12. Destiny

4.6K 480 128
                                    

"Apa semua ini, Lisa-ya?" pertanyaan itu terdengar santai namun bulu dibelakang telinga Lisa sudah berdiri.

"LELUCON APA YANG KAU MAINKAN INI!?" bentak Tuan Kim penuh amarah.

Mata bulat Lisa terpejam sesaat. Sudah biasa baginya mendengar suara keras tinggi membentak milik sang ayah, tetapi sampai kapanpun juga tubuhnya masih merespon dengan penuh ketakutan.

"Peringkat dua? bagaimana bisa!?"

Prang!!

Vas bunga di sebelah pria itu jatuh ke lantai dan pecah. Bukan tanpa sebab, Tuan Kim sendiri yang membantingnya sebagai pelampiasan amarah dan rasa kecewa terhadap putrinya.

Lisa diam. Lisa tidak pernah bisa buka suara setiap kali ayahnya bicara. Lisa hanya bisa menatap gerak-gerik kemana pria itu pergi setelah bangkit dari kursinya menuju ke arah lemari. Mengambil sesuatu disana yang mampu membuat Lisa meneguk ludah sambil mengepalkan kedua tangannya erat.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Satu demi satu pukulan dari rotan itu menghantam betis Lisa. Tanpa ampun Tuan Kim mengayunkan benda itu berulang-ulang hingga kulit Lisa tidak lagi memerah melainkan mengelupas dan berdarah.

Lisa masih diam. Menutup kedua matanya erat dan mengatupkan bibirnya rapat, tak ada ekspresi kesakitan yang nampak diwajahnya. Lisa terbiasa menahan semua rasa sakit ini, bahkan setelah kematian ibunya akibat sikap ayahnya yang terlalu disiplin bukanlah hal baru bagi Lisa.

Tetapi lama-kelamaan Lisa juga bisa merasakan sakit, bisa merasakan marah, bisa merasakan dirinya dipenuhi rasa dendam terhadap sikap sang ayah.

Perlahan tangannya semakin mengepal, Lisa masih dipukuli. Betisnya terasa hancur lalu laki-laki itu akhirnya berhenti setelah pukulan ke-50 kemudian tanpa rasa bersalah ia tertawa sinis, mengatakan seolah semua ini pantas Lisa dapatkan karena telah mempermalukannya.

"Kau lahir dari jalang itu, kuharap kau tak menjadi sepertinya." Ucap Tuan Kim tegas sambil memperhatikan darah yang mengalir dari luka tumbuk dibetis Lisa akibat perbuatannya.

"Aku membesarkanmu bukan untuk memperlakukan diriku sendiri, paham!?" rahang Tuan Kim mengeras saat mencengkram dagu Lisa kasar sampai gadis itu mendongak secara paksa, meringis kesakitan akibat tekanan yang membuat sisi dagunya memerah.

Bahkan untuk bicara pun Lisa kesulitan sehingga hanya mampu menggerakkan kepalanya, mengangguk supaya sang ayah sedikit melepaskan cengkeramannya.

"Bagus. Tahu, kan apa yang harus kau lakukan?"

"Maaf ayah.." setelah Tuan Kim melepas cengkramannya, perlahan Lisa meluruh berlutut dikaki laki-laki itu dan menangis disana sambil memegang sepatu laki-laki itu---bersujud seolah dia merupakan dewa.

"Cium sepatuku!" titahnya tak menerima bantahan.

Tetapi untuk pertama kalinya Lisa mendongak padahal biasanya ya langsung menurut, mencium kaki ayahnya lalu diperbolehkan pergi. Entah kebodohan macam apa yang membuat Lisa mendongak, menatap tepat ke arah mata tajam pria itu.

"Kenapa kau melihatku?" geramnya menggertakkan gigi sampai menghasilkan bunyi cukup keras.

"Apa ayah pernah menyayangiku?" tanya Lisa memandang sendu kepada Tuan Kim masih berharap ayahnya itu mengatakan ya dan mengatakan semua ini dia lakukan karena menyayangi Lisa.

"Menyayangimu?" Tuan Kim terkekeh samar, "menyayangi anak bodoh sepertimu? kau bahkan mirip dengan jalang itu sekarang; aku seperti melihat gambaran persis dirinya di wajahmu."

Toxic | lizkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang