Border 3: The Mind of a Realist

287 45 1
                                    

TW: Mention of cannibalism

Jongseong membuka matanya, pipinya basah.

Mesin mendesis ketika petinya dibuka dan dia bangkit untuk duduk, di depannya, mesin Jungwon masih menyala. Tangan dan kakinya sedikit kaku – hasil dari tubuhnya yang tak pernah digerakkan sepanjang waktu yang bahkan tak dia ketahui.

Mesin mendesis dan dia melihat Jungwon duduk di depannya, matanya membulat ketika melihatnya berada di dalam peti. "Kau–" gumamnya, dan Jongseong menghela nafasnya, memanjat keluar.

"Apa yang kau pikirkan? Apa kau tahu seberapa bahayanya ini?" Jungwon masih terpaku ketika dia memeluknya. "Jangan lakukan ini sendirian."

"Jace–" bisiknya. "Bagaimana–"

Jongseong terdiam, mengalihkan pandangan. "Dia meninggal dunia. Sementara untuk Jem– aku tak tahu apa yang terjadi padanya. Atau pada John. Atau pada yang lain." Dia menunduk untuk melihatnya. "Bagaimana rasanya, mengalami kematian?"

Jungwon menggelengkan kepalanya. "Aku tidak merasakannya ketika jantungku berhenti. Dia tidak– berhenti. Justru–" dia mengernyitkan dahinya. "Dia terasa seperti– seperti sesuatu memperlambatnya, seperti ketika kau menggenggam kuat sesuatu dan energimu habis. Kau akan–"

"Dengan perlahan melepasnya." Dia mengangguk. Jongseong menghela nafasnya, memeluknya lagi. "Jangan lakukan ini lagi."

"Aku berjanji pada Ratu Alina. Aku akan membawa kalian pergi dari sini sebelum satu tahun, ini adalah jalan dimana kita tak perlu menjadi Sangre," dia menatapnya. "Dimana kita bisa hidup biasa."

"Hidup biasa?" ulang sang kakak. "Apa– seperti Pogon yang hanya makan tumbuhan? Atau seperti Stratosfer yang tingginya menjulang di angkasa? Atau berkepala dua seperti Janus? Atau para duyung seperti Megasirena?" tuntutnya. "Biasa bagaimana maksudmu, Jungwon?"

"Biasa–" ucapnya. "Seperti kita tak perlu didiskriminasi karena makanan kita, atau kita tak perlu hanya tinggal bertujuh sendirian. Kita bisa berkumpul dengan banyak orang–"

"Hanya kalian berenam yang aku butuhkan," dia berusaha. "Tidak yang lain. Asal kita tetap utuh, tidak ada yang pergi – tidak ada–" dia menarik nafas, terengah, berlutut di hadapannya. "Tidak ada yang perlu mengorbankan nyawa seperti ini."

"Kau ingin kita mati di planet lain?" Tanya Jungwon, melepaskan diri dari mesin itu dan ikut merendah untuk melihatnya. "Kau tahu apa yang terjadi jika sekumpulan orang kelaparan dan terapung di laut? Mereka memakan kelompok mereka sendiri. Kau ingin mencari tempat yang lebih aman untuk kita, atau tetap seperti ini dan suatu hari–" dia menarik tangan Jongseong ke lehernya. "Salah satu dari kita akan kehilangan kendali dan meminum darah kita."

Yang lebih tua menatapnya, terdiam.

"Mungkin itu kau. Mungkin itu aku. Atau yang lain."

Jongseong menarik tangannya dari leher Jungwon, menariknya berdiri lalu menjauh darinya. "Jangan bicara omong kosong."

Riki membuka pintu dan mereka menoleh. Dia mengangkat pemancarnya. "Aku mendeteksi sinyal, jadi kuduga kalian sudah bangun." Dia berjalan ke arah mereka. "Bagaimana rasanya?"

Jungwon dan Jongseong melengos, pergi.

~~~

Heeseung mengetuk pintu dan Jaeyun membukanya.

"Hei," sapanya. Yang lebih muda tengah duduk di atas tempat tidurnya, tak melakukan apapun. Heeseung menarik kursi mejanya dan duduk di depannya, sandarannya dia letakkan di depan tubuhnya agar dia bisa condong ke depan. "Aku ingin bicara denganmu."

Jaeyun mengangguk. "Apa ini soal Belphegor?"

Dia mengiyakan, menarik nafasnya. "Aku hanya ingin memastikan bahwa itu benar-benar dia yang kau dan Sunoo lihat. Maksudku, aku sungguh yakin kita sudah membunuhnya, kenapa dia muncul kembali."

ALEA IACTA EST • jaywon • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang