Flashback onHari itu, Arin benar benar di culik. Arin di suruh membayar hutang hutang keluarganya yang sebelumnya di tanggung oleh sang bunda. Namun tentu saja otak warasnya masih bekerja. Untuk apa ia membayar semua hutang keluarga yang tak jelas yang mana orangnya? Lalu, kenapa bundanya mengambil alih hutang itu.
"Kamu saya beli. "
"Gila lu! Emang gua apaan di beli?! Biarin gua pulang eoh.. Bunda.. Gua belum pamitan sama bunda! " Tangan dan kakinya di ikat. Perempuan itu tak bisa berbuat apa apa.
"Ketua, riwayat pendidikannya bagus. Cuma anak ini punya penyakit liver, apa bisa dia kerja di bawah Ketua? "
"Fisiknya gimana? "
"Kuat. Sepertinya anak ini sering dan suka berolahraga. "
"Bagus. Ngga usah peduliin penyakitnya, bawahan sepertinya memang hanya untuk beberapa kali pemakaian. Hapus ingatannya, cuci otaknya. "
"Hah? Kalian ngomongin apa.. " Arin sudah bergetar ketakutan. Dalam hati ia berdoa semoga ingatan ingatannya tak hilang sepenuhnya, saat jarum suntik itu mulai menembus kulitnya.
Flashback off
"Santailah, mikirin apa si? " Jay melirik rekan kerjanya yang hanya terus melamun dengan kaleng minuman di tangannya.
"Jay, lu punya keluarga, walaupun ga utuh. "
"Terus? "
"Gua punya ga ya? "
"Engga. Kata daddy lu udah ngga punya siapa siapa. Orang tua lu pergi ninggalin lu, daddy gua yang baik hati ngobatin lu makanya lu jadi anak buahnya. "
"Lu percaya? "
"Lu ngga percaya ucapan ketua? "
"Gua ngerasa.. Gua punya keluarga.. "
"Berhenti halu! Bersiap, daddy nyuruh kita ke markas. Ada misi lagi, arghh gua gasabar. "
"Sinting. " Arin menengguk habis minumannya dan melempar kalengnya ke tempat sampah.
"Ceritanya cinta lingkungan nih? " Berbeda dengan Jay yang melemparnya langsung ke tanah.
"Cukup manusia yang kita bunuh. Gausah bunuh lingkungan juga. " Arin memulungnya dan memasukan sampah itu ke tempat sampah.
"Itulah kenapa gua suka lu. "
"Itulah kenapa gua gasuka lu. " Timpal Arin balik sambil berlalu meninggalkan tempat tadi karena hari sudah mulai gelap.
•••
"Kali ini orang yang cukup penting di negara ini. Ingat, kerja bersih, cepat dan tepat. Saya percaya kalian bisa. "
"Percayakan sama kita Ketua. "
"Baik. Kalian bisa mulai. "
Arin dan Jay keluar dari ruangan itu dan mulai menyusuh strategi. Tak ada senyuman apalagi canda tawa. Keduanya sangat serius menyusun rencana dari awal hingga akhir.
"Siapin senjatanya. Gua bunuh lu kalau lakuin kesalahan kemarin. " Arin mendorong dada Jay dengan jarinya. Yang di dorong pun tak bisa mengelak.
Malam sudah sangat gelap. Dengan langkah sunyi dan tertata rapi keduanya memasuki hotel yang sudah di lengkapin dengan keamanan tingkat tinggi. Arin berjalan santai dengan senyum yang merekah dan gaun yang semampai mengiringi langkahnya.
"Anda sudah sampai Ketua Baek? Maaf saya terlambat karena adik saya lagi lagi mengacaukannya. "
"Kamu Carmila? Ngomongnya santai aja, kenapa panggil saya Ketua seperti itu hm. " Lelaki berumur itu mengusap lembut wajah Arin, lalu mereka mulai duduk duduk dengan champagne di meja kecil.