Sun Princess

14 2 0
                                    

🌼||Happy Reading||🌼

°
°
°

Suara tapak kuda yang menghentak ke tanah memenuhi pendengaran. Butuh dua hari penuh untuk bisa kembali ke Ibukota Kekaisaran Romini, Kota Yart. Pantatku sudah terasa kebas di atas kereta. Meskipun jika malam tiba selalu berhenti untuk beristirahat, aku tetap merasa bosan.

Kali ini, aku hanya ditemani lima pengawal dan satu kurir. Yah, untungnya kali ini aku bisa bernapas karena tidak di sekitar kakak-kakakku yang gila.

"Nona, kita akan segera sampai. Nona mau mampir ke rumah atau langsung ke istana?"

"Mampir dulu. Aku ada urusan."

Pengawal yang bertanya mengangguk hormat dan memacu kudanya untuk memberitahu yang lain. Sedangkan aku menutup tirai jendela ketika gerbang di lewati.

Aku butuh persiapan mental sebelum bertemu dengan Kaisar.

***

"Nafaline Shaquille memberi hormat dan menghadap kepada Kaisar."

Kali ini aku melakukan salam dengan benar. Menarik kaki kiriku ke belakang, menekuk sedikit kaki satunya, dan menempelkan tangan kanan ke dada. Salam khas Lady yang sudah kutanyakan ulang kepada Rudiart untuk memastikan.

Aku menghadap Kaisar yang duduk di singgasananya bersama permaisuri, beberapa selir, dan anaknya. Belasan pengawal juga berjejer di sepanjang karpet merah tempatku berdiri. Di aula besar yang ciamik dengan sinar mentari yang masuk melalui jendela yang dibuat mozaik berwarna-warni seperti membentuk sebuah lukisan. Semakin megah dengan warna krem dan cokelat muda sebagai warna cat serta pilar-pilarnya.

Kaisar mengangkat tangan sebagai isyarat agar aku menegakkan kepala. "Sungguh kebahagiaan melihat Lady secantik dirimu lagi. Darah Shaquille memang mengangumkan. Saat ini pun, kau sangat menawan," pujinya menilik pakaianku.

Sudah pasti dia menyindir. Mana ada Lady yang menghadap istana dengan celana? Ya, pakaianku saat ini lebih mirip pakaian menunggang kuda dibandingkan fashion. Celana putih dengan rompi hijau dengan ornamen emas di setiap sisinya. Rambut emas panjangku pun hanya kuikat tinggi ke belakang. Setidaknya, tidak ada kata 'anggun khas Lady' dalam penampilanku.

"Terima kasih, Yang Mulia."

Melihatku bereaksi biasa saja, sepertinya Kaisar sudah selesai berbasa-basi. "Jadi, ada urusan apa sehingga kau berada di sini, Lady Nafaline?"

Haha, dia pasti geram melihatku kembali dengan selamat. Tapi, tenang saja, Kaisar. Aku membawakan sesuatu yang lebih mengejutkan dibandingkan penampilanku.

"Ayah saja, Grand Duke Abraham Shaquille, meminta saya untuk memberikan surat ini kepada Yang Mulia Kaisar." Aku meminta salah satu pengawal di sana untuk menerima suratku dan memberikannya kepada pria tua itu.

Wajahnya nampak kebingungan hingga dia membuka surat yang ditulis dengan hati-hati malam itu. Wajah tampannya mengeras, urat kemarahannya muncul, dia bahkan sudah tidak mencoba menyembunyikannya lagi. Kertas itu juga diremasnya dengan kuat.

"Apa maksud ini semua, Lady Nafaline?"

Hmm, dia sudah membaca, tapi masih bertanya. Aku yakin Kaisar tidaklah bodoh, mungkin dia hanya ingin memastikan saja. Kalau begitu, akan menarik jika aku berpura-pura bodoh di sini.

"Eh? Memangnya, Ayah menulis apa, Yang Mulia? Saya hanya diminta untuk mengantar surat dan kembali ke rumah."

"Kau sungguh tak tahu?" Wajah Kaisar semakin tegang, bahkan semua orang di sana mulai bergetar di tempat.

Traitor's Princess [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang