Haruto terheran heran. Kenapa hanya tinggal Arin disini? Mana yang lain? Lalu kenapa Arin bertanya ia akan pulang padahal sudah jelas Arin sudah di beritahu habis ini akan pergi ke kebun binatang.
"Kita mau ke kebun binatang. "
"Gapapaaa ikut dongg. " Teman kencannya menatap tak suka pada Arin. Ia menganggap Arin menggoda Haruto.
Arin masuk lebih dulu ke kursi belakang. Tak mengatakan apa apa lagi Haruto mengendarai mobilnya ke kebun binatang. Perempuan di belakangnya merutuki apa yang terjadi, sedangkan perutnya semakin perih. Ia juga tak ingin mengacaukan kencan pertama sahabatnya.
"Maaf Haruto, boleh pinjem uang? Nanti gua bayarrr benerannn."
"Buat apa? " Haruto melihat Arin dari kaca mobilnya. Sudah khawatir karena wajahnya terlihat pucat.
"Pulang. Atauu lu mau anter gua dulu gitu ke rumah? "
"Ngga usah mbak. Mbak butuh berapa? " Tanya perempuan di sampingnya yang sudah kesal.
"50 ribu. " Perempuan itu mengambil uang seratusan dan memberikan nya pada Arin.
"Ngga usah di kembaliin mbak. Aku ikhlas bantu kok. "
Haruto menghentikan mobilnya, Arin pun turun dari mobil dan membisikan ke telinga Haruto untuk mengganti uang perempuan itu. Tapi perasaan lelaki itu tak tenang saat melihat wajah sahabatnya yang sedikit pucat.
"Makasih banyak mbak. "
Haruto melanjutkan mobilnya pelan pelan sembari melihat Arin dari kaca mobilnya. Betapa terkejut ia hingga rem mendadak saat Arin tiba tiba jatuh tanpa ada yang mendorongnya.
"Kamu mau kemana? "
"Itu! Temen gua pingsan! " Haruto berlari, menggendongnya, dan membawanya ke mobil.
"Maaf kita gabisa lanjut ke kebun binatang, gua harus pulang. " Ujarnya kepada teman kencannya.
"Kamu mau anter temen kamu? Kenapa ngga panggil taxi aja buat anter temen kamu sampe rumahnya."
Arin tak benar benar pingsan, ia jatuh karena lemas tak bisa berjalan. Memang seperti itu kalau perutnya sakit kadang kakinya seperti kehilangan tenaga nya.
"Iya ruto, gua balik pake grab aja tapi tolong pesenin di HP lu. "
"Sama aku aja. Alamat mbak dimana?" Jujur saja. Haruto kesal sekali dengan perempuan di depannya ini. Ia memperlakukan Arin sebagai pengganggu.
"Gausah. Lu keluar cepetan kasian temen gua udah lemes. " Perempuan itu turun dari mobilnya, lalu Haruto mendudukan Arin disana. Apa yang Arin fikirkan? Tidak ada. Ia tak bisa berfikir untuk saat ini. Perutnya sakit.
Tanpa memberi penjelasan Haruto meninggalkan teman kencannya dan bergegas pulang.
•••
Arin yang baru sadar hanya celingak celinguk melihat sekitar. Semakin jelas semakin terlihat Haruto dan bundanya disana.
"Kamuuuu. Lain kali, jangan ikut ke kencan orang. Kan gini jadinya. Haruto gagal kencan, harus nganterin kamu. Terussss udah berapa kali bunda bilangg jangan minum kopi Arin!! "
"Hiksss maaf bunda.. hiks.. Arin salah.. Maaf ruto.. "
"Kok nangis?! "
"Dimarahin bunda hiks.. "
"Bunda bukan marah marah. Bunda ngasih tau. Tau ah, udah tau liver nya bermasalah, kenapa sih, kamu sering kambuh loh. Kenapa susah banget jaga makanan sama minuman? "
"Arin lupa bunda hiks.. Maaf.. "
"Sekali lagi kamu kambuh dalam minggu ini, bunda ngga akan kasih kamu uang jajan, ngga usah jajan sekalian. Puasa aja biar sehat. "