05

0 0 0
                                    

Sudah satu minggu Senjani lalui hidupnya tanpa Sendu, Satu minggu Senjani tidak berkomunikasi dengan Sendu, satu minggu Senjani tidak bertemu dengan Sendu dan sudah satu minggu Senjani menjadi orang yang pendiam dan tidak banyak bicara, tentunya sudah satu minggu Senjani tidak keluar kamar kecuali sekolah.

Langit melihat kakaknya sangat sedih dan kesal. Sendu benar-benar membuat Senjani yang ceria menjadi Senjani yang sudah tidak ada harapan untuk hidup. Memang, Senjani tidak pernah main-main dengan perasaan, ia sangat perasa jika sudah mencintai sesorang. Untuk melupakan baginya, sangat hal yang sulit jika sudah mencintai seseorang. Karena itu, Langit menyebut Senjani perempuan buta cinta.

Langit sudah menceritakan kepada ibu dan bapaknya kejadian kemarin yang dialami oleh kakaknya, Senjani. Ibu dan bapak Senjani sangat terkejut atas perlakuan Sendu kepada Senjani. Sendu sudah dekat dengan kedua orang tua Senjani. Bahkan, bapak Senjani sudah akrab dengan Sendu. Hanya Langit dikeluarga itu yang tidak menyukai Sendu.

Ibu mencoba membujuk Senjani keluar dari kamar sepulang sekolah. Namun, Senjani tetap betah di dalam kamar untuk mengingat kenangan-kenangan yang menyakitkan bersama Sendu.

"Agit, mbak mu sudah turun?" ibu bertanya pada Langit yang sedang menonton tv

"Agit belum liat mbak turun bu. Ibu ke kamar mbak aja" kata Langit

Ibu menghela nafas dengan khawatir. "bu, Agit gak tau lagi buat mbak kaya dulu lagi, gimana.." lanjut Langit yang bicara pada ibu

"Agit.. cukup Agit gak ungkit-ungkit tentang mas Sendu, itu udah cukup. Ibu Cuma takut, mbak mu trauma Git." Kata ibu yang gelisah

"bu.. Agit yakin, nanti mbak pasti bangkit sendiri. Sekarang dia Cuma butuh waktu aja buat beradaptasi lagi dengan dunianya tanpa Sendu"

"sudah.. ke atas gih, ajak mbak mu makan sore. Dari tadi dia belum makan.. ibu takut mbak mu sakit."

****

Malam hari, di babeh yang penuh suara anak muda sedang menyanyi, Senjana duduk dengan wajah yang datar. Pikirannya sedang ruwet karena belum dapet panggilan dari perusahaan yang ia lamar.

"borr.. ngape lo" Eka menyapa dengan menawarkan secangkir kopi hitam

"thanks.." Senjana meminum kopi yang sudah diberikan oleh Eka. "lagi cape aja gue.." kata nya setelah meminum kopi hitam.

"soal kerjaan?" Eka bertanya

"hmm"

"lagi elu, udah ditawarin babeh gue kerjaan lo kagak mau."

"bukan kagak mau Ka, gue cuman pengen dapet kerjaan karena usaha gue.. ternyata susah banget anjirr.." keluh Senjana

"udah berdoa aje moga-moga lo dapet panggilan interview."

Disaat Eka dan Senjana sedang mengobrol asik, ada seorang perempuan cantic berkulit putih datang dihadapan Senjana dan Eka semabari tersenyum. "hai..." perempuan itu bernama Bulan. Perempuan yang tidak pantang menyerah untuk mendapatkan Senjana.

"lo dateng mulu kayak setan." Kata Eka yang menatap Bulan sinis

"apaan si lo. gue kesini bukan ketemu sama lo. tapi sama Jana." Kata Bulan. "Jana.."

"Lan, berapa kali si gue bilang. Gak usah kesini sini lagi." Kata Senjana yang tidak suka

"aku tuh tadi lewat siniii Jana.. jadi sekalian nengokin kamu."

"gue lagi kagak sakit. Ngapain ditengok." Ceplos Senjana

"iiii ko gitu banget sihh.. kamu nggak mau nyuruh aku duduk gitu?" kata Bulan yang mengerucutkan bibirnya

DUA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang