Pagi harinya, tidak ada apa-apa. Keributan semalam, seolah hanya mimpi. Aku bergegas siap lebih cepat. Aku bahkan turun sarapan lebih awal dan pergi ke kelas. Aku ingin bertemu Rexilan secepat mungkin.
Dari papan tulis, keluar Otniel. Aku buru-buru menghampirinya dan menceritakan apa yang terjadi. Dia diam saja, tetapi aku tahu. Otniel menyimak semuanya. Kusampaikan pula kalau aku tidak bisa ke bioskop. Aku dilarang keluar asrama tanpa izin atau Sisca yang menemani.
"Kau tak apa, 'kan?" ujarku setelah menyelesaikan semuanya.
Otniel hanya diam. Wajahnya ditekuk, mungkin sedang menimbang-nimbang sesuatu. Tangannya yang terlipat di dada, diturunkan ke bawah dan demi apa? Dia menepuk-nepuk pucuk kepalaku. Refleks, aku menghindar dan menatapnya tidak suka.
"Aku mengerti. Bagaimana kalau kita kencan sekarang?"
"Sekarang? Di sekolah?"
Otniel mengganguk. "Iya, di sekolah. Mau sekolah yang ini atau di dalam papan tulis?"
Aku menimbang sebentar. Sebelum aku bersuara. Tangan Otniel menarikku masuk ke dalam papan tulis. Itu mengagetkanku, ruang kelas yang disinari cahaya pagi berganti dengan cahaya senja.
"Kelas ini kosong. Suri mau di sini saja atau keliling? Jangan khawatir, waktu di sini berbeda dengan dunia manusia. Aku akan membawamu kembali di waktu yang sama."
Aku sudah pernah berkeliling dengan Rexilan. Aku tidak mau tur lagi. Otniel menatapku penuh harap. Sejujurnya, aku tidak enak hati berbohong. Aku sendiri yang mengiyakan alasannya.
"Di sini saja," kataku akhirnya. "Tidak keberatan, 'kan?"
Otniel menggeleng. Dia lantas berjalan menuju salah satu meja, menarik kursinya dan duduk. Aku pun turut melakukan hal serupa. Kami duduk sambil saling berhadapan. Di sini, dia terlihat sangat manusiawi. Wajahnya tidak sepucat biasanya, rambutnya di belah samping dan dia terlihat lebih hidup.
"Suri, apa yang biasa dilakukan orang saat kencan?" Pertanyaan tidak terduga. "Itu berarti, kita pacaran,'kan?"
"Hah?"
"Iya, kalau kencan berarti pacaran. Kamu dan aku udah jadi kekasih sekarang. Aku janji, bakal melindungi kamu Suri. Mulai sekarang, aku akan ikut menjagamu dari Icarus. Tidak hanya Rexilan yang jadi pemilik kuda putih. Aku juga akan jadi pangeran kuda putihmu."
"Tunggu! Tunggu Otniel. Aku tidak pernah merasa kita pacaran. Aku semata-mata menerima ajakanmu karena kau adalah temanku."
Wajah ceria Otniel berubah kusut. Dia salah paham. Aku berdiri dari kursi. Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Rexilan bilang, dia sering mampir. Aku malu kalau kami terlihat olehnya. Dibanding itu, aku juga cemas dengan Kaivan. Kaivan pasti tahu, Otniel membawaku ke sini.
"Ayo, Otniel." Aku menarik tangannya. Dia harus mengantarku pulang.
"Tidak mau." Otniel menghempaskan tanganku. Kemudian, menggengamnya erat. "Kau sudah janji dan bersedia, Suri. Aku pacarmu mulai detik ini. Kau yang memberi peluang."
"Manusia dan setan tidak bisa pacaran."
"Oh, ya? Amelia dan Bayu saja bisa menikah. Kenapa kita tidak?"
Otniel berubah. Tidak, ini bukan Otniel yang aku kenal. Aku mencoba berontak. Memaksa tanganku terlepas darinya. Sialnya, genggaman tangan Otniel terlalu kuat.
"Lumo," ucapku, "dia akan melindungiku."
"Tidak!" Otniel menggeleng. "Kesepakatan ini kau lakukan dengan kesadaranmu, Suri. Entitas seperti dia tidak bisa ikut campur. Aku hanya meminta hakku, bukan mencelakaimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Malam (Elite Only)
ParanormalBerada dalam satu universe yang sama dengan Senayan Express dan Fake Eskul. Mereka menyebutnya kelas malam. Anak-anak SMA Jagad Raya menyebut itu adalah kelas para roh sekolah yang bersemayam. Jika seorang dari kelas siang mendapatkan surat undang...