Wedding Princess

20 2 0
                                    

Hai ... maaf baru update lagi hehe

***

Seumur hidup, mungkin baru kali ini aku merasa gugup dengan pria di luar keluargaku. Meskipun Kaisar Samuel juga sama mengerikannya, pria tua ini jauh berbeda. Dia tidak tampan, tapi beringas. Wajahnya penuh luka, apalagi tubuh kekarnya itu. Rambut hitamnya sedikit gondrong dengan jenggot yang menutupi seluruh dagunya, membuat kesan mengerikan semakin ketara. Sorot mata merah itu seperti darah lawan-lawannya yang menggumpal selama dia melakukan peperangan.

Setidaknya, pemimpin Kekaisaran Silia mau terjun ke medan perang daripada Kaisar Bodoh yang hanya bisa memerintah itu. Walaupun membuat image-nya seperti tiran.

"Theodor sudah mengatakannya. Kalian, keluarga Shaquille yang terkenal sebagai Anjing Kekaisaran berkhianat? Bahkan yang paling setia saja bisa berpaling, ya." Kaisar Silia, Edharlos Wycliff merespon kedatangan kami di hadapannya. Kami tidak berada di aula, melainkan duduk bersama di sebuah meja dengan cemilan ringan dan teh yang beraroma mint. Meskipun aku yakin tehku akan dingin sebelum sempat menyentuhnya.

Tatapan dan nada bicara sang kaisar terlalu dingin!

"Tapi, aku pernah mendengar pepatah seperti ini, 'Seseorang yang sudah berkhianat, suatu saat akan berkhianat lagi.' Pepatah yang menarik, bukan?"

Glek. Aku merasa haus, tapi sungguh aku tak berani untuk bergerak untuk mengambil cangkir emas di hadapanku. Kemewahan dan kemegahan di ruangan ini malah semakin mencekik. Kepalaku juga terus tertunduk setelah sekilas melihat penampilan Kaisar Edhar.

"Bukan kami yang berkhianat, tapi 'mereka' yang terlebih dahulu melakukannya." Ayah berkata dengan tenang. Sangking kecewanya mungkin, Ayah bahkan sudah tak menyebut nama lagi. Dia menyempatkan meminum tehnya duluan yang membuatku yakin jika minuman itu tidak beracun.

Samar-samar, kulihat Kaisar Edhar melirik ke arah Ayah yang duduk bersebrangan dengan Theo. Pangeran ketujuh itu duduk sendirian di barisannya, sedangkan kami duduk sejajar sesuai dengan usia kami. Ya, aku duduk di paling pojok di barisan kiri Kaisar Edhar.

"Yah, aku tidak peduli dengan masalah kalian. Tapi, bagaimana cara kalian supaya aku, kesatriaku, dan rakyatku percaya kalian tak ada hubungannya dengan Kekaisaran Romini? Meskipun Theodor merupakan salah satu putra kesayanganku, bukan berarti aku langsung percaya dengan orang yang dibawanya, bukan? Apalagi jika itu dari musuh yang sudah membunuh banyak pasukanku," terang Kaisar Edhar sekaligus menyindir.

Sebentar, aku jadi berpikir ulang. Ayah kan punya daya tahan tubuh yang kuat. Beliau pasti baik-baik saja meski diracuni. Jadi, teh di depanku ini beracun atau tidak?

"Kami bertarung bukan karena loyalitas, Kaisar Edharlos. Tapi, karena keuntungan. Dulu, kami tetap mau bertarung dengan syarat uang dan kehidupan damai untuk keluarga kami. Sekarang, Pangeran Theodor menawari kami keuntungan yang lebih. Hanya orang bodoh yang tak mengambil kesempatan ini."

Aku sontak mendongak dan melotot pada Charles yang masih bisa berbincang santai bahkan membalas ucapan Kaisar Edhar dengan nada yang sama sarkasnya. Hei, hei, hei! Sekarang bukan waktunya beradu kesarkasan, Tuan Muda Charles!

Saat ini pun aku baru sadar betapa santainya wajah-wajah kakak gilaku. Arthur yang sibuk memberikan cemilan pada anak naga barunya, Matt yang nampak bertukar kata dengan Theo tanpa suara, dan Charles yang ikutan santai dengan menyesap bahkan meminta isi ulang tehnya pada pelayan. Ah, benar, mereka orang gila, tentu saja reaksinya juga seperti orang gila. Aku harap aku menemukan rekan yang waras di Kekaisaran Silia.

"Keuntungan?" Kaisar Edhar beralih pada putranya yang cekikikan dengan Matt. Wajahnya langsung berubah kaku begitu mendapati sorot mata merah itu menusuknya. "Kau menawari apa kepada mereka?"

"Saya memberikan masa depan," jawabnya mantap.

Sekilas, aku meliat pupil mata oval milik sang kaisar mengecil. Tanpa menunggu reaksi orang, dia langsung tertawa dengan nada seram. Suaranya besar dan serak. Apalagi wajah menyeramkannya itu sedang tersenyum, ah, menyeringai. Mungkin, jika Kaisar Edhar memiliki tanduk, dia adalah penggambaran iblis di dunia nyata.

"Bagus! Kau memang anak kesayanganku, Theodor!" Sang kaisar menghentikan tawanya. Tersenyum balik ke arah kami dengan menakutkan tentunya. "Jadi, bagaimana jika dua bulan lagi?"

Kami saling beradu pandang. Kenapa tiba-tiba menanyakan waktu?

"Maaf, maksud Yang Mulia?" tanya Ayah yang gagal menangkap inti pembicaraan ini.

"Tentu saja pernikahan putraku dengan putrimu. Bukannya Theodor memberinya masa depan?"

"HAH?!"

Teh mint yang kucurigai ada racunnya, yang kukhawatirkan tidak akan kuminum sampai dingin, nyatanya sekarang sudah tumpah ke meja sebab kelakuan barbarku. Tidak, maksudku siapa yang tidak kaget dengan nada santai dari Kaisar Edhar yang sepanjang percakapan selalu memberikan nada dingin dan penuh penekanan?

Kami sontak menoleh ke arah Theo yang anehnya sama-sama terkejutnya. Sebenarnya apa yang mereka lalukan kepadaku?!

***

Tanpa diberi waktu untuk memahami keadaan, aku langsung diseret paksa oleh orang-orang Silia. Mereka memberiku guru untuk mempelajari sejarah dan keadaan kekaisaran, pemilik butik dan sepatu yang terus-terusan memberiku rekomendasi gaun, guru tata krama dan budaya kekaisaran, bahkan guru dansa. Harapanku menemukan rekan yang waras di sini berakhir sia-sia. Aku justru merasakan neraka yang lebih ganas dibandingkan kekediaman Shaquille.

"Sialnya aku malah rindu siksaan Charles daripada ini semua," gumamku ketika tanganku dipaksa ke atas untuk mengukur tubuh ke sekian kalinya. Ayolah, memangnya tubuh manusia secepat itu berubah? Untuk apa diperiksa setiap hari?

"Sebagai wanita, lengan dan kaki Anda berotot seperti lelaki. Haruskah saya memberikan gaun yang menutupi semuanya? Tapi, kalau begitu tidak akan ada yang mengetahui keanggunan tubuh Tuan Putri!" Pemilik butik, Amanda mulai berceloteh.

Sekali dia buka suara, tidak akan ada yang bisa menghentikannya. Apalagi jika menyangkut pakaian. Dia terus-terussan mengomel ini itu hingga aku muak mendengar suaranya. "Pernikahan Anda akan dilakukan ketika musim semi, bukan? Agak sedikit aneh jika saya membuatkan gaun yang menutupi lengan."

"Agh! Jangan ingatkan aku soal pernikahan dan buat saja bajunya!" kesalku akhirnya. Aku melepaskan diri dari lingkaran meteran yang dia dan asistennya gunakan. Memilih untuk terbaring dengan pakaian tipis yang digunakan sebagai pakaian dalam. "Aku tak peduli bagaimana wujud jadinya, Madam. Mau dengan warna putih atau tidak, aku juga tak masalah. Tolong berhenti menanyakanku soal gaun! Aku tak tahu apa-apa!"

Segera aku menutup telingaku dengan bantal.

"Lantas, saya harus bertanya pada siapa? Pangeran Theodor menyerahkan semuanya pada calon istrinya. Apalagi Kaisar dan Permaisuri. Atau, kakak Tuan Putri ada yang bisa diajak mengobrol?" tanya Amanda setelah memerintahkan asistennya untuk berberes.

Aku berpikir sejenak. Matt? Kalau dia pasti akan memberikan rekomendasi yang ngaco. Charles? Memangnya dia pernah berpikir tentang perempuan? Arthur? Ah, dia susah bersosialisasi dengan orang baru. Bahkan dia hanya diam saja ketika Kaisar Edhar bertanya. Tidak ada kakakku yang bisa diandalkan. Dasar lelaki gila!

"Gak tahu!" rengekku seketika. "Pokoknya terserah Madam saja! Aku tak peduli lagi!"

Ya, aku tak peduli tentang pengkhianatan, pernikahan, atau apalah itu. Aku hanya ingin tidur sebelum seseorang membangunkanku untuk jadwal gila selanjutnya. Astaga, miris sekali hidupku.

***

Traitor's Princess [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang