama, 'kan? Seseorang memberitahuku, kamu terakhir terlihat di sana."

"Aku tidur di sana."

Bersikap jujur, rasanya perlu. Mengingat kebaikan Otniel dan perhatiannya sebagai makhluk astral. Tatapannya melebar, dia seolah tidak percaya. Otniel berubah gelisah. Dia segera berdiri dan menatapku dari atas meja. Aku harus mendongak untuk melihat bagaimana emosi di wajahnya berubah-ubah.

"K- Kamu bertemu Kaivan?"

Aku mengganguk.

"Dia bilang apa?"

"Itu pembicaraan pribadi."  

Bahunya melemas. Aku tidak bisa menebak apa yang ia pikirkan. Seingatku, dialah orang yang menceritakan tentang diriku pada Kaivan. Bagaimana bisa, dia tampak resah.

Kemudian aku teringat sesuatu, "Oti, bagaimana bisa aku menerima undangan kelas malam? Apa semua anak indigo mendapatkannya?"

"Ya, Kaivan mengirimkan itu pada setiap orang. Dia sudah sering melakukannya sejak dulu. Kudengar, dia sering meminta tolong pada yang bergabung."

"Meminta tolong mengenai apa?"

"Suri, aku tidak bisa—"

Seseorang masuk ke dalam kelas. Dan orang itu adalah Wisnu. Dia tersentak melihatku lalu tersenyum lebar. "Selamat pagi, Suri. Kamu bicara dengan siapa tadi?"

"Diri sendiri."

Senyum matahari terbit Wisnu menghilang sekejap. Dia mengerutkan kening sambil berjalan ke mejanya dan menyimpan tas. Otniel meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. Aku mengganguk, dan dia menghilang ke dalam papan tulis seperti biasanya.

Selain Wisnu, teman-teman yang lain mulai berdatangan. Aruna seperti biasa, tersenyum ceria di sampingku. Mengeluarkan sebuah novel berjudul Kuanta yang sampulnya penuh rumus.

Aruna bilang, Pamannya yang merekomendasikan novel tersebut padanya. Isinya tentang perjalanan seorang kaisar bersama seorang penulis mengumpulkan permata di dunia paralel. Aku duduk mendengarkannya bercerita panjang lebar. Tetapi, pikiranku tidak fokus.

Aku memikirkan Kaivan, memikirkan tawarannya dan nasibku sebentar malam. Semuanya berjalan seperti biasa, aku mengikuti kelas dan berbaur seolah tidak punya masalah.

Kelas Malam (Elite Only)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang