Setelah ada kabar jika sang ayah pulang dari tugas berwajib nya, kini ke-sembilan gadis Barata tengah bersiap diri menyambut kepulangan sang ayah. Contohnya seperti bungsu Barata yang tengah bersiap dibantu oleh ibunda di kamar pribadinya. Dikarenakan imun masih lemas dan baru keluar dari rumah sakit 3 hari yang lalu, si bungsu kali ini mengenakan kursi roda nya.
Bunyi terbukanya pintu membuat si bungsu dan ibunda menoleh secara bersamaan. Ternyata si sulung yang membukanya.
"Ada apa Naya? Butuh bantuan bunda juga?" Tawar sang ibunda.
"Nggak bunda. Naya cuma mau manggil bunda sama Thea karena ayah udah tiba di bandara" ucap Naya, anak sulung Barata.
"Astaga, iya. Yaudah kamu bawa Thea turun dulu, bunda mau membereskan ini sebentar" pinta nyonya Barata.
Saat mencapai lantai bawah, Naya melihat semua saudaranya sudah berkumpul di ruang tamu. Ia ikut tersenyum melihat tawa yang menguar dari beberapa saudara nya. Indah sekali kerukunan ini.
"Ini nanti bagi dua ya. Ada yang semobil sama bunda dan ada yang ikut sama mobil nya Joa" ucap Naya yang di respon anggukan oleh saudara-saudara nya.
"Udah semua kan? Ayo berangkat" ajak sang ibunda kepada anak-anak nya.
"Pak Narto itu kursi roda Thea tolong di lipat ya pak" pinta nyonya Barata. Pak Narto sopir keluarga Barata mengangguk tegas.
Ada sisa satu bangku mobil kosong. Shania diam-diam berjalan pelan menghampiri sang ibunda, ingin duduk disebelah beliau sebelum si bungsu kedua menempatinya.
Akhirnya ia memutar balikkan badan nya dan langsung masuk kedalam mobil kak Joa. Karena mobil yang ditempati oleh ibunda lebih besar maka hanya 4 orang yang mengisi mobil Joanna.
"Sudah siap non?" Tanya pak dani, ia selaku supir pribadi Joanna.
"Siap pak"
Joanna menoleh ke belakang melihat dua adik nya yang tidak mengeluarkan suara apapun sedari berangkat. Ya meskipun, Joanna tau jika dari beberapa saudaranya tidak suka keributan. Tapi untuk yang ini, kenapa rasanya berbeda.
"Shania, Mora"
"Ya kak?" Jawab nya berbarengan.
"Tumben diem aja. Kayak ga antusias sambut ayah pulang"
Joaana terkekeh saat melihat kedua adik nya menggeleng panik.
"Bukan ga antusias kak joaa. Cuma lagi ada problem dikit" jawab Mora. Sedangkan Shania memilih diam.
"Di kantor?"
"Iya. Tapi, tenang aja udah selesai kemarin kok. Cuma mood nya kebawa sampai hari ini aja" jelas Mora lagi.
Joanna mengangguk paham, ia melirik pada Shania. Hatinya yakin jika Shania tidak punya masalah seperti Mora. Seperti ada hal lain yang ia sembunyikan.
Joanna sangat hafal betul bagaimana sifat-sifat saudaranya.
Baru saja ingin menanyai sang adik, ucapan pak dani membuat nya tidak jadi berbicara mungkin nanti.
Mereka bertiga akhirnya turun, siap menyambut sang ayah.Kini, ke-sembilan anak Wijaya Barata sudah berjejer rapi sesuai dengan urutannya untuk menyambut sang ayah.
Terlihat juga banyak keluarga yang datang menyambut sang kepala keluarga mereka.
Wanita paruh baya yang menyandang sebagai istri dari letkol Wijaya Barata tersebut melebarkan senyumnya saat melihat sang suami berjalan ke arah nya dengan wibawanya.
Lantas ke-sembilan gadis itu hormat tatkala sang ayah memeluk erat ibunda. Akhirnya momen ini terulang kembali. Momen haru yang akan selalu diingat oleh keluarga Wijaya Barata. Banyak dari wartawan sampai beberapa orang yang memotret momen ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
9 gadis tangguh " ayah"
ChickLit'Membela negara memang tugasku' 'tapi, jika melindungi anak-anak perempuan ku itu adalah kewajiban utama seorang ayah.