17: Nathanael Abdi Putra

57 10 2
                                    

__________________♡♡♡___________________________________♡♡♡_________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________________♡♡♡_________________
__________________♡♡♡_________________

Beberapa orang mungkin menganggap Nathan sebagai manusia paling sempurna dan bisa apa saja, memiliki paras yang mengagumkan tentu saja merupakan aset yang sangat diinginkan oleh banyak pria. Selain ia memiliki manner yang sangat baik, ia juga terlahir dari keluarga yang kaya raya.

Dia tidak angkuh sekalipun hidupnya dipenuhi dengan pujian, dia tetap Nathan, sama seperti dulu jauh sebelum ia ditinggal pergi oleh sang Bunda. Karena kalau kata Bunda, menjadi yang pertama itu tidak dapat menjamin hidup seseorang bahagia terkadang kita harus berbagi tempat juga untuk mereka yang sangat ingin seperti kita. Ini juga sama persis seperti apa yang dikatakan Abangnya sebelum meninggalkan nya juga. Ya walaupun bahasanya berbeda jauh, tapi Nathan mengerti akan maksud yang diucapkannya.

Sama seperti hari ini, hari dimana Bundanya pergi meninggalkannya. Walaupun ia sudah telat selama 3 hari tapi tidak apa, yang terpenting Nathan bisa menemui bundanya lagi. Sudah terhitung 2 tahun sejak hari itu, hari yang akan terus tertayang didalam fikiran Nathan.

Nathan sudah tidak menangis seperti kunjungannya tahun lalu. Ia terlihat lebih tegar, walaupun rasa bersalahnya tidak dapat ia hindari. Ia masih saja belum tahu bagaimana caranya menyampaikan maaf pada dia yang telah mati. Kalimatnya selalu tertahan hingga tak pernah tersampaikan. Nathan sudah terlebih dahulu kalut saat menyaksikan waktu dimana Bundanya melawan sumber kematian. Menyelamatkan Nathan yang hanya bisa meringkuk ketakutan di sudut rumahnya.

Kota Jogja memang selalu seperti ini setiap kali Nathan berkunjung ke tempat ini, sangat cerah. Sama seperti suasana hatinya, dengan pakaian formal dan satu bucket bunga krisan tepat di samping kemudinya.

Sesekali ia akan menatap foto frame bundanya yang sengaja ia tempel pada dasbor mobil. Senyumnya masih saja terukir, karena tidak mungkin jika ia datang dengan perasaan sedih padahal langit sedang cerah cerahnya.

Sesampai di depan pintu makam, Nathan mengatur nafasnya sejenak mencoba untuk mengumpulkan keberaniannya untuk memasuki area makam. Dengan penampilan begitu rapi tak lupa dengan bucket bunga di genggamannya.

Ia kemudian tersenyum kembali ketika makam milik bundanya sudah dalam pandangannya. Berjalan semakin mendekat, lalu berjongkok tepat disamping bundanya.

"Sore Bund" ucap Nathan seraya memunguti dedaunan kering yang tersebar diatas makam hijau milik bunda. "Maaf Nathan datengnya telat banget."

Nathan sedikit mengerutkan keningnya saat melihat bucket bunga yang sudah layu namun masih tetap terlihat cantik tergeletak manis diatas makam. Mungkin pembantu lamanya yang sudah terlebih dahulu mengunjungi makam ini. Nathan mengulum senyum.

"Bund, hari ini Nathan dateng sendiri. Maaf banget gak bisa nepatin janji tahun lalu. Gak papa kan? Bunda gak kecewa kan?"

Nathan terlihat menunduk, perasaan itu kembali datang. Perasaan bersalah yang membuat pria ini kembali merasakan rasa sakit. Seharusnya sebagai seorang laki-laki dewasa ia bisa menjaga bundanya, melawan apa saja yang seharusnya dilawan. Jika saja ia memiliki keberanian seperti Mahendra yang pasti akan langsung bertindak ketika melihat sang bunda di sakiti secara fisik oleh sang Ayah.

Januari dan Mahendra | Hendery✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang