Bab 13.2

3.1K 420 15
                                    

Happy reading, moga suka.

Content 21+

Full story ada di Playstore dan Karyakarsa ya.

Untuk pembelian di Karyakarsa, lebih baik via website langsung ya :www

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk pembelian di Karyakarsa, lebih baik via website langsung ya :
www.karyakarsa.com
Buka dan langsung klik kotak koin seperti di bawah, jadi tidak perlu isi koin dan lanjut payment seperti biasa.

Top up koin juga bisa via website ya, jauh lebih hemat.

Juga ada cerita baru yang update di Karyakarsa ya, genrenya : dari erotic romance, so khusus dewasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juga ada cerita baru yang update di Karyakarsa ya, genrenya : dari erotic romance, so khusus dewasa.

Happy fun reading

Happy fun reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

________________________________________

Sabrina hanya bergeming menatap mulut Maxton, sepertinya tak mampu berkata-kata. Mata hijau wanita itu masih dipenuhi rasa cemas dan tak yakin, tapi kini juga menggelap oleh rasa penasaran dan antisipasi. Maxton bisa melihat pupil wanita itu melebar dan bagaimana denyut di sisi lehernya bergerak cepat. Maxton meneruskan apa yang sedang dilakukannya, melepaskan telunjuk Sabrina dan mengulum jemari yang lain, mengisapnya lembut, memberinya perhatian yang sama. Maxton lalu melepaskan tangan Sabrina dan kini mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir Sabrina lagi.
Tangannya lalu bergerak untuk mengelus paha wanita itu sementara tangannya yang lain bergerak ke belakang punggung Sabrina, memeluk dan menekanan tubuh wanita itu agar lebih menghadapnya. Kini, dada penuh Sabrina terasa menekan dadanya dan gemuruh gairah mengisi tubuhnya, Maxton ingin melihat dada wanita itu, ingin menyentuh kedua bukit penuh itu dan mencicipinya.

Tangan Maxton lalu bergerak untuk melepaskan rambut Sabrina, menguraikan helaian-helaian hitam berkilau itu. Ciuman Maxton berpindah untuk mencium sudut bibir Sabrina, menelusuri garis bibir wanita itu lalu naik ke pipinya, menciumi sudut mata Sabrina lalu bergerak untuk menggoda daun telinga wanita itu. Sabrina kembali bergetar oleh perhatian erotis Maxton.

“Max… Maxton, tu… tunggu, please… ak… aku… oh… uuh…” Kata-kata Sabrina tersendat lalu berubah menjadi erangan saat Maxton menggoda telinga wanita itu dengan lidahnya.

“Apa, Sabrina?” bisik Maxton parau lalu berpindah untuk menjilati sisi leher wanita itu sebelum meniupnya perlahan.

Sabrina mengeluarkan suara tidak jelas dari tenggorokannya lalu tangan-tangan wanita itu bergerak untuk menekan dada Maxton dalam upaya untuk menghentikan Maxton. “Aku… Maxton, kupikir… kupikir…”

Well, masalahnya Maxton tidak ingin Sabrina berpikir. “Jangan berpikir. Jangan memikirkan apapun. Just feel it.”

“Tapi… tapi aku…” Sabrina tergagap dan kembali bergetar saat Maxton kembali menggoda daun telinganya dengan lidah. Tangan Maxton kemudian naik ke pinggang wanita itu, lalu bergerak ke tulang rusuknya, mengusap perlahan lalu naik lagi dan sekarang begitu dekat, begitu dekat dengan dada kanan Sabrina. Napas Maxton bergetar halus saat ia berusaha menahan diri untuk tidak merayap naik dan berlabuh di dada penuh itu.

“Ssstt….” bujuk Maxton padahal gairahnya sudah nyaris menenggelamkan akal sehatnya. “Jangan takut padaku, jika aku melakukan hal yang tidak kau inginkan, kau hanya perlu memberitahuku.”

Bibir Maxton kemudian bergerak untuk mencium wanita itu lagi, kali ini tidak lagi selembut tadi, ia sengaja membiarkan Sabrina merasakan sedikit gairahnya, ia mencium wanita itu sedikit lebih kuat, lebih dalam, ia mengeksplor mulut Sabrina sementara meremas pelan sisi rusuk Sabrina.

“Aku ingin menyentuhmu, Sabrina,” ucapnya parau saat menjauhkan dirinya sedikit sebelum kembali mencium kasar wanita itu. Kali ini tangan Maxton naik untuk menangkup salah satu payudara Sabrina dan ibu jarinya bergerak memutar. Sabrina mengeluarkan suara lirih yang lembut. Maxton mengusapnya lagi, lalu menggosoknya lebih keras, kemudian lembut dan lebih keras lagi sampai Sabrina menggeliat di dalam pelukannya. Lalu ia menjauhkan kepalanya dan menatap ke dalam mata Sabrina.

“Cium aku, Sabrina. Kiss me back,” perintah Maxton tapi dengan nada lembut. Dan kali ini ketika ia mengklaim mulut Sabrina lagi, ia merasakan lidah wanita itu, yang agak ragu dan tak yakin, tapi bergerak untuk menyentuh ujung lidah Maxton. Hampir saja ia kehilangan kendali. Maxton harus berusaha keras menahan diri agar tidak merenggut dan merobek gaun Sabrina dari tubuhnya lalu membaringkan wanita itu di bawahnya dan menyetubuhinya seperti yang selama ini selalu dibayangkannya. Tapi alih-alih bersikap seperti binatang liar, Maxton berusaha mengendalikan diri, mencium Sabrina dan membiarkan wanita itu menyesuaikan diri, dengan sabar menunggu hingga Sabrina menumbuhkan sedikit keyakinan.

Tak lama, mungkin karena larut dalam ciuman, ia bisa merasakan tangan wanita itu yang kini berlabuh di bahunya serta lidah dan bibir Sabrina yang kini lebih responsif. Menjadi semakin berani, tangan Maxton bergerak ke bawah dan menyelinap ke balik gaun wanita itu, mendesak naik hingga ia bisa merasakan pinggiran bra berenda Sabrina. Jari-jari Maxton terus mendesak naik hingga kini ibu jarinya menyentuh puncak Sabrina dari balik bra-nya, merasakan bagaimana puting wanita itu mengeras dan menekan kain tipis tersebut. Sabrina kini mengerang dan tangan-tangannya mencengkeram bahu Maxton yang masih tertutup jas.

Maxton tidak bisa menahan diri lagi, mereka dipisahkan oleh terlalu banyak lapis pakaian, ia ingin menyentuh kehangatan kulit Sabrina tanpa penghalang apapun jadi gaun ini harus disingkirkan dari tubuh Sabrina.
Menarik Sabrina bersamanya, Maxton menyesuaikan posisi, mundur sedikit dan menyesuaikan posisi duduk mereka di sofa agar ia bisa memperoleh akses untuk meraih risleting di belakang tubuh Sabrina. Ia menurunkannya lalu bergerak untuk membuka kait bra di belakang punggung wanita itu dengan keahlian terlatih. Setelahnya, dengan sedikit terburu, Maxton menurunkan gaun itu dari kedua lengan Sabrina lalu ia menyandarkan wanita itu kembali ke sofa. Secara otomatis, tangan-tangan Sabrina bergerak untuk menaikkan gaun depannya, berusaha melindungi dirinya dari tatapan lapar Maxton tapi Maxton menghentikannya.

“Biarkan aku melihatmu, Sabrina,” ucapnya dengan suara rendah.

Kali ini, Sabrina membiarkannya menarik turun gaun tersebut dan menyingkirkan bra wanita itu dari tubuhnya.

Oh, wanita ini sempurna, bahkan lebih sempurna dari bayangan Maxton selama ini. Kedua dadanya penuh dan bulat dengan puncak merah muda sempurna. Maxton menyentuhnya, membiarkan ujung jemarinya bergerak pelan menelusuri sekelilingnya hingga napas Sabrina terengah pelan.

“Max… Maxton…” kesiapnya halus.

“Mmmmm…” jawab Maxton sambil mendekatkan kepalanya ke dada Sabrina. 

Sementara Maxton sibuk di kedua dada Sabrina, wanita itu mendesah dan menggelinjang dan ia tahu Sabrina bergairah, ia tahu Sabrina mulai basah untuknya.

Ia bahkan bisa mencium aroma gairah Sabrina yang memabukkan.

Lord! He wants to take this woman here and now.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

In The Bed with Her BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang