Masih sneak peek, silakan dinikmati.
Kisah lengkapnya bisa dibaca di Karyakarsa dan Playstore ya.
Search Playstore:
carmenlabohemian bossAkun Karyakarsa: carmenlabohemian
Luv
Carmen_________________________________________
Maxton tidak tahu apa yang membuatnya begitu nekat semalam, tapi ia juga tidak benar-benar menyesal. Saat melihat Sabrina bersama pria lain, jelas-jelas sedang berkencan, keinginan untuk merenggut wanita itu dan membawanya pulang bersama terasa begitu mendesak sehingga ia nyaris gila.
Ia kemudian memutuskan untuk mengantar teman makan malamnya pulang sebelum duduk menunggu di sudut jalan tersembuyi, tempat di mana ia bisa memantau apartemen Sabrina tanpa menarik perhatian. Dan rasanya darah di tubuhnya mendidih ketika melihat Sabrina benar-benar membawa pulang Alan.
Tanpa pikir panjang, ia langsung menelepon wanita itu. No, he wouldn’t let that guy to have Sabrina. Terkutuklah Maxton jika ia membiarkan pria itu tidur dengan Sabrina. Ia sedang berpikir apakah ia perlu naik ke apartemen wanita itu dan membunyikan bel pintu ketika akhirnya ia melihat Alan keluar dan masuk ke mobilnya lalu berkendara pergi.
Yakin bahwa Sabrina sudah berhasil mengusir pria itu pergi, barulah Maxton kembali ke penthouse-nya. Ia tahu ia bersikap tolol dan tidak masuk akal, tapi ia tidak rela melihat Sabrina berkencan dengan pria lain. Ia juga bertanya-tanya apa yang sudah dilakukannya, menelepon wanita itu dan mengajaknya pergi bersama ke acara galang dana, tapi sudah terlambat untuk menarik kembali kata-katanya.
Dan pagi ini, ketika ia tiba di kantor, ia bertanya-tanya lagi apakah Sabrina akan melabraknya tentang Alan atau mempertanyakan mengapa Maxton ikut campur dalam urusan pribadinya, sehingga butuh beberapa menit bagi Maxton sebelum ia kemudian siap memanggil Sabrina ke dalam kantornya.
Seperti biasa, wanita itu masuk ke kantornya, duduk di depannya dan menunggu. Maxton juga melakukan rutinitas yang biasa, mengecek daftar jadwal yang sudah dipersiapkan oleh Sabrina, memberinya perintah ini dan itu, menyuruhnya melakukan ini dan itu dan seperti biasa juga, Sabrina dengan cekatan mengangguk, menulis sesuatu di notes-nya, mengetik di tabletnya, mengikuti setiap perintah Maxton sambil menyesuaikan dengan catatannya.
Sebagai PA, wanita itu memang sempurna, cekatan, pintar dan brilian, serta bisa diandalkan. Tapi sebagai wanita, Sabrina juga sangat mengganggu konsentrasi berpikir Maxton. Harum parfum wanita itu membuatnya susah fokus. Ia menatap wajah Sabrina dan merasa tubuhnya mengeras hanya karena melirik bibir penuh itu. Lama-lama, pengaruh Sabrina semakin kuat dan Maxton semakin sulit mengendalikan diri.
‘Tentang acara charity dinner yang kemarin kusebutkan, Sabtu ini, jam tujuh, aku jemput di apartemenmu?”
Sabrina berdeham sejenak dan menatap Maxton. Ia bersumpah wajah wanita itu sedikit merona. “Kau… ingin menjemputku?”
“Tentu saja. Memangnya kita akan datang terpisah-pisah? Kan tugasmu menemaniku,” jelas Maxton, mulai jengkel. Apa Sabrina tidak tahu bahwa memikirkan bisa menghabiskan waktu brsama Sabrina, di luar tugas kantor, membuat Maxton bersemangat? Godaan itu terlalu besar untuk ia tepis. Ia hanya tidak menemukan keberanian dan motivasi yang cukup, namun kesempatan itu sudah datang sekarang.
“Baiklah,” jawab Sabrina lagi, patuh.
“Bagus.” Ia lalu memicingkan mata dan memperhatikan leher wanita itu, Sabrina menutupinya dengan baik, mungkin menggunakan semacam foundation yang hampir sewarna dengan kulitnya, tapi mata jeli Maxton tidak bisa dibodohi. Dasar sial! “Apa itu cupang?!”
“A… apa?!” Tapi tangan Sabrina otomatis memegang sisi lehernya dan Maxton berusaha keras untuk tidak memaki.
“K… kau, sejak kapan kau jadi sibuk mengurusi urusan pribadiku, Maxton?!”
Suara Sabrina meninggi dan wajah wanita itu memerah, entah oleh amarah atau rasa malu. Sementara kejengkelan Maxton sudah di ubun-ubun. Ia begitu menginginkan Sabrina hingga rasanya ia sakit kepala sepanjang waktu tapi wanita itu dengan mudahnya membiarkan dirinya dipeluk dan dicium oleh pria lain. Terkutuk!
“Keluarlah!” usirnya kemudian.
Dan sebelum Sabrina melangkah keluar dari kantornya, Maxton menambahkan dengan jahat. “Malam ini kau mungkin harus lembur sampai tengah malam, ada laporan yang harus disiapkan.”
Heh! Kalau si Alan-Alan itu berpikir dia bisa mengencani Sabrina malam ini, maka dia boleh gigit jari. Sabrina will stay in the office tonight, as long as Maxton wants it, bahkan jika ia perlu mengarang-ngarang tentang laporan entah apa yang harus dikerjakan Sabrina malam ini demi menggagalkan kencan mereka.