Princess Run Amuck

33 2 3
                                    

"Tu-tunggu, Yang Mulia! Bukan itu yang saya maksud!"

Itu adalah teriakan spontan dari Theo yang dia keluarkan seminggu yang lalu. Respon yang cukup cepat untuk seseorang yang dilanda kepanikan. Apalagi dia masih berusaha bersikap sopan di hadapan ayahnya dengan memanggil Yang Mulia. Kalau aku masih cengo bahkan ketika pelayan menghampiriku untuk membersihkan tehku yang berceceran.

"Sudahlah, Theodor. Ini juga waktu yang tepat bagimu untuk menikah. Kau juga menolak semua lamaran dari para Lady untuk saat ini, bukan? Lagipula, dengan alasan pernikahan, baik orang istana atau rakyat akan menerima dengan mudah."

Pemuda itu tidak bisa melawan. Perkataanya berangsur melirih, "iya, benar, Yang Mulia. Tapi, masalahnya ...." Theodor melirik takut ke arah kami.

Kulihat aura mencengkam dan dingin keluar dari barisan para lelaki di sampingku. Mereka jelas tak menyukai hal ini. Aku putri bungsu mereka menikah dengan melompati ketiga kakakku begitu saja. Mereka pasti menginginkan aku terjun di medan perang dibandingkan pergi ke pernikahan. Karena jika aku sudah menjadi Nyonya, sudah pasti mereka tak bisa lagi mengekangku.

Astaga, miris sekali hidup di keluarga yang gila perang.

Aku kembali duduk sembari memikirkan perdebatan panjang di antara para lelaki itu. Aku tidak akan diajak berdebat, aku tak punya hak untuk berbicara di ruangan ini. Namun, sebelum itu terjadi, seorang lelaki berkacamata menghampiri Kaisar Edhar dengan tergesa dan membisikkan sesuatu.

"Genjatan senjata? Wah, sepertinya kalian memegang kekuatan terbesar di Kekaisaran Romini. Mereka langsung menciut ketika Shaquille beralih kubu. Sepertinya kita bisa menjalankan pernikahan lebih cepat."

Wajah sang Kaisar berbanding terbalik dengan nada bicaranya. Nada bicara yang senang itu disandingkan dengan ekspresi menyeringai yang menakutkan. Intinya sih, dia berbahagia dengan caranya sendiri.

"Baginda Kaisar. Bisakah kita berbicara secara terpisah? Saya ingin berbicara sebagai 'orang tua'." Ayah meletakkan cangkirnya lagi. Ayah sudah mendapatkan ketenangannya kembali. Kaisar Edhar tak menolak, mereka langsung pergi dari ruangan berdominasi cat putih itu.

Meninggalkan kami para anak dengan beberapa pelayan dan penjaga. Tehku sudah diisi ulang, tapi aku tetap enggan meminumnya. Perpecahan akan segera dimulai.

"Hah! Jadi, ini tujuanmu yang sebenarnya? Pangeran Theodor Wycliff?" Charles menyerang terlebih dahulu.

"Dasar serigala berbulu domba. Posisimu sekarang lebih rendah dibandingkan Sofia," pungkas Arthur memperkenalkan anak naga barunya itu.

"Boleh kita bunuh sekarang saja?" Matt tak mau kalah unjuk gigi.

Theodor membela dengan takut. Melihat ekspresinya itu, dia nampaknya benar-benar tak tahu menahu tentang pernikahan ini. Tapi, aku yakin dia pasti senang dengan keputusan sang kaisar. Tentu saja, aku ini kan Lady yang cantik, berbakat, dan kuat. Andaikata aku mau keluar kediaman Shaquille, sudah pasti para lelaki memperebutkanku.

"Hei, kenapa kau diam saja?" Suara Matt menyeletuk dengan tak enak. "Kau senang, ya? Dengan pernikahan ini?"

"Hah? Mana ada! Justru aku yang rugi tahu!" bantahku nyaris menumpahkan kembali teh. "Aku yang tiba-tiba harus setuju dengan rencana kalian berkhianat lalu disuruh menikah sebagai syaratnya. Bukannya kalian yang menjebakku?"

"Menjebak? Pernyataanmu tak masuk akal, Nafaline." Charles membalasku dengan tatapan tak suka. Ah, dia kan memang tidak pernah menatapku dengan ramah.

Tapi, itu tak membuatku goyah. Mumpung diberi kesempatan untuk berbicara, akan kukatakan semuanya. Semua hal yang mengangguku dan semua kata yang tak sempat kukata selama ini.

Traitor's Princess [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang