"Arinn! Arinn hiksss lu kemana aja selama ini.. " Ryujin memeluk Arin erat, begitu juga sebaliknya."Gua di culik, di bikin hilang ingatan, tapi samar samar di bantu Haruto juga, gua inget kalian. "
"Gimana caranya lu bisa balik? " Tanya Jaehyuk.
"Cerita di dalem ya. " Mereka masuk rumah agar tak ada tetangga yang mendengar. Haruto juga hanya ikut mendengarkan apa yang Arin ceritakan pada teman temannya yang lain.
"Gua juga masih suka denial. Apa gua lagi mimpi? Apa ini bener bener jadi jalan hidup gua? Selama gua disana, gua emang ngerasa bersalah tapi ngga ngerasa takut. Tapi abis gua lepas semua kejahatan gua, gua takut tiap denger berita pembunuhan lama yang di angkat. Gua takut polisi tiba tiba datang kesini, nangkep gua, nangkep Jay. "
"Astaga Arin.. Gua sampe bingung mau ngomong apa. Tapi, lu baik baik aja? Kata ruto lu sakit. " Ujar Junkyu.
"Gua cuma ketembak di bagian sini. " Arin menyentuh bahunya.
"Pelurunya bener bener masuk? "
"Ya bener lah, Jay penembak yang handal. Tapi gua bersyukur dia meleset. Kalau ngga, gatau gua harus ngerasa bersalah segimana lagi kalau sampe ruto, mamah ataupun Airi gua bunuh pake tangan gua sendiri. "
"Gila gua bener bener kek di dongengin. Gua masih ganyangka orang terdekat gua ngalamin kejadian kaya di film film. Lu kuat banget. " Jeongwoo menepuk pelan Arin, namun perempuan itu tak bisa menahan tangisnya lagi.
"Udah ada kita disini.. Kamu punya kita semua sahabat kamu. Jangan takut ya, kita pasti bantu kamu kalau kamu di salahin sepenuhnya. " Ujar Miya menggenggam tangan Arin.
Sungguh, ia rindu saat saat dulu. Saat saat berkumpul seperti ini tanpa ada masalah. Memang seharusnya kita harus lebih menghargai waktu, karena yang sudah terjadi, tak bisa di putar kembali.
"Gua kangen kalian.. Setiap hari, setiap hari gua berdoa semoga gua inget keluarga gua, orang orang yang sayang sama gua. "
"Gua ngga percaya tiap orang itu bilang gua ngga punya siapa siapa. Gua cuma bisa bayangin rupa kalian, rasanya sakit hiks.. "
"Maaf.. Maaf karena biarin lu lakuin semua itu. Maaf.. " Haruto memeluk Arin, membiarkan perempuan itu menangis di dadanya seperti dulu.
Jay hanya melihat dari balik pintu kamarnya. Sesak rasanya melihat Arin seperti itu. Ternyata begini kehidupan asli seorang Kim Arin. Di kelilingi orang orang yang menyayanginya, dan begitu mereka tinggal disana, Arin juga jadi sering memperhatikannya, tidak ketus seperti sebelumnya.
"Kenapa ngga gabung? " Jay terperanjat kaget saat Hanabi tiba tiba muncul dari samping.
"Saya bukan siapa siapa mereka tante. Ngga mau ganggu acara mereka. "
"Sini." Jay tak bisa mengelak saat Hanabi menarik tangannya untuk ikut bergabung dengan teman teman sebayanya.
"Nah kenalin, yang bakal jadi temen baru kalian. Jay namanya. " Yang lain hanya terdiam melihat Jay karena takut dengan cerita Arin tentang Jay penembak yang handal.
"Sini Jay. " Arin mengosongkan tempat duduk sebelah nya.
"Mamah ngapaian bawa orang ini kesini sih? Ngerusak suasana tau mah. " Haruto berdecak kesal lalu Arin mencubit pahanya diam diam.
"Gausah dengerin. Sini Jay. "
Haruto menahan senyumnya. Arin memperlakukannya seperti biasanya, ia senang sekali.
"Gua Asahi, temen Arin. " Asahi mengulurkan tangan duluan pada Jay.
"Jay." Jay pun membalasnya. Dan yang lain mulai menyusul kenalan juga.