"Nona, kita sudah sampai."
Aku membuka mata sekaligus meraup oksigen sebanyak mungkin mengingat selama Ameertz membawaku, aku menahan menahan napas lantaran tak sanggup dengan bau badannya yang menyengat. Beruntung bahwa ini bukan perjalanan panjang, sehingga aku tidak harus terserang sesak napas dalam waktu yang lama.
Secepat yang aku bisa, aku melompat turun dari gendongannya baru kemudian berdiri mengamati sekeliling.
Mengenai pintu rahasia yang dikatakan Ameertz, rupanya itu tidak begitu jauh dari lokasi kami bertemu sebelumnya. Ya, aku terkesan saat dia mulai mendobrak sebuah dinding dengan pola ukiran kayu yang sedikit berbeda, menandakan bahwa itu adalah dinding berkedok pintu. Masih ada beberapa anak tangga yang kami lalui, hingga akhirnya tiba di tempat ini.
Tetapi kemudian, aku mengernyit begitu menyadari bahwa sosok Jigong dan Ivior yang aku cari tidak ada sama sekali.
Aku berbalik ke arah Ameertz yang rupanya sedang melangkah ke arah belakang.
Secepat mungkin kutarik ujung bajunya, lalu melotot lebar ketika berkata, "Mau ke mana kamu?!" Pria itu menatapku kebingungan, tetapi aku tidak berpikir untuk menjawab kebingungannya. Sebaliknya, yang aku lakukan adalah menariknya mendekat lantas berucap, "Apa kamu baru saja membodohiku? Di sini sama sekali tidak ada Jigong dan Ayah!"
Pelan-pelan dia menurunkan cengkramanku dari bajunya, sementara senyumnya melebar. Aku mengernyit saat melihatnya, namun kuurungkan niat untuk bertanya. Aku hanya ingin mempertahankan raut wajahku yang sedang memasang tampang marah.
"Nona, tempat ini sudah benar, namun seperti yang Anda lihat memang tidak ada mereka di sini." Pria itu menunjuk ke arah belakang di mana sebelumnya dia hendak pergi, tetapi dengan kurang ajarnya aku justru menghentikannya. "Biasanya, bagian itu dibuka bila memang ada perahu yang akan diturunkan. Karenanya aku hendak mengecek sebab bisa jadi keduanya ada di sana."
Aku mulai mengerti, tetapi Ameertz masih membiarkan hawa mencurigakan menguar dari dalam tubuhnya, sehingga membuatku memasang kewaspadaan.
Menyadari bahwa aku terlihat tegang dan mungkin sedikit takut ditinggalkan, rupanya Ameertz tak kuasa menahan tawa. Pria itu berkata dengan nada tenang, sementara di sisi lain burung-burungnya pun ikut beterbangan. Anehnya, hewan itu terbang mengelilingi kami.
"Mengapa Nona terlihat sangat ketakutan, padahal aku sama sekali tidak berniat jahat."
Sepasang mataku memicing jengkel. "Bagaimana aku tidak takut kalau kamu bertingkah aneh seperti ini. Bukannya membawaku pada Jigong, justru—"
"Aku senang Nona ternyata mencariku."
Secepat mungkin kuputuskan untuk berbalik hanya untuk mendapati sosok Jigong bersama Ivior di belakang sana. Baru saja aku hendak protes dengan perkataannya, tetapi aku sudah cukup puas begitu Ivior memukul kepalanya cukup keras.
"Jangan berani menggoda Puteriku seperti itu."
Sementara aku terbahak melihat Jigong menunduk lantaran Ivior mulai mengancam.
Ivior kembali kepadaku, dan bertanya perihal kedatanganku yang tampaknya cukup mengejutkan baginya. Ivior mendekat, merangkul bahuku sebelum akhirnya berkata, "Apa yang membuatmu berada di sini, Puteriku?"
Aku menatap Jigong terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kuhembuskan napas lega, menyadari bahwa Jigong berhasil menggagalkan aksi nekat Ivior. Tetapi aku cukup kebingungan menyadari bahwa Jigong tidak menjelaskan situasi kami.
Maka dari itu, kuputuskan berkata, "Aku ke sini mencegah Ayah bertindak nekat untuk menaiki kapal milik pangeran. Beruntung Jigong bertindak lebih cepat." Namun aku tidak mengerti arti dari gerakan tangan yang kini diperlihatka Jigong sesaat setelah aku berkata demikian. Pria itu seolah memberi kode agar aku berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Menjadi Puteri Bajak Laut
FantasyIrina pikir, tidur lelap di kamar kosannya adalah salah satu hal paling menyenangkan yang bisa dia lakukan setelah seharian lelah dengan tugas kuliah. Tetapi, dia sama sekali tidak menduga bahwa hal menyenangkan itu akan berubah menjadi hal mengeri...