2. Do you like to be hurt?

2.9K 544 133
                                    

Hari ini Lisa bersiap pagi-pagi sekali. Waktu masih menunjukkan pukul 6 saat seragam sekolah melekat ditubuhnya. Perlahan gadis itu meraih sisir dan membenahi rambutnya yang berantakan seraya menatap lurus ke cermin, melihat pantulan dirinya disana.

Selesai dengan rambut panjang lurus berponinya, Lisa meraih sepatunya diujung rak. Sembari duduk di tepi, ia menarik kaos kaki panjangnya menutupi kaki lalu memasang sepatu.

"Ah..." mata bulat Lisa terpejam, bibirnya sedikit terbuka saat kain ketat itu menekan bagian luka dibetisnya.

"Sakit"

Berusaha mengabaikan rasa perihnya, Lisa  mengikat tali sepatunya.

Lisa tinggal di sebuah mansion besar bersama sang ayah dan beberapa pelayan yang dibiarkan tinggal dibangunan paviliun belakang. Sudah menjadi kebiasaan baginya melakukan semua sendiri diselimuti kesepian tanpa akhir, bahkan selama ia hidup 18 tahun belum ada seorang pun teman yang pernah mampir ke sini.

Karena Lisa memang tak punya teman.

Setelah dirasa tak ada yang tertinggal, Lisa meraih tasnya dan berjalan keluar kamar. Seperti rutinitas pagi hari yang ia jalani bertahun-tahun, hari ini Lisa mendatangi ruangan Tuan Kim untuk menyapa pria itu.

Didepan sebuah pintu besar menjulang Lisa berdiri dengan tatapan kosong. Seorang pelayan yang kebetulan datang bersama dengan nampan penuh makanan langsung tersenyum ramah menyapa Lisa.

"Saya mendatangi Tuan beberapa menit lalu tapi tidak ada respon, saya pikir Tuan masih tidur jadi saya kembali lagi sekarang untuk mengantar sarapan." Ucap pelayan wanita itu memberitahu.

Ayah Lisa memang tipikal orang yang tak suka diganggu, dia lebih memilih menghabiskan waktu berjam-jam didalam ruangan favoritnya selepas pulang bekerja.

Toh didalam sana bukan hanya ruang kerja tapi juga terdapat kamar tidur mewah beserta kamar mandi jadi wajar apabila Tuan Kim betah berlama-lama disana dan hanya keluar saat waktunya berangkat melaksanakan kewajibannya sebagai walikota di kantor negara.

"Bibi Ahn," ucap Lisa sembari mengambil alih nampan yang wanita itu pegang. "Biar aku saja yang antar pada Appa, bibi lanjutkan pekerjaan saja. Appa sedang tidak ingin diganggu."

"Tapi nona, sudah menjadi tugas saya memastikan Tuan memakan sarapan."

"Aku tahu. Tapi aku lebih tidak suka melihat bibi di maki-maki oleh Appa. Jadi, biar aku saja." Ucap Lisa yakin.

Melihat Lisa yang keras kepala mau tak mau bibi  Ahn mengangguk patuh. "Baik nona, saya permisi dulu."

Lisa melempar senyum tipis. "Silakan"

Selepas kepergian wanita yang sudah bekerja selama 8 tahun melayani keluarga ini sejak ibu Lisa masih hidup, Lisa kembali menatap pintu besar dihadapannya. Ayahnya memang seperti ini, terkadang sangat tidak suka diganggu terlebih setelah amukkan amarahnya malam itu saat Lisa dirasa sangat mengecewakannya.

"Appa.." ujar Lisa dengan suara cukup keras namun lembut, ia tahu dari dalam sana Tuan Kim bisa mendengar suaranya dengan jelas.

"Maaf karena aku telah mengecewakanmu untuk pertama kalinya. Tapi, Appa, aku berjanji akan memenuhi rak di sudut sana dengan segala jenis piala olimpiade agar Appa tidak marah lagi padaku." Tepat disudut kiri di arah mata Lisa memandang saat ini terdapat rak kosong yang tadinya mau digunakan Tuan Kim untuk koleksi piring cantik namun tidak jadi.

"Appa sangat suka piala dariku, kan?" tanya Lisa.

"Gwenchana Appa, Lisa mengerti kenapa Appa marah. Appa sedang tidak ingin bicara lagi dengan Lisa karena peringkat Lisa turun, tapi Lisa berjanji pada Appa kalau Lisa tidak akan seperti eomma. Lisa akan mematuhi Appa."

Toxic | lizkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang