06 | Ini semua buat gue sakit, Ra.

285 63 382
                                    

CHAPTER 6 | Ini semua buat gue sakit, Ra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 6 | Ini semua buat gue sakit, Ra.

🩹 🩹 🩹

Draft

From : serafine.roe@gmail.com

To : kaleel.jivananta@gmail.com

Subject : Pemeran Utama

Kal.

Tebak semester ini gue jadi pemeran utama lagi atau gak?

Oke, Kal, tanpa gue kasih tau pasti lo udah tau jawabannya kan? Karena gue ingat lo selalu bilang kalau gue memang pantas jadi pemeran utama, supaya lo bisa lihat gue pentas dari awal sampai akhir, kan?

Ya, Kal, semester ini gue kembali jadi pemeran utama. Peran gue kali ini adalah Cinderella. Gak pernah lo bayangin kan kalau pacar lo ini jadi Cinderella? Yang harus ditinggal sama ayahnya, yang akhirnya harus tinggal sama ibu dan saudara tirinya, yang harus jadi babu buat mereka.

Dari semester satu sampai enam, baru sekarang gue merasa cocok sama apa yang gue perankan, Kal. Gue sadar kalau gue cocok jadi peran babu. Gue tau ini cuma teater yang berdasarkan sebuah naskah. Tapi, Kal, peran itu bukan hanya dilihat dari ceritanya tapi dari siapa yang pantas memerankannya.

Gue selalu perhatikan cewek-cewek Seni Peran, gak ada yang cocok jadi Cinderella karena menurut gue mereka terlalu cantik, mereka terlalu sempurna buat jadi seorang babu, Kal. Sementara gue, gue udah tau apa yang harus gue lakukan. Gue selalu bantu Ibu beresin rumah, gue selalu bantu Ibu cari bahan makanan di pasar, terus masak di dapur, dan waktu keluarga gue benar-benar gak punya uang sama sekali-gue bantu Ibu jualan barang orang lain, keliling cuma biar keluarga gue dapat uang dan bisa buat makan.

Wajah miskin gue pantas buat disiksa sama ibu dan saudara tiri Cinderella kan, Kal?

🩹 🩹 🩹

Gea memperhatikan ke dalam kelas Seni Peran 6, di mana kelasnya berada. Ia kemudian berjalan mendekati lokernya, mengambil beberapa barang yang dirinya tinggalkan di kampus. Namun perhatiannya terhenti pada loker milik Rora. Nama cewek itu tercetak jelas sama seperti nama teman sekelasnya yang lain, namun detik ini Gea memperhatikannya secara langsung dengan mendekati loker itu.

Untungnya kelas dalam keadaan sepi, jadi tidak ada yang melihat Gea sedang memperhatikan lama loker milik Rora. Tangan Gea mengepal, ternyata rasa bencinya pada Rora belum juga hilang meski cewek itu sudah meninggal dunia. Ia begitu kesal karena semua orang begitu peduli dengan kepergian Rora.

Rasanya hanya Gea yang tidak merasa sedih karena Rora meninggal, hanya dia yang senang karena sekarang dirinya tidak perlu lagi melihat wajah cewek itu. Namun pembicaraan tentang Rora masih membuat emosi Gea memuncak karena cewek itu selalu dibela padahal Rora yang mabuk adalah alasan dalam kasus kecelakaan yang cewek itu buat sendiri. Dia harusnya tahu akibatnya dan tidak menyalahkan orang lain atas kepergiannya yang memang sudah ditakdirkan itu.

Jika Hidup Tidak Pernah AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang