🌼||Happy Reading||🌼
°
°
°Malam harinya. Aku bertemu dengan ranjang empukku. Satu-satunya hal yang amat kurindukan saat ini.
"Halah! Dasar orang-orang gila! Badanku patah semua."
Untung statusku masihlah seorang Lady. Keperluan mandi serta yang lain dibantu oleh dayang pribadiku. Jika tidak, entah jadi apa tubuhku sekarang. Lagipula, orang gila macam apa yang melakukan latihan fisik setelah pulang dari perang? Apa tidak ada kata istrirahat di kampus mereka?
Lelah fisik dan lelah mental. Lengkap sudah penderitaanku. Sepertinya aku tidak akan terkejut lagi kalau masuk neraka nanti. Eh, tapi nggak mau, ding. Biar mereka berempat saja yang ke neraka. Penyiksaan termasuk dosa, bukan?
Aku menghela napasku lagi. Menatap langit-langit kamar yang membosankan. Memang kamarku didominasi ornamen emas serta ukiran yang senada, tapi melihatnya selama belasan tahun tentu membuatku jenuh. Bukannya mengeluh, tapi kalau kekayaan ini bisa ditukar dengan kepergiaan keempat pria itu, aku akan memberikannya secara sukarela.
"Haha. Bercanda. Mana mungkin aku bisa melakukannya," gumamku mengubah posisi tidur.
Hidup sebagai Shaquille tidaklah sepenuhnya buruk. Reputasi keluarga ini bagus. Sangat bagus malah, sampai-sampai diberi kepercayaan Kekaisaran menjadi keluarga yang paling dekat dengan keluarga Kaisar. Ditambah pencapaian di medan perang, Shaquille sangat disegani.
Uang dan emas pun mengalir begitu saja. Mana keturunannya good looking semua. Dengan rambut pirang dan mata bagai pertama biru menjadi ciri khas keluarga Shaquille ini. Namun, bukan itu saja yang membuat keluarga Shaquille dipercaya memimpin peperangan. Bola mata pertama biru adalah tanda seseorang yang memiliki bakat luar biasa. Khususnya, dalam bidang sihir. Benar, kami semua memiliki kekuatan sihir yang melebihi orang biasa miliki.
Sudah kaya, tampan, kuat, terpandang pula. Kesempurnaan seolah menempel pada Shaquille. Minusnya mungkin hanya satu, mereka semua orang gila.
Seperti pagi ini, sarapan yang didominasi makanan berprotein tinggi dan obrolan berat dari sang ayah. Tak seperti biasanya, karena Ayah meletakkan garpu sebelum menyentuh daging ayamnya. Itu berarti pembicaraan ini akan serius.
"Matthew."
Yang dipanggil menegakkan punggung. "Iya, Ayah?"
"Umurmu, kalau tidak salah sudah sembilan belas, bukan?"
"Benar, Ayah. Aku juga sudah mengikuti upacara kedewasaan."
"Baguslah. Bulan depan, kau akan ikut kakak-kakakmu ke medan perang. Persiapkan dirimu."
Wajah Matthew bersinar, tak menghalangi diri untuk tersenyum lebar. "Baik, Ayah-- ah, bukan. Grand Duke!" jawabnya senang.
Sudah pasti, sih. Ini adalah hal yang dia tunggu-tunggu sejak dulu. Aku bahkan masih mengingat dirinya yang berumur lima tahun merengek ingin ikut perang bersama Ayah. Seperti yang kukatakan sebelumnya, keluarga Shaquille semuanya gila perang.
Atmosfir pun perlahan melunak. Karena kabar gembira yang disampaikan, tentu saja akan disambut dengan baik. Sarapan pun kembali dilanjutkan. Berbeda denganku yang merasa ada yang kurang.
Alhasil, aku pun meletakkan alat makanku. Menatap ke arah Ayah yang duduk di ujung meja. Berbeda dengan anak-anaknya yang duduk saling berhadapan. Aku bersebelahan dengan Matt, Charles dan Arthur berada di sebrang.
"Aku bagaimana, Yah? Apakah aku juga ikut perang?"
Semua peralatan makan tiba-tiba jatuh serentak. Bahkan milik Ayah jatuh menggelinding ke lantai. Eh? Ada apa ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Traitor's Princess [HIATUS]
Fantasy[Kemungkinan cerita dihapus atau rombak revisi] Shaquille adalah keluarga yang paling dekat dengan keluarga kekaisaran. Mereka juga terkenal akan gila perang. Mulai dari yang tua hingga yang muda, semua diterjunkan ke medan pertempuran. Bahkan satu...