|5| chaos

274 44 12
                                    

Hari Minggu yang biasanya dipenuhi oleh suasana bahagia dan ceria, kini berbeda untuk keluarga Barata.

Sang kepala keluarga dan bunda Yuliana hanya terdiam di ruang tamu saat salah satu anaknya mempertanyakan sebuah kalimat yang mana menjadi titik masalah mereka sedari awal.

"Aku memang bukan anak ayah sama bunda, ya?" Tanya anak keempat dari keluarga Barata, Shania.

Tidak. Ini bukan waktunya.

Sang kepala keluarga melihat teduh anak keempatnya. Ia tidak bisa mengatakan semuanya, pasti anak itu akan terluka dan hal tak diinginkan bisa saja terjadi.

Sedangkan Shania merasa, jengah. Apa susahnya untuk jujur? Toh, memang selama ini ia tak dianggap oleh keluarga ini. Dirinya sudah sangat hancur saat bundanya memperlakukan ia tak sama dengan saudaranya.

Sebesar apa kesalahannya dahulu ? Apa tidak bisa dimaafkan sehingga membuat bundanya menganggap ia beda ?

"Nak, –

"Aku mohon jujur ayah, tolong."

Yuliana menangis saat melihat wajah putus asa itu. Ini semua salahnya.

Melihat suasana yang semakin tidak kondusif untuk membicarakan masalah ini.  Naya berniat mengajak bundanya memasuki kamar, tentu untuk menenangkannya.

Tapi, Naya mengurungkan niatnya saat melihat sang adik semakin memojokkan bundanya.

"Aku minta kejujuran bunda sama ayah emang sesulit itu ya? Sampai kapan kalian ngga mau buka mulut tentang ini! Aku capek Bunda!!!" Bentak Shania tanpa sadar. Terlalu lama menahan emosi, ia kelepasan membentak orang tuanya sendiri.

Iya, ini salah. Ayah Barata tidak pernah mengajarkan dirinya membentak seperti ini.

"Shania." Tegas sang kepala keluarga.

Gadis itu menoleh ke sang ayah, tatapan kecewa ayah Barata membuat hatinya gemetar. Selama 23 tahun, baru kali ini ayah Barata menatapnya penuh kekecewaan.

"Apa didikan ayah kurang keras, sehingga kamu dengan berani membentak bunda kamu sendiri ?" Barata tidak tega, tetapi ia juga harus tegas sebagai kepala keluarga.

Shania tertawa miris, "dia bukan bunda aku ayah !"

Plak

Perih, sakit, kecewa, hancur, semuanya cempur menjadi satu. Ia membuka matanya, tatapan tajam dari sang kakak sulung ia dapatkan.

Shania meraba pipinya yang baru saja ditampar oleh sang sulung dari keluarga Barata.

"Kak Naya...." Lirih Mira. Ia terkejut melihat kejadian baru didepan matanya.

"Cukup Shania. Dia yang lo maksud itu bunda kita. Mana sopan santun Lo sebagai anak ?" Ucap Naya penuh amarah.

"Lo tau tentang apa sih, kak ?"

Naya menelan ludahnya susah saat melihat tatapan beda dari adiknya.

"Kalian ga tau apa emang pura-pura ga tau kalau bunda memperlakukan kalian dan aku itu beda. Kalian yang lebih diutamakan sama bunda dibanding aku. Semua yang dilakukan bunda ke kalian dan aku itu beda. Hal sepele yang bunda lakukan selalu nganterin kalian diteras saat mau berangkat kerja, aku mana ada kak seperti itu ? "

Shania menatap anggota keluarganya dengan tatapan sendu penuh putus asa.

" Aku pengen ngerasain kasih sayang penuh dari kedua orang tua aku, kak. Yang nyatanya itu hanya angan-angan. Sampai kapan aku ngerasain ini sendiri ? Udah cukup selama 23 tahun ini aku hidup cuma untuk pelengkap kalian bukan harapan kalian. "

9 gadis tangguh " ayah"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang