Setelah semua drama yang aku lakukan di meja makan pagi ini, akhirnya aku kembali terdampar di dalam kamar sementara Jigong berjaga di depan seperti biasanya. Sepanjang jalan menuju ke sini, aku tidak mengira bahwa Jigong sama sekali tidak berkomentar dengan apa yang aku lakukan. Bahkan, dia tidak terlihat peduli dengan semua kebohongan yang nyatanya telah melibatkan dirinya.
Terserah! Aku tidak peduli selama rencanaku berjalan lancar.
Aku tersenyum girang saat menghempaskan tubuh di atas seprai bulu yang hampir mirip dengan mantel yang kerap Ivior kenakan. Tetapi tenang saja, aku telah meminta beberapa awak wanita mencucinya dengan air yang tersisa. Mungkin karena itu pula persediaan air bersih kami harus habis hanya untuk mencuci benda ini. Toh, aku tetap akan mengamuk bila seprai yang nyatanya telah berbau busuk ini tidak dicuci sementara aku akan tidur di atasnya.
Kutatap langit-langit kamar yang tidak menunjukkan hal menarik selain plafon kayu yang sedikit diukir di sudut-sudutnya. Aku teringat saat pertama kali memasuki kamar ini, dan tebak bahwa hal pertama yang ingin aku lakukan adalah melarikan diri.
Aku tidak mengerti mengapa Savana yang cantik sangat-sangat jorok. Bisa dibilang, penampilannya terlalu bertolak belakang dengan kondisi kamarnya yang sungguh mengerikan. Tepat di atas sana, terlalu banyak sarang laba-laba yang menganak pinak tanpa pernah dibersihkan. Mengesankannya, Savana justru bisa bertahan untuk tinggal di tempat mengerikan dengan kapasitas kebersihan yang sangat minim ini, dalam waktu yang lama. Sungguh! Aku sama sekali tidak pernah menduga bahwa kapal bajak laut akan semenjijikkan ini.
Aku pikir hanya perilaku mereka yang menjijikkan, tetapi ... ah, sudahlah, aku tidak ingin lagi membahasnya. Yang terpenting, aku telah bekerja keras selama beberapa minggu terakhir ini dengan menggerakkan semua anggota untuk membantuku membersihkan kapal.
Sejujurnya, aku tidak pernah melihat ada barang berharga semacam emas atau benda berkilau lainnya di kapal ini. Atau mungkin, barang-barang seperti itu sengaja disembunyikan di suatu tempat yang aku tidak ketahui. Mungkin Savana yang asli tahu, tetapi karena aku adalah penghuni baru, jadi wajar saja bila aku tidak tahu banyak tentang ruangan-ruangan apa saja yang ada di sini.
Dan lagi, aku memang harus mengakui bahwa kapal bajak laut berlambang tengkorak bermata satu ini memiliki kapal yang benar-benar besar, meski sangat-sangat jorok dan sedikit tua.
"Nona ...," otomatis aku mengangkat kepala begitu mendengar suara Jigong dari arah luar, "..., ini masih siang, mengapa Anda mengurung diri di dalam kamar? Tidakkah Anda ingin melihat lumba-lumba. Ngomong-ngomong, kita baru saja sampai di perairan mereka."
Aku terkesiap saat mendengarnya. Benarkah itu?
Tanpa bisa kucegah, tubuhku seolah bergerak dengan sendirinya. Melangkahi tempat tidur dan meninggalkan jejak senyum yang luar biasa lebar di bibirku.
"Di mana mereka?" kataku antusias sesaat setelah membuka pintu kamar dan melihat wajah datar Jigong yang menyebalkan. Namun hari ini, aku tidak akan berkomentar lebih banyak tentangnya. Toh, suasana hatiku sedang baik mengingat Ivior telah mengizinkanku untuk bisa bertemu dengan Albert, ditambah Jigong telah mengambil peran dalam kesuksesan aktingku kali ini.
Jadi, berbanggalah kamu Jigong si pria berbau mulut! Haha!
Jigong balas menatapku. Pria itu berucap pelan sembari menunjuk ke arah luar. "Anda tidak akan bisa melihatnya jika berada di sini. Kita perlu keluar untuk melihatnya."
Aku tahu perkataannya sangat menyebalkan mengingat itu memang benar. Tetapi, aku akan mencoba untuk bersabar. Setidaknya, hanya hari ini.
"Kalau begitu, tuntun aku ke sana!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Menjadi Puteri Bajak Laut
FantasyIrina pikir, tidur lelap di kamar kosannya adalah salah satu hal paling menyenangkan yang bisa dia lakukan setelah seharian lelah dengan tugas kuliah. Tetapi, dia sama sekali tidak menduga bahwa hal menyenangkan itu akan berubah menjadi hal mengeri...