Bab 5

3.5K 577 13
                                    

Happy Weekend.

Cerita lengkap ada di Playstore dan Karyakarsa ya.

Luv, Carmen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Luv,
Carmen

________________________________________

Saat masuk ke kantor pria itu, Sabrina langsung mengambi tempat duduk di depan meja Maxton. Pria itu sedang menghadap ke layar komputer dan sedang mengetikkan sesuatu. Setelah dua menit, dia akhirya menghadap ke Sabrina. Perhatiannya langsung terarah pada jadwal yang tadi diletakkan Sabrina di atas mejanya.

“Atur ulang pertemuan dengan Gallagher. Aku ingin memantau harga saham mereka. Beberapa hari ini, harganya menurun tajam. Kita lihat beberapa hari lagi untuk perkembangannya.”

Sabrina mengangguk dan merevisi salinan catatan jadwal pria itu.

“Aku ingin kau mengatur pertemuan dengan McKenzie Group. Aku ingin tahu apa yang bisa mereka tawarkan. Aku sudah membaca laporan keuangan mereka tiga tahun terakhir ini dan pertumbuhannya positif. Make it happen today if possible.”

Sabrina kembali mengangguk dan mencatat. “Baik.”

“Bagaimana dengan Leneghan deal? Kau sudah memiliki perkiraan cost-nya?

Sabrina mengangguk cepat lalu mengeluarkan laporan tersebut dan memberikannya pada Maxton.

Pria itu mempelajarinya sesaat lalu mengangkat mata untuk menatap Sabrina. “Apa angka-angkanya akurat?”

“Ya, aku sudah mengeceknya dua kali dan melakukan cross check dengan Graham.”

Maxton mengangguk. “Oke. Atur pertemuan dengan Don Jackman secepatnya. Mengapa dari kemarin dia terus membatalkan pertemuan? Dia masih tertarik melanjutkan kerjasama ini atau tidak?”

Sabrian terdiam sejenak, menggigit bibirnya ragu, tidak tahu apakah harus mengatakan ini mengingat suasana hati Maxton yang tidak terlalu bagus. Ekspresi pria itu suram, sama seperti suaranya yang kaku juga suram.

“Kenapa?” tanya pria itu, sadar bahwa Sabrina ingin mengatakan sesuatu.

“Aku… kurasa…”

“Apa?” Suaranya yang kaku membuat Sabrina berjengit pelan. Apalagi tatapan dinginnya.

“Kurasa Don Jackman agak berubah… kau tahu, setelah… kematian istrinya.”

Mulut Maxton menipis. “Itu sudah berbulan-bulan yang lalu.”

Sabrina menahan diri agar tidak bersikap ketus pada sikap dingin pria itu. Sudah ia bilang, ia bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik dan menampilkan apa yang ingin dilihat orang-orang. Tapi dalam hati ia marah pada Maxton, pria itu sungguh tak berperasaan, lalu kenapa kalau Don masih berduka untuk istrinya walau wanita itu sudah meninggal berbulan-bulan lalu? “Mereka sangat dekat, kurasa dia masih berusaha menerima kenyataaan. Lagipula, dia masih harus mengurus tiga anaknya yang masih kecil.”

In The Bed with Her BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang