Di sekolah Senjani hanya diam, sudah masuk minggu kedua ia masih terbalut rasa sedih. Bahkan, Cica sudah berusaha membuat Senjani tertawa masih tetap saja Senjani hanya merespon dengan senyuman kecil.
"Jani.. ngantin yukk, laper nihhh" kata Cica mengajak Senjani yang tengah mendengarkan musik menggunakan earphone. Cica sudah tahu bahwa temannya itu sedang kacau moodnya.
Senjani hanya menggeleng, menandakan bahwa ia tidak ingin pergi ke kantin dan tak ingin diganggu.
Dengan geram, Cica melepas earphone yang ada di telinga Senjani. "gue udah cape ya, asli. Cape banget. Ngeliat lo kayak gini, nggak ada semangat hidup. Jadi pendiem gini. Kalo lo lagi sedih, cukup di rumah aja Jani. Disini banyak yang mau bikin lo bahagia, termasuk gue." Cica sudah sangat kesal dengan sikap Senjani setelah putus dari Sendu, menjadi uring-uringan.
"apaan si lo" ketus Senjani yang menatap sinis Cica dan memasang earphone nya kembali.
"emang dengan cara lo kayak gini, Sendu bakalan balik lagi ke lo? enggak." Tegasnya.
Senjani menatap Cica dengan sinis. "bisa gak, gak usah bahas-bahas Sendu?"
"kenapa? Lo gak suka? Gue heran ya sama lo. Sendu tuh udah nyakitin lo. Udah bikin lo jadi kayak gak punya kehidupan, tapi, lo masih tetep mikirin dia ? Jani.. kalo lo tau dia disana juga gak mikirin lo. Dia selingkuh sama Arsi aja dia gak mikirin perasaan lo kan?" kata Cica dengan nafas yang menggebu-gebu.
Beruntung keadaan kelas sedang sepi, semua murid sedang ada di kantin dan di lapangan, jadi Cica dan Senjani bisa beradu argument di dalam kelas.
"lo pikir, lupain Sendu segampang lo keluar dari kelas? Gue juga cape Ca, tiap malem selalu keinget Sendu, keinget Sendu nyakitin gue gimana, keinget perkataan Sendu yang cuma omong kosong. Gue juga gak mau selalu ada dibayang-bayang Sendu. Gue berusaha Ca, berusaha buat lupain Sendu. Tapi gue gak bisa..." kata Senjani yang memalingkan pandangannya karena matanya sudah mulai berlingangan air mata.
Cica menarik nafasnya dengan sabar, lalu memeluk Senjani yang duduk menundukkan wajahnya ke meja, menangis. "Jani.. gue paham, gue paham posisi lo. Lo bukan gak bisa, tapi lo belum bisa terima kenyataan. Sendu Cuma orang yang sementara hadir di dalam hidup lo. Jadi, waktu Sendu pergi, lo jangan terlalu sedih."
"Caa.. gue gak tau harus ngapain lagi Caa.. gue capee..." Senjani menangis dipelukan Cica. "hati gue tuh cape bangett.."
Tak sengaja membuka pintu, Tanto terdiam melihat Senjani dan Cica sedang berpelukan, dan ia terkejut melihat Senjani nangis dipelukan Cica.
Dari jauh, Tanto bertanya pada Cica dengan mulut yang tidak bersuara. "Jani kenapa?" Begitu kata Tanto
"gapapa. Lo keluar dulu aja.."
"okee.." Tanto keluar lalu menutup pintu kelas
Senjani melepas pelukan Cica, "maafin gue, Ca"
"its okey.. gue tau gimana rasanya sakit hati, Jani.. mungkin lo gak bisa secepet itu bisa ngelupain Sendu, tapi lo bisa mulai dari terima kenyataan kalau dia bukan laki-laki yang pantes buat lo."
"udah gih jangan nangis lagi.." lanjutnya lagi sambil menghapus air mata Senjani.
"gue mau ke kamar mandii.." ucap Senjani
"iyaudah.. lo ke kamar mandi dulu, gue nanti gue nyusul, ada keperluan mendadak" kata Cica berbohong
"iyaa.." Senjani menghapus air matanya, lalu pergi kekamar mandi untuk cuci muka dan menenangkan diri.
Setelah Senjani keluar kelas, Cica membuka handphone nya untuk menelpon seseorang, yaitu Sendu.
"hallo Ca.. tumben nelpon, kenapa?" kata Sendu membuka percakapan
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA SENJA
Teen Fiction"aku suka sama kamu.." "lo gausah suka sama gue, gue cuma bisa nyakitin lo doang." "aku bakalan berusaha buat kamu suka juga sama aku.." "jangan ngasih hati lo ke orang yang gak tepat. gue gak bisa ngasih kepastian sama lo. dan gak akan pernah mungk...