6- Kelas Malam

49 10 0
                                    

Nama Kaivan tergiang-giang di dalam benakku. Nurul, Otniel dan Rexilan pernah menyebut namanya. Dia terdengar sebagai anak kelas malam yang paling berpengaruh di Jagad Raya.

"Kamu," kataku serak, "kamu yang tadi mengetuk ruang klub dan memasak ini untukku?"

"Ya, Suri. Aku dengar dari Oti. Kamu butuh tempat tinggal. Kamu bisa tinggal di sini selama kamu mau. Aku tinggal di sini, kalau kamu ingin tahu."

"Ini rumahmu?"

Kaivan mengganguk. Dia terlihat seumuran denganku. Kaivan mengenakan kemeja putih berenda dan celana hitam panjang. Rambutnya lurus dan panjang di bagian tengkuk.

Kami masih saling menatap dalam diam. Tampaknya, dia menungguku berbicara lebih dulu.

"Terima kasih karena udah mengizinkanku tinggal di sini."

"Kembali kasih, istirahatlah. Tidak ada yang lain selain aku. Panggil saja namaku, jika kamu butuh bantuan."

Kaivan mengucapkan itu lalu melebur ke dalam udara. Aku masih terpaku memandang udara kosong sebelum akhirnya pergi menuju ruang klub misteri.

...

Ini adalah malam pertama aku kabur dari rumah. Aku berbaring sambil menatap langit-langit kamar yang lampu gantungnya penuh sarang laba -laba.

Melamunkan apa pun yang terlintas di dalam benakku. Saat kantuk mulai menyerang. Aku perlahan tertidur. Tidur kali ini terasa aneh. Aku bermimpi, berdiri di teras rumah utama. Menatap jauh ke arah gedung sekolah yang seluruh ruangannya terang oleh lampu.

Suara riuh dan kebisingan terdengar dari sana. Ada bayangan orang yang bergerak dibalik tirai berseliweran.

"Ingin melihat kelas malam, Suri?"

Aku menoleh, mendapati Kaivan sedang duduk di bangku rotan. Dengan sebuah buku di atas pangkuan.

"Ragaku keluar lagi?" ucapku pada diriku sendiri.

"Aku yang memanggil," ujar Kaivan. Sorot matanya tampak bersalah. "Aku ingin menunjukkan kelas malam padamu. Undangan kemarin, kamu tidak sempat hadir."

"Aku tidak mau pergi ke sana," kataku tegas, "bagaimana caranya kembali?"

Kaivan tidak menjawab. Binar matanya tampak terluka. Pergi ke kelas malam, artinya membuka kedok pada anak-anak kelas siang. Aku tahu, pasti ada raga manusia selain aku yang terpanggil. Aku tidak mau bertemu mereka.

"Lumo mengizinkan, selama aku bisa menjagamu."

Aku menatap tidak percaya pada Kaivan. Mengapa semua orang terus mengatakan sesuatu yang tidak bisa kuketahui.

"Siapa Lumo?"

"Pendampingmu."

"Bisakah aku melihatnya?"

"Kurasa tidak."

"Mengapa? Semua orang selalu membicarakan dirinya. Aku bahkan tidak tahu soal itu. Melihat pun tidak."

"Kamu ingin melihatnya?"

"Kamu bisa membantu?" tanyaku balik.

"Tergantung. Kalau kamu menghadiri undangan kelas malam. Kamu bisa bertemu beragam makhluk. Mereka mungkin bisa membantu menafsirkan tentang pendampingmu."

Tawaran yang menarik. Tetapi, aku ragu menerimanya. Itu artinya, aku semakin mengungkapkan identitasku. Aku tidak mau bertemu Rexilan atau Excel. Di tambah, aku punya pengalaman buruk soal sekolah di dimensi astral.

Kelas Malam (Elite Only)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang