Episode 12

57 9 10
                                    

☆☆☆☆_______☆☆_______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☆☆☆☆_______☆☆_______

Kang Bok Su duduk angkuh, menikmati makan siangnya, seolah raja di puncak menara gading, memandang rendah semua orang di bawahnya. Rapat dengan dewan kedisiplinan kejaksaan? Hanya seperti nyamuk kecil yang mencoba menggigit, tapi tak lebih dari gangguan sepele. Sidak mendadak yang mereka lakukan, ibarat badai yang ingin menerjang kapal besar, namun bagi Bok Su, kapal itu terlalu kokoh untuk terguncang. Dia tak akan pernah mengibarkan bendera putih. Mengalah bukanlah bagian dari kosakatanya. Bok Su adalah ular berbisa di antara rerumputan, tak terlihat namun mematikan.

Dengan seringai dingin, dia terkikik geli, otaknya memutar ulang adegan manis hari ini. Semua berjalan sesuai rencana-tidak, lebih baik dari rencana. Jung Hoseok hilang seperti bayangan yang lenyap saat fajar? Itu langkah pertama yang sempurna. Lalu, berita tentang narkoba beredar seperti api di ladang kering, menyebar tanpa kendali, membakar reputasi orang lain sementara Bok Su tetap tak tersentuh. Dan sidak tadi? Hah, sebuah lelucon. Barang bukti kecurangannya telah hilang, seperti asap yang terbawa angin. Dia tak terkalahkan-badai yang tak bisa ditangkap, bayangan yang tak bisa disentuh.

Perayaan kemenangan ini sudah di depan mata. Bok Su tahu, kesuksesan besar tak datang tanpa harga, tapi harga bukan masalah. Lee An, bocah tamak yang selalu siap dijinakkan dengan sedikit uang jajan, seperti anjing kelaparan yang tak pernah menolak remah-remah. Dengan sedikit suap, Lee An akan melakukan apapun yang diperintahkan, bahkan menggali kuburannya sendiri. Pria muda itu memang licik dan penuh ambisi, persis seperti ayahnya-seekor serigala muda yang masih belajar menggigit. Bok Su sering merasa jengkel dengan bocah itu, tapi dia tidak bodoh. Emosi adalah kelemahan, dan Lee An terlalu berharga sebagai alat untuk mengerjakan pekerjaan kotornya.

Namun, kebahagiaan itu tiba-tiba terasa pahit di lidahnya. Ingatan tentang Min bersaudara membuat darahnya mendidih. Mereka bagaikan dua burung bangkai yang selalu mengitari mangsanya, menunggu celah untuk menerkam. Mereka terus menodongnya, menyeringai dengan ancaman-ancaman mereka yang seakan tak ada habisnya. Tapi Bok Su tahu, burung-burung bangkai itu hanya menunggu waktu untuk dijerat. Dan dia, sebagai pemburu ulung, tahu bagaimana cara menyingkirkan mereka.

"Aku harus menyingkirkan domba-domba lucu itu terlebih dahulu," gumamnya, suara rendahnya bagai bisikan maut. Angin dingin berdesir ketika dia meneguk wine hingga tetes terakhir, seolah menandai akhir dari permainan ini.

Hari ini adalah hari kemenangan. Kemenangan sempurna, dengan darah musuhnya sebagai persembahan.

_______________☆☆________________

Siang hari, Kantor Polisi

Dowon berniat menyerahkan laporan rutin kepada Inspektur Jung. Sebuah tugas kecil, tak berarti, yang seharusnya tak meninggalkan kesan apapun. Namun, takdir punya rencana lain. Ketika berkas rahasia dengan cap merah "KONFIDENSIAL" tergelincir dari meja Jung, rasa penasaran yang lama terpendam di hati Dowon muncul begitu saja, seperti racun yang pelan-pelan menyebar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Evanescent: Do You Remember?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang