Jaeyun berjalan ke arah ruangan Jongseong, dimana dia tahu Jungwon akan berada disana. Dia menghela nafas ketika melihatnya sedang membaca bukunya, kacamata bertengger di hidungnya.
"Kau harus beristirahat."
Jungwon menutup bukunya. "Aku tak ingin meninggalkannya sendirian," ujarnya. Jaeyun membawa dirinya mendekat. "Ketika aku pertama kali mati, aku mengingatnya, dan sebersit benakku berpikir bahwa akan lebih baik jika dia benar-benar ada."
"Lalu?"
"Ketika aku mati kedua kali, aku memeluknya," dia tersenyum. "Ketika aku tahu itu bukan dia, aku berpikir 'ah, bahkan ketika aku mati sambil memikirkannya, dia tak berada di sampingku' begitulah."
Jaeyun tersenyum, menyentuh tangannya. "Aku yakin kalian akan bersama ketika itu ketiga kalinya."
Jungwon menggelengkan kepalanya. "Aku bicara dengan Riki, dia akan menyiapkan semuanya agar kita semua bisa pergi. Dia sudah memecahkan apa yang ayahnya tinggalkan. Bantuanku tak lagi dibutuhkan."
"Kau takkan kembali ke mesin itu lagi?"
"Tidak," balasnya. "Aku seharusnya lega, aku seharusnya berpikir bahwa ini adalah kesempatan kita menempuh hidup kembali. Dimana tak ada yang mengenal siapa kita, tapi–" dia menghela nafas. "Untuk sejenak, aku ingin dia melihatku seperti itu lagi."
Jaeyun mengangkat kepalanya, memperhatikannya.
"Seperti Jem melihat Jace," bisiknya. "Seperti Romeo melihat Julius."
~~~
Sunoo meringis kesakitan.
Iritasi di kakinya semakin parah karena dia memaksakan diri untuk ikut bersama Heeseung tadi malam. Sunghoon tengah membantu mengoleskan obat ke tempat dimana lututnya seharusnya berada, sementara baik prostetik maupun kursi rodanya terbengkalai di ujung tempat tidur.
"Kau seharusnya tak ikut," gumamnya. "Kami bisa mengatasi itu sendiri."
"Jongseong terluka," ucap Sunoo. "Dan saat itu ada kita berenam. Bagaimana jika itu hanya berlima? Apa jadinya jika kalian tak memiliki penembak jitu dari atas?"
Sunghoon memperhatikannya, meletakkan obat di atas tempat tidur. "Lalu sekarang?" tuntutnya. "Kau benar-benar tak ingin berjalan seumur hidupmu, ya? Jika Riki memintamu untuk mengistiharatkan kakimu selama sebulan, turuti dia!"
Sunoo menelan ludahnya. "Kenapa kau mengeraskan suaramu?"
Sunghoon menghela nafasnya, mengalihkan pandangan, menatap keluar jendela. "Aku tak ingin sesuatu terjadi padamu," bisiknya, entah itu terdengar padanya atau tidak. Namun dia tak peduli. "Tolong jangan lakukan apapun yang dapat membahayakanmu."
Sunoo memperhatikannya, matanya berkaca-kaca. Mungkin itu karena Sunghoon yang menariknya mendekat ketika Belphegor memangsa kakinya. Mungkin itu karena dia memanjat untuk mengambil Jungwon dan Riki kembali sementara yang lain bertarung. Mungkin Sunghoon merasa lebih bertanggung jawab padanya.
Sunoo tak peduli, selama dia tetap menjaganya seperti ini.
"Aku takkan," janjinya.
~~~
Heeseung membantu Riki memperbaiki mesin-mesinnya.
Bukan. Heeseung tentu saja tak andil dalam memperbaiki secara langsung. Dia hanya mengambilkan alat-alat yang dia minta, atau membersihkan beberapa printilan agar ruangan terlihat rapi.
Riki masih mengenakan kacamata pelindungnya, celana kargo dan kaosnya sedikit kotor. Dia beralih matanya. "Makasih." Heeseung mengangguk. Dia beralih ke mesin lain. "Ini yang terakhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEA IACTA EST • jaywon • end •
FanfictionAlea iacta est: the die has been cast - titik dimana kita tak bisa kembali. Epsilon Zephyrus adalah sebuah planet dimana setiap bangsa hidup makmur. Hingga pada suatu waktu, terjadi pembunuhan yang korbannya mati kehabisan darah. Bangsa Sangre sebag...