|4| A drop of happiness

306 35 12
                                    

Huh?

Shania tidak salah lihat?

Ia ingat-ingat kembali ada acara apa sampai rumahnya penuh dengan mobil seperti ini.

Ia menoleh ke samping, Jeffry juga menampilkan ekspresi yang sama dengan wajah nya.

"Rumah kamu ada acara apa? Ramai gini" tanya Jeffry.

Shania menggeleng tanda tak mengerti. Ia mengecek handphone miliknya apa ada pesan dari keluarga nya. Tetapi, yang ia temukan tidak ada apapun notif dan pesan yang ia terima.

"Kamu masuk dulu, coba ada acara apa di rumah. Aku tunggu disini." Saran Jeffry. Shania mengangguk, sebelum keluar dari mobil Jeffry ia menyempatkan mengelus pipi kekasih nya singkat.

Shania melepas alas sepatu, sembari menggeret koper miliknya.

Fyi, Shania baru saja pulang setelah landing terakhir hari ini.

"Assalamualaikum..?"

" Waalaikumsalam " ucap semua orang yang berada di ruang tamu.

Shania membelalak tidak percaya, semua keluarga nya berkumpul disini tanpa dirinya jelas saja. Tunggu, ini acara apa? Kenapa sampai ia tidak diberitahu?

"Lohh, ini siapa? Pramugari?" Tanya salah satu tamu disana.

"Ini anak saya Bu" jawab Yuliana menatap Shania masih dengan rasa kagetnya.

"Oh? Saya kira anak kamu cuma delapan itu. Seingat saya kamu melahirkan semua anak kamu di rumah sakit saya kan? Karena, Saya masih ingat betul data anak kamu hanya delapan di rumah sakit?" Ucapnya.

Yuliana lantas menjawab, "iya itu benar. Anak kami yang satu ini berbeda dengan saudara lainnya."

Shania terdiam, bukankah kalimat sang ibunda malah membuat semua orang berpikir yang tidak-tidak? Termasuk dirinya.

Dengan tegas, Sang kepala keluarga menengahi " hanya berbeda tempat, mengapa jadi serumit ini?" Ucap Wijaya,

"Shania, kemari" pinta sang ayah.

Dengan ragu ia memundurkan langkahnya, seharusnya ia tidak masuk ke dalam dan membuat suasana jadi serumit ini.

Tanpa berkata apapun, Shania berbalik dan keluar begitu saja. Terkesan sangat tidak sopan memang. Tapi, apa yang ia lakukan di dalam nanti? Mendengar sang ibunda membanggakan anak kesayangan nya? Atau hanya duduk diam seperti orang bodoh?

Ia membuka pintu mobil Jeffry cepat dan langsung masuk sehingga membuat sang pemilik kaget akan kedatangan Shania yang terkesan terburu-buru.

"Shania? Hey, kenapa? Ada apa di rumah kamu?" Tanya nya lembut.

"Aku mau nginep di rumah kamu seminggu gapapa Jeff? Tolong jangan tanya alasannya, aku pasti bakal jelasin ke kamu nanti" jawab Shania

Jeffry paham, ia mengecup kening Shania singkat tak lupa mengelus pucuk rambut nya agar gadis itu sedikit tenang.

"Boleh, kalau sudah siap jangan lupa cerita ya? Aku ga mau kamu nanggung semuanya sendiri" ujar Jeffry, Shania tersenyum tipis dan mengangguk.

"Ini langsung ke rumah?" Tanya Jeffry ragu, pasalnya ia melihat ayah Wijaya ingin menghampiri Shania.

Shania lagi-lagi mengangguk " ayo jalan aja."

Jeffry tanpa tanya lagi langsung menancap gas mobilnya sehingga meninggalkan latar rumah Shania.

Sedangkan gadis itu menoleh ke belakang, melihat sendu kepada sang ayah. Beribu kata maaf ia ucapkan dalam hatinya karena meninggalkan keluarga nya begitu saja. Maaf, kali ini ia tak mampu menahan semuanya. Bahkan sudah sering kali merasakan nya entah kenapa sakit ini berbeda.

Maaf, Shania Memilih pergi dan bungkam akan semuanya.

Mengerti suasana hati sang kekasih, Jeffry memberikan elusan lembut di tangan Shania.

.
.
.

20 menit setelah sampai di rumahnya. Jeffry turun dari mobil sembari menggendong tubuh Shania. Gadis itu tertidur di perjalanan pulang.

"Pak, mobil nya tolong di parkirkan ya. Terimakasih" pinta Jeffry terhadap satpam yang membantu nya membukakan pintu mobil.

Jeffry membawa Shania ke kamar nya, meletakkan tubuh itu pelan-pelan agar tak terganggu tidur nya dan tidak lupa juga melepaskan sepatu gadis itu.

Lelaki itu mengambil tempat kosong di sebelah Shania, menatap kekasihnya teduh.

"Sebenernya kamu kesini itu bukan jalan keluar dari masalah kamu, sayang. Tapi, mungkin kali ini kamu butuh waktu. Tolong jangan banyak pikiran. Aku sayang kamu, sha" ucap Jeffry memberi kecupan sedikit lama di kening Shania, lalu memperbaiki selimut Gadis itu dan pergi dari kamarnya.

Shania membuka matanya , ia sedikit terusik saat Jeffry menggendong nya tadi. Ucapan Jeffry memang benar. Mungkin setelah ini ia sedikit membagi masalah nya kepada Jeffry agar beban itu sedikit berkurang, setidaknya.

Maka ia bergegas mandi dan menemui Jeffry di bawah.

.
.

Tidak beda jauh di dalam rumah Barata. Keadaan hening dan hanya dentingan sendok garpu yang terdengar.

"Setelah makan tolong langsung masuk kamar dan jangan keluar. Jelas?"

"Tapi ayah, Naya-

"Tidak ada bantahan" tegas Wijaya.

"O-oke"

Kini mereka melihat bagaimana raut marah, kecewa, dan khawatir campur menjadi satu di wajah sang ayah.

Acara makan itu telah selesai, meninggalkan sang kepala keluarga dengan wanita paruh baya, istrinya.

"Mas, ingin dibuatkan sesuatu?"

"Tidak, langsung bicara saja" ada nada tidak enak di kalimat suami nya, membuat Yuliana tahu apa yang tengah dirasakan oleh sang suami. Maka, ia mendekat di sampingnya lalu keduanya berbicara serius tanpa ada yang mendengar ucapan keduanya sekalipun.

.
.
.

Jeffry menatap pada kekasihnya yang kini mendudukkan diri disampingnya.

"Kok udah bangun? Ga nyaman ya?" Tanya Jeffry.

"Nyaman kok, euhmm "

"Kenapa, hm?" Tanya nya lagi, kini disertai usapan lembut pada pipi Shania.

Shania ragu memulai dari mana, di sisi lain ia tak tahu kebenaran nya bagaimana. Jika memang dugaan nya salah maka sia- sia ia bercerita kepada Jeffry, kekasih nya. Shania bingung. Ia harus bagaimana?

Maka hal yang selanjutnya ia lakukan hanyalah memeluk Jeffry, tanpa berbicara apapun. Entahlah ia tidak siap.

Sedangkan Jeffry bingung terhadap perlakuan Shania yang tiba-tiba, ia menunduk melihat raut wajah Shania. Kini ia tahu apa yang membuat kekasih nya terdiam seperti ini.

"Semua masalah itu pasti ada jalan keluarnya. Tenangin diri kamu dulu, aku ada disini sama kamu sha" ucap Jeffry bermaksud menenangkan Shania.

Shania mendongak menatap Jeffry dari bawah, ia mengulas senyum tipis tak lupa mengucap syukur di dalam hatinya karena mempunyai Jeffry di sisi nya yang selalu mendukung dan memberi nya semangat dalam hal apapun itu, menegurnya saat ia membuat kesalahan, memberi nya nasihat jika ia salah mengambil keputusan.

"Terimakasih" ucap Shania sembari menenggelamkan wajahnya di dekapan hangat kekasih nya. Jeffry hanya mengangguk dan merapatkan dekapan nya.



TBC.
Mana suara nya yang msih nunggu cerita iniiiii,
Makasi banget ya untuk support kalian, jangan lupa votmentss.

Next atau ngga nih?

9 gadis tangguh " ayah"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang