V. Pembagian Kelompok

13 1 0
                                    

Part 5

"Jelasin ke gue gimana caranya lo bisa dapetin gelang ini!" Bentak Leon tepat di depan wajah Zanna.

Zanna tak merespon apapun dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia mulai teringat kembali dengan sosok Mila dan menjadi semakin merasa bersalah karena ia yakin bahwa lelaki yang saat ini sedang berada di hadapannya adalah orang yang diceritakan oleh Mila sebelum gadis itu mati.

"Kenapa lo cuma diem aja?! Jawab gue sialan!" Bentak Leon sekali lagi sembari mengangkat kerah Zanna lebih tinggi.

"Lepasin tangan lo dari dia!" Pekik Ardan dari arah belakang.

"Lo bener-bener nggak waras!" Sahut Vian seraya menarik pundak Leon. Berniat untuk menghentikan aksinya. Tetapi, Leon malah mendorong tubuh Vian dengan kasar sampai tubuhnya tersungkur ke atas lantai dan menabrak beberapa bangku.

"Lo gila?!" Seru Olivia lalu membantu Vian untuk berdiri.

"Ini urusan gue sama cewek ini. Lo pada jangan ada yang ikut campur." Desis Leon dengan tatapan dingin pada semua orang yang berada di sana.

Tanpa basa-basi lagi, Leon segera menarik pergelangan tangan Zanna dan membawa gadis itu keluar dari kelas. Ardan, Erina, Kevin dan Olivia bergegas mengejarnya namun Vian mencegah mereka.

"Biarin mereka berdua nyelesaiin masalah di luar. Kita jangan ganggu dulu. Baru nanti kalau ada apa-apa, kita langsung samperin mereka." Ujar Vian sembari menatap ke arah pintu tempat dimana terakhir kali ia melihat Leon yang membawa Zanna keluar kelas.

•••

Leon menyugar rambutnya ke belakang. Setelah mendengar penjelasan Zanna, perlahan tubuhnya merosot ke bawah. Leon yang selalu dikenal dengan julukan lelaki berandalan itu menangis dalam diam.

Zanna menghela napas. Kedua tangannya mengepal.

"Gue sama sekali nggak tau kalau dia mengidap hemofilia. Maafin gue karena nggak bisa jagain dia dengan baik."

"Dia bilang kalau dia masih sayang sama lo." Sambungnya.

Perkataan Zanna barusan, membuat dada Leon semakin sesak. Seandainya waktu bisa diputar kembali, ia tidak akan meninggalkan Mila dan akan menjaga gadis itu sampai akhir.

Sekarang Mila sudah tiada. Leon merasa hampa. Ia merasa kematian Mila adalah kesalahannya.

Zanna menundukkan kepala. Ia mengerti kondisi Leon sekarang dan menepuk pundak lelaki itu untuk menenangkannya.

"Jangan nyalahin diri lo sendiri. Salahin gue karena waktu itu nggak bisa berbuat apa-apa. Sekali lagi, gue minta maaf."

Setelah mengatakan itu, Leon mengusap air matanya dan membuang muka ke arah lain. Ia bangkit dari posisinya. Matanya terlihat sembab. Keheningan melanda untuk sementara waktu sampai pada akhirnya, Leon memutuskan untuk pergi. Meninggalkan Zanna sendirian dan menuju ke tangga yang akan membawanya ke rooftop.

Zanna memahami kondisi pemuda itu. Memang tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa kita telah ditinggalkan oleh orang terdekat. Membiarkan Leon sendirian untuk saat ini adalah pilihan yang terbaik. Pemuda itu pasti masih belum bisa menerima apa yang sudah terjadi pada Mila.

Zanna yang ditinggal olehnya masih berdiri dengan kaku. Kepalanya sedikit tertunduk, lalu menyentuh gelang pemberian Mila. Bahkan mengatakan maaf beribu kali pun tak dapat menghilangkan perasaan bersalah pada benaknya.

Matanya terpejam dengan kening yang mengerut. Semakin menundukkan kepala dengan telapak tangan yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya.

"Gue harus gimana?"

After Us [NEW!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang